Dean mengerutkan wajahnya mendengar ucapan itu. Dipercepat? Haha, mimpikah? Atau ... ada hal yang ingin Kanayya lakukan makanya dia menginginkan perpisahan secepatnya?
"Kenapa? Kau menginginkan perceraian dengan cepat agar bisa menikah dengan satpam itu?" tanyanya datar membuat Kannaya mengerutkan dahinya tak paham."Satpam? Satpam mana, Mas?" tanyanya membuat Dean mendengus.Pria itu melipat tangannya di dada. "Pura-pura polos, ya?"Kannaya menghela napas. "Aku benar-benar tidak tahu siapa, Mas. Kamu mungkin bisa katakan siapa, agar aku bisa ingat siapa yang kamu maksud," ujarnya pelan membuat Dean menarik napas dalam-dalam.Dia menatap wajah Kannaya yang tampak benar-benar sungguhan. Seolah dia benar-benar tidak tahu siapa yang Dean maksudkan. Namun, itu malah bagus. Artinya pria itu tidak ada didalam hati gadis ini."Kembali ke pembahasan awal soal perceraian. Sepertinya aku mau mengubah surat kesepakatan," ujarnya datar membuat Kannaya menaikkan alisnya."Bagaimana, Mas?""Seperti yang tercatat di poin satu, aku sebagai pihak pertama bebas mau mengubah isi perjanjian. Aku tidak akan menjatuhkan perceraian setelah empat belas bulan. Aku ingin menjadikan kamu sebagai milikku sendiri. Kamu tidak bisa membantah atau harus menambah ganti rugi," ucap Dean santai membuat Kannaya membulatkan mata."Kenapa? Maksudnya, kenapa peraturannya berubah tiba-tiba? Ini tidak sesuai kesepakatan, Mas," ujarnya tak terima membuat Dean tersenyum santai."Ya, aku tahu. Namun, setelah kupikirkan. Kamu hanya anak yatim piatu, tidak punya orang tua lagi, tidak ada tujuan hidup lagi. Jadi, jika bersamaku maka kamu juga tidak akan menyesal, 'kan?"Kannaya berkedip beberapa kali. "Mas ... aku masih punya tujuan dan keinginan sendiri. Kenapa harus dengan kamu? Aku juga bisa mencari jalan hidup sendiri kalau sudah bercerai dan lulus nantinya. Kita menikah tanpa cinta, kenapa kamu mau hidup denganku yang bahkan tak membawa manfaat apapun padamu?" tanyanya tak terima membuat Dean tersenyum."Aku tidak peduli mau kamu terima atau tidak. Intinya aku sudah memutuskan dan aku tidak akan pernah kata-kataku yang ini." Dean bangkit, melangkah ke dekatnya dan berdiri di hadapan Kannaya sebelum menunduk dan mendekati wajah gadis itu. "Aku sudah membuat keputusan, apapun yang akan kamu lakukan kedepannya maka semuanya atas persetujuan dariku. Aku suamimu, kamu ingat, 'kan?"Tubuh Kannaya merinding mendengar suara suaminya yang terasa begitu mengintimidasi. Dia mendongak, menatap wajah Dean hingga tatapan mereka beradu."Mas ... kenapa jadi begini? Atas dasar apa sampai harus begini?" tanyanya tak paham dengan matanya yang tampak mulai tertekan dan sedih. "Mau sampai kapan aku harus menjadi istri Mas? Ah, istri berkedok pelayan Mas? Aku juga punya cita-cita, aku ingin mewujudkannya setelah lulus kuliah. Bagaimana bisa Mas malah menahanku begini?" tanyanya dengan air matanya yang mulai jatuh.Apakah karena tadi malam makanya Dean mulai bersikap seenaknya begini? Namun, kenapa harus menyulitkannya? Bukankah Kannaya juga tak meminta pertanggungjawabannya? Kenapa Dean malah menginginkannya lebih lama menjadi seorang istri?"Cita-citamu bisa kamu lanjutkan dengan tetap bersama denganku, aku tidak akan melarang. Satu hal yang tak bisa kamu lakukan, yaitu membantah ucapanku." Dean berkata dengan wajahnya yang santai dan menegakkan tubuhnya.Kannaya menyeka air matanya sendiri dan ikut bangkit hingga tubuhnya dan Dean tak berjarak dan dia menatap wajah suaminya itu."Mas ..." panggilnya membuat Dean menaikkan alisnya. "Kamu sadar dengan apa yang terjadi tadi malam?"Deg!Dean sudah senang saat Kannaya tak mengungkit kejadian malam tadi hanya untuk membuat kalau niatannya ingin melakukan semua ini tercium. Hanya saja, Kannaya malah mengungkitnya dan itu dengan tatapan yang masih berkaca-kaca dan menangis."Aku tidak minta pertanggungjawaban, sama sekali tidak. Aku bahkan tidak berani, Mas. Aku mohon jangan mempersulit dirimu sendiri. Kamu tidak mencintaiku, begitupun aku. Kejadian tadi malam lupakan saja, fokus pada satu hal yang akan kita lakukan kedepannya. Kurang lebih setahun lagi kita akan bercerai dan hidup masing-masing. Tidak ada yang harus diubah, aku tidak bisa-""Sayangnya aku juga tidak bisa!" Dean berkata seraya memegang lengan Kannaya dan menatap wajah cantik gadisnya itu dengan tatapan dalam hingga Kannaya menelan ludah dengan wajahnya yang tampak mulai takut. "Aku tidak bisa, Kannaya. Perasaanku rumit, kalau kukatakan padamu juga akan sia-sia dan sulit. Jadi, aku hanya ingin menjalaninya saja dan memahami perasaanku. Kamu tidak bisa menolak atau aku tidak akan segan."Kannaya tampak menarik napasnya dengan air matanya yang lolos lagi dari kelopak mata. "Mas ...""Ssttt ..." Dean berdesis dengan wajahnya yang hangat dan lembut. "Biarkan aku memahami perasaanku dulu. Aku akan berangkat bekerja, kuantar kamu ke kampus.""Tidak." Kannaya menggeleng lalu memalingkan wajahnya. "Aku ... aku ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan, masih harus ke fotocopy untuk memprint tugas semalam. Kamu berangkat duluan saja, aku akan naik sepeda listrik saja," ujarnya menahan air matanya sendiri, juga menahan isakannya.Entah kenapa, ucapan Dean sakit sekali saat didengar. Kannaya sungguhan tak mau ada disini, diposisi ini, menjadi istri dari pria misterius, dingin dan angkuh dari Dean yang selama ini selalu kasar dan bersikap tegas. Kannaya sungguhan tidak mau, dia benar-benar tak sanggup bila membayangkannya."Baiklah, aku pergi dulu." Dean berkata seraya melepaskan tangannya dari Kannaya. "Semua yang kau butuhkan bisa gunakan kartu yang kuberikan."Dean melangkah pergi usai bicara, sengaja meninggalkan Kannaya dan tak memaksanya karena hanya akan membuat perasaan keduanya berantakan bila dipaksakan. Dia ingin menggali perasaannya sendiri, tentang apa sebenarnya yang dia rasakan pada Kannaya. Juga dia ingin membiarkan Kannaya menjernihkan hatinya sendiri dan mau menerima ini semua."Halo? Ya, temui aku di kantor. Ada yang harus kau lakukan.""Baik, Tuan."Dean melangkah ke arah lift, masuk dan menyandar di sana usai menekan tombol untuk ke lantai bawah."Selama tiga bulan dia sudah membuatku begini. Dua bulan ... bagaimana dengan dua belas bulan lagi? Aku tak mau menyesal, selama ini dekat dengan wanita juga aku merasa malas. Jika dia memang benar-benar gadis yang tepat, apa salahnya?" gumamnya seraya memejamkan mata.Kedua orang tuanya sudah begitu tua, mereka hanya mengerjakan apa yang mereka sukai dan membebaskan Dean yang berubah drastis akibat kematian kakaknya untuk melakukan apapun. Dean tak mudah dekat dengan orang lain tapi saat bersama Kannaya dan pertama kali melihat wajah gadis itu, dia tak merasa ada yang salah dengannya hingga bahkan mengikatnya dengan pernikahan padahal hanya untuk ganti rugi sebuah jasnya yang robek."Berpikir lagi ... dia pastinya bukan gadis biasa. Aku tidak merasa ada yang salah dengannya hingga bisa melakukan semua itu. Kau harus benar-benar memahami perasaanmu, Dean, sebelum terlambat dan kehilangannya."Kannaya mengusap air matanya setelah kepergian Dean. Dia masih terisak pelan beberapa kali lalu menatap sekitar apartemen yang kosong. Meninggalkan bekas aroma asap rokok yang dipakai oleh pria itu tadi."Dia hanya terbawa-bawa tentang kesan malam pertama tadi. Aku bisa memastikan kalau itu hanya kata-kata iseng. Mana mungkin Mas Dian mau dengan seorang gadis biasa sepertiku. Sebaiknya aku tidak usah terlalu banyak bermimpi, ini semua tidak mungkin." Kannaya memegang kepalanya yang terasa pusing lalu duduk di sofa itu.Semangatnya untuk pergi ke kampus seolah redup karena dia harus mendapatkan kenyataan itu."Aku tidak bisa jika seperti ini, aku yakin dia akan membenciku nanti. Sebaiknya aku mulai melakukan sesuatu yang bisa dibencinya. Dia sangat tidak suka ada mahasiswa yang tidak masuk ke dalam kelasnya, dengan aku yang tidak masuk maka dia tidak akan suka denganku." Merenung di sofa yang ada di ruangan itu, Kannaya menetralkan jantungnya lebih dulu baru kemudian dia melangkah ke a
Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya."Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau
Kannaya tak menjawab, dia berusaha untuk memikirkan cara yang mungkin bisa berguna. Pria ini harus dikasari supaya dia tahu kalau apa yang dia mau tidak semudah itu. Tetapi ketika dia sedang berpikir, Dean malah membuka jasnya masih sambil mencium bibir Kannaya. Dia melepaskan kancing kemejanya membuat Kannaya membulatkan matanya."Mas mau apa?" tanya Kannaya susah payah diantara ciumannya yang belum usai."Apalagi?" Dean terengah pelan dan menatap mata Kannaya dengan tatapan penuh nafsu. "Aku akan memberikan hukuman karena kamu tidak masuk ke kelasku, tidak menjawab pertanyaanku dan tidak menjawab penawaranku, kamu hanya diam saja. Maka dari itu aku akan menghukummu sekarang," ujarnya lalu menekan sandaran kursinya hingga menjadi lurus untuk telentang.Setelahnya dia mendorong Kannaya, lalu menaiki tubuh gadis itu dan menatap wajahnya dengan serius sebelum memagut bibirnya lagi. Kannaya memberontak tak senang, mau sampai kapanpun dia tidak akan mau mengulang malam itu lagi."Apa yang
Kannaya terengah, mendesah di bawah kungkungan suaminya yang menghujamnya dengan penuh nafsu dan semangat. Tangan pria itu tak tinggal diam, ikut meremas buah dadanya dengan gerakan yang masih naik turun. Dia menatap wajah istrinya yang tampak terengah menahan kenikmatan hingga senyumannya terlihat diantara wajahnya yang menampilkan kepuasan."Ah ... Ah ... Mas," desah Kannaya seraya memegang sisi kanan kirinya yang merupakan pinggiran kursi yang dia tiduri.Sementara pria itu malah makin terpacu semangatnya ketika dia mendengar Kannaya memanggilnya dengan balutan desahan yang mendominasi bibir seksinya yang terbuka itu."Kamu itu nikmat, ini nikmat, Sayang. Kamu rasakan, bukan?" ujar Dean dengan suaranya yang serak.Kannaya tak bisa berpikir jernih, dia hanya menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Pria itu tampak tersenyum lagi, seraya meremas buah dada Kannaya hingga tubuh gadisnya itu menggelinjang dibawah kuasanya."Ah! Emmhh ..." Kannaya melepaskan
Kannaya menarik napas panjang dan tak mau melihat Dean yang masih ada di atas tubuhnya, mereka masih menyatu hanya saja sedang menahan diri agar bisa menikmati sisa-sisa pelepasan itu.Setelah beberapa saat, Dean menatap wajah Kannaya yang sudah kelelahan dengan keringatnya yang masih mengalir deras di pelipis."Bagaimana?" tanyanya dengan suara serak dan seksi yang membuat telinga Kannaya merinding. "Aku berhasil memuaskanmu, 'kan, Sayang?" tambahnya lagi dengan jemari yang menelusuri leher Kannaya yang sudah penuh dengan ciumannya.Kannaya menarik napas, menggigit bibirnya karena merasa tidak nyaman dengan milik suaminya yang masih ada di dalam miliknya. Dia menatap wajah Dean yang juga menatapnya hingga dia bisa melihat tatapan penuh pesona dari pria mapan yang ada di atas tubuhnya saat ini."Mas juga sudah puas, 'kan? Kalau begitu kita impas," ujar Kannaya dengan suara lemahnya karena sejak tadi dia sudah berteriak dan mendesah tanpa kendali. "Anggap saja kita sudah saling memuask
Kannaya diam di gendongan Dean, selain karena tubuhnya lemah, tidak etis bila pria ini menciumnya di depan umum. Dean yang melihatnya patuh dengan senyuman menang terlihat menatap sekitarnya dan menemukan seorang satpam yang sudah biasa menyapa Kannaya dengan centil itu di dekat resepsionis dan sedang memperhatikan mereka. Dean tampak menatap tajam wajahnya sebagai peringatan, hingga satpam itu terlihat menatap wajahnya dengan alis berkerut."Terjadi sesuatu dengan Kannaya, Pak? Biar saya saja yang menggendongnya, bukankah dia pembantu anda?" tanya Satpam itu dengan tatapan penuh prihatin.Dia sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam dari Dean dan malah mengajukan dirinya untuk menggendong Kannaya. Dan itu tentu saja membuat emosi memuncak di kepala Dean. Sementara Kannaya, dia lebih mementingkan dirinya karena perutnya yang sakit dan rasa lemah yang menggerogotinya."Sebaiknya kau jaga jaraknya darinya sebelum aku memanggil atasanmu agar kau dipecat!" ujar Dean tajam membuat pr
Kannaya menatapnya yang balas menatap wajahnya. Dia sudah tahu kalau Dean pasti tidak akan terima, maka dari itu dia menunggu kemarahan suaminya.Namun beberapa lama dia menunggu, Dean tak kunjung bersuara melainkan hanya diam dan menyiapkan lagi red Velvet itu padanya. Kemarahan pria ini biasanya meledak-ledak, kalau dia hanya diam artinya dia belum marah."Berhentilah melakukan hal konyol, Mas. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dariku," ujar Kannaya tanpa menerima suapan itu padanya. "Hal konyol apa?" Dean menaikkan alisnya tak mengerti. "Memangnya kita melakukan sesuatu yang konyol?""Tentu saja, aku-""Kamu mendesah tadi ketika kita bercinta juga konyol?"Wajah Kannaya memanas mendengarnya, dia tampak menatap wajah pria itu yang sudah menaikkan alisnya, seolah menjadi sebuah hal tak dia pahami. Hal itu membuat Kannaya berhenti bicara dan tak mau membuat masalah apapun. Dia akui kalau dia menikmati percintaan tadi tapi itu bukan berarti kalau hatinya luluh."Makanlah agar kamu seg
Dean tak menjawab ucapan istrinya yang ada di depannya ini. Dia terlihat menatap wajah Kannaya yang mulai memerah. Namun gadis itu tampak menatap wajah suaminya yang sudah tersenyum kecil dan menghela napas sambil menatapnya."Pergilah istirahat kalau Mas memang lelah, mengapa malah menggangguku." Kannaya berkata tak senang membuat Dean tersenyum kecil dan menghela napasnya.Dia melepaskan pelukannya dan bisa melihat ada bekas keringatnya yang menempel di tubuh Kannaya. Gadis itu sudah bergerak menunduk, mengambil lagi kemoceng yang dijatuhkan oleh Dean dan menatap wajahnya tajam."Jangan menggangguku, cepatlah mandi!" Dean tersenyum kecil mendengar perintahnya. "Apakah kamu sedang menjadi seorang istri yang memerintah suamimu?" tanyanya santai sementara Kannaya sudah mendengus."Terserah kamu mau menganggapnya apa. Aku malas berurusan denganmu," ujarnya seraya berjalan pergi dan membersihkan kaca yang menjadi hiasan di salah sisi lemari televisi."Siapkan air mandiku," ujar Dean san
Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Kannaya tersenyum dan mengusap punggung suaminya dengan lembut ketika kedua orang tuanya pulang setelah seharian bermain di rumah ini bersama dengan anak kembar mereka. Dia tahu kalau berat apa yang dirasakan oleh suaminya makanya dia tidak mau memaksakan pria ini untuk bicara."Masuk dulu, aku baru membuat kopi untuk Mas," ujar Kannaya dengan lembut membuat Dean menatapnya dan tersenyum.Hari juga sudah malam dan tidak ada lagi yang harus mereka lakukan. Biasanya mereka sudah di dalam kamar dan memperhatikan anak-anak saat ini tapi karena suasana hati Dean yang belum membaik sejak tadi membuat Kannaya juga tidak akan membuatnya semakin berubah karena sejak di pria ini sudah diam saja tanpa banyak bicara.Masuk ke dalam rumah, Kannaya menutup pintunya dan melihat semua suami yang sudah berjalan ke arah sofa. Anak-anak sedang dijaga oleh baby sitter, dia biarkan kamar bersama dengan perawat kedua putranya itu karena dia ingin menemani suaminya."Mau menonton sebuah film?"Dean meletakk
Hari itu, Dean membiarkan kedua orang tuanya memegang dan menggendong bayinya. Sementara setelah beberapa saat kedua orang tuanya itu menggendong cucu, Dean membawa Kannaya ke tempat sunyi dan memeluknya dengan erat disana.Kannaya tersenyum, tahu kalau suasana hati suaminya sedikit berantakan akibat apa yang dia dapatkan hari ini. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, tentu saja membuatnya merasa sebal tapi tidak bisa menolak mereka hanya karena permintaannya."Aku tahu kalau Mas merasa tidak suka sama mereka yang datang secara tiba-tiba dan meminta maaf begitu saja. Aku tahu kalau Mas pastinya kesal, tapi mau sampai kapan kita akan terus saling membenci seperti itu?" tanya Kannaya dengan lembut.Dean menghela napas dan menatap wajah istrinya dengan tatapan sebal. "Aku semula sudah hidup dengan tenang sebelum kedatangan mereka, Sayang. Tetapi kedatangan mereka membuatku merasa sedikit kesal. Aku tahu kalau tidak boleh membenci orang tua terlalu lama, sebagai anak aku hanya dimi
Hari-hari berjalan dengan sangat baik setelah itu dan tidak ada lagi masalah-masalah yang terjadi. Keano dan Kenaan jaga anak yang baik dan tidak banyak menangis. Mereka senang karena ada yang menjaga apalagi sifatnya sangat ramah seperti ayah ibu mereka.Apa itu masih dalam fase pertumbuhan yang begitu panjang dan akan segera mereka lalui perlahan. Hanya dengan cara ini maka mereka bisa menunjukkan kalau sudah berhasil menjadi anak-anak yang sehat. "Keano tampan sekali pakai kacamata seperti itu," ujar Kannaya sambil bergerak dan memotret putranya yang satu lagi lalu memakaikan kacamata yang sama.Mereka sedang berjemur saat ini, sebuah rutinitas yang biasa dilakukan Kannaya sejak anak-anaknya lahir. Makanya dia sudah biasa walau masih ada bantuan dari suster yang memang sangat profesional. Dia sama sekali tidak kesulitan dalam merawat anaknya walau dia adalah ibu baru."Kalian itu mengikut Papa sekali, wajahnya juga mirip Papa," gumam Kannaya seraya menghela napas. "Kalian harus bi
Andreas menatap Camelia lalu menatap ke arah depan dan fokus mengemudi lagi. "Saya hanya mau menhenalmu lebih jauh. Apakah boleh?" tanyanya santai membuat Canelia makin membulatkan matanya."Hah?"Andreas menatapnya sejenak dan menuju ke rumah megah yang sudah terlihat di depan mata."Saya sering memperhatikanmu diam-diam. Jujur saja, saya suka dengan wanita pekerja keras sepertimu. Kau hampir sama seperti istrinya Dean, Kannaya yang bekerja keras. Walaupun sebenarnya seorang wanita itu tidak diwajibkan bekerja saat sudah menikah. Tetapi tidak selamanya seorang pria atau suami itu akan terus berada di atas. Suatu saat bisa saja hancur karena roda itu berputar. Untuk saat ini tentu saja kami bisa memberikan kebahagiaan dan segala kemewahan untuk istri. Tetapi siapa yang tahu nanti?"Camelia diam mendengarnya membicarakan itu, sumpah, dia belum paham! Kenapa Andreas yang merupakan seorang pria besar dan pengusaha ini mau membahas tentang hal ini dengannya? Dengan dia yang bukan siapa-sia
Kannaya benar-benar tidak repot mengurus anak kembarnya karena ada baby sitter. Dia hanya memerah ASI, memulihkan dirinya dan membuat semuanya menjadi lebih mudah hanya dengan menjalaninya dengan santai.Kannaya mendapatkan support dan juga bantuan sepenuhnya dari Dean, seperti yang sekarang mereka lakukan. Dia memerah ASI, sementara itu Dean yang menuliskan tanggalnya kalau dia masukkan ke dalam lemari pendingin kecil yang disediakan langsung anaknya."Hari ini Camelia akan datang katanya, Mas mau bekerja atau tidak? Apakah berangkat hari ini?"Dean tersenyum lalu menggeleng pelan. "Hari ini Haris akan mengantarkan beberapa berkas yang akan ditandatangani, aku benar-benar masih bekerja di rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Kembali berbaring, anak-anak ada bersama dengan mereka siang ini dan terlihat sangat nyaman. Dean tersenyum dan mengusap kaki Kannaya dengan lembut seolah ingin memijatnya."Ada sesuatu yang kamu mau? Aku akan membelikannya,"
Dean cukup menikmati waktunya ketika dia menjaga Sang Putra sementara itu Kannaya tidur untuk mengembalikan semua tenaganya walaupun memang dia tidak begitu kesulitan untuk melahirkan tapi Dean tetap ingin yang terbaik untuk istrinya itu. Makanya dia membiarkan Kannaya beristirahat tanpa harus memikirkan apa-apa.Setelah puas bermain dengan kedua anaknya, putranya itu juga sudah tidur ketika Dean berjalan meninggalkan ruangan bayi. Dia turun ke lantai bawah untuk meminta pelayan menyiapkan makanan untuk istrinya. Karena dia ingin istrinya makan setelah ini supaya bisa kembali bertenaga dan pulih dengan cepat."Bawa semuanya ke kamar, saya akan lihat apakah istri saya sudah bangun atau belum."Pelayan yang ada di sana mengangguk patuh. Mereka mulai menyusun makanan yang akan dibawa sebelum mengikuti langkah kaki Dean menuju ke lantai atas dimana kamar majikan mereka itu berada. Saat Dean naik, dia tak menemukan Kannaya di atas ranjang. Hal itu membuatnya mencari ke beberapa tempat dan
Kannaya masuk ke dalam mobil dan memperhatikan sekitarnya sebelum menatap suaminya. "Mas kok banyak orang?"Dean tersenyum lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Mereka hanya penasaran, soalnya aku membawa kamu pulang dengan penjagaan dan pelayanan yang ketat. Tidak usah terlalu dipikirkan," ujarnya membuat Kannaya menghela napas dan mengangguk.Anak-anak mereka sudah ada di tempatnya yang begitu nyaman. Dean sudah mempersiapkannya dengan baik dan itu membuat Kannaya tersenyum. Dia bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuhnya sebelum nanti mereka tiba di rumah yang sedikit jauh. Dean menggenggam tangannya dan menemaninya melakukan semua itu. Dia tidak akan meninggalkan istrinya ini sendiri dan akan terus mendampinginya.Dean menyadarkan tubuhnya dan melihat jalanan di depan sana. Haris mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata dan berusaha setenang mungkin agar tidak membuat istri majikannya kenapa-napa. Dia tidak bisa bayangkan kalau istri majikannya itu meras
Kannaya menatap suster yang baru membantunya mengganti infus. Dia masih harus dirawat sampai besok baru kembali ke rumah.Dean keluar dari dalam kamar mandi dan menemukan istrinya yang sudah selesai melakukan pemeriksaan hingga dia tersenyum dan berjalan mendekati istrinya itu. Dia baru saja selesai mandi sementara Kannaya juga baru dibersihkan."Lain kali saat lukanya sudah agak membaik, aku yang akan memandikan kamu."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Dia menatap Dean yang terlihat segar dan tampan hingga akhirnya mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah anak-anaknya yang tidur dengan tenang. "Mas tidak bekerja?" tanyanya membuat Dean tersenyum dan mengambil tangannya untuk digenggam."Beberapa minggu ke depan Harris yang akan menghandlenya. Aku akan menemanimu mengurus anak-anak kita. Kalau kamu sudah tidak sakit lagi maka aku akan mulai mengurus pekerjaan." Dean berkata seraya tersenyum.Dia sudah menyiapkan semua ini dan sudah bertekad akan menemani istrinya seraya melahirka