Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya.
"Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau bicara dengan pria ini, dia sedang berusaha membuat Dean membencinya dan jika dia bicara saat ini maka dia itu akan menganggap kalau dia mempunyai akses untuk melakukan hal yang lebih jauh. Dia pernah mendengar sebuah kenyataan kalau diam takkan menambah masalah. Dia hanya bisa diam saja dan berhenti bicara."Separah ini merajuknya? Apa yang bisa kulakukan agar dia mau bicara," ujar dalam hati seraya menghela napas.Kannaya menghela napas lega karena Dean yang sudah melepaskan kungkungannya dan tidak lagi menahannya. Dia tampak menatap wajah pria itu sekilas, lalu mengusap bibirnya. Sementara Dean, dia menatap wajah Kannaya tanpa lepas. Sebelum akhirnya dia duduk dipinggiran meja."Sekesal itu kamu padaku hanya karena aku tidak mau melepaskanmu setelah nanti tanggal kesepakatan?" tanya Dean datar membuat Kannaya merasakan aura yang mulai mencekam.Dia menghela napas, memalingkan wajahnya ke arah lain dan tak mau menatap wajah Dean. Baginya menjelaskan apapun itu tidak ada gunanya, dia lebih baik diam. Mau Dean membencinya dan mencekik lehernya, itu jauh lebih baik. Dia tidak siap untuk hidup selamanya dengan pria otoriter yang pasti akan selalu mencegah langkahnya.Dia masih muda, nanti kalau sudah berhasil bercerai dia juga baru memasuki usia dua puluh empat tahunan. Sekarang bukan saatnya untuk membangun rumah tangga yang sungguhan. Dia tidak bisa membayangkan kalau akan mengalaminya, menjadi istri, merapikan isi rumah, melayani Dean, hamil dan melahirkan lalu akan merawat bayi pria ini hingga dewasa.Semua itu masih jauh dari list kehidupannya, dia belum bisa untuk melakukan semua ini karena bagaimanapun juga dia punya banyak mimpi yang harus dia jalankan dan wujudkan. Semua itu tidak cukup hanya dengan menjadi seorang istri dari pria yang kehidupannya tidak sama seperti manusia biasa."Baiklah, terserah. Kita akan melihat siapa yang lebih tahan atas hal ini," gumamnya lalu menatap wajah Kannaya yang masih sekaku semen.Wajahnya begitu menggemaskan bagi Dean hingga dia kembali menunduk dan menatapnya lebih dekat. Gadis ini memang memiliki keistimewaan dan dia tidak berbohong akan hal itu."Keterdiaman kamu malah bagus bagiku, Sayang. Aku bisa melakukan apapun tanpa penolakan kamu," ujarnya membuat Kannaya menatapnya dengan tatapan mulai khawatir.Dean kembali menciumnya dan bahkan menyusupkan tangannya ke balik pakaian gadis itu. Dia meraba tubuh Kannaya dengan lembut membuat gadis itu mulai menegang. Dia menahan tangan Dean, baru bereaksi saat pria itu mulai menuju lehernya dan menciumnya dengan penuh nafsu."Mas ..." Dia mendorong tubuh Dean, menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kamu lakukan?! Tidak cukupkah hanya dengan menganggap kalau aku hanya seorang pembantu?!" ujar Kannaya, tak peduli lagi.Tak peduli ketika Dean menatap wajahnya dengan tatapan serius karena dia marah-marah."Sehebat apapun Mas, aku tidak peduli! Aku tidak mau menjadi istri Mas selamanya! Ceraikan aku setahun lagi, agar aku bisa mengejar mimpiku! Mau sampai kapan aku harus terjerat disini tanpa ada kejelasan yang berarti? Aku tidak melakukan apapun dan hanya mengerjakan tugasku! Aku tidak pernah menggoda Mas sama sekali!" Kannaya berkata tak paham sama sekali.Dean tersenyum santai, lalu menghela napas pelan. "Satu hal yang biasanya disukai oleh pria adalah ketika melihat seorang gadis tidak menyukainya," balas Dean dengan santai dan bergerak mendekatinya. "Sama sekali aku tidak pernah melihatmu tertarik padaku selama kamu bekerja di apartemenku. Padahal semua orang menyukaiku. Kamu sendiri yang tidak pernah melakukannya," ucapnya membuatnya Kannaya mendengus sebal."Buat apa? Laki-laki bukan hanya Mas, ada banyak! Apalagi aku cantik, aku sempurna. Kekuranganku hanya tidak punya orang tua saja," ujar Kannaya kesal membuat Dean terkekeh pelan.Kannaya baru kali ini melihatnya tertawa begitu jika selama ini dia selalu melihat wajah Dean yang datar dan kaku. Namun dengan cepat dia kaget karena Dean sudah memeluknya dengan erat.Kannaya memberontak tapi tak bisa melakukan apapun. Dia tampak menatap wajah suaminya yang menyebalkan itu! Menyebutnya sebagai suami saja Kannaya kesal, dia sudah menyesali keputusannya untuk menikah dengan pria ini! Harusnya waktu itu dia melarikan diri saja! Hanya karena sebuah tragedi jasnya yang sobek, hanya karena sebuah jas yang sobek! Aaaaa!"Mas mengatakan kalau jas itu mahal, 'kan? Mas tahu berapa harga keperawananku yang sudah Mas ambil?" tanyanya tajam membuat Dean terkekeh pelan.Mata gadis itu tampak sangat serius tapi dia sangat menggemaskan. Percayalah, dia sangat menggemaskan kalau sudah begitu."Apa yang kamu minta atas harga keperawananmu yang sangat berharga itu, hmmm?" tanya Dean dengan lembut membuat Kannaya berpikir cepat."Uang dua milyar rupiah!" Kannaya berkata cepat tanpa ada rasa takut sama sekali membuat Dean tertawa lagi."Kuberikan lima puluh milyar, asalkan kamu menjadi istriku selamanya. Anggap saja itu adalah mahar yang sudah kuberian padamu. Bagaimana?" tanyanya santai membuat Kannaya menelan ludahnya."Pria ini gila! Dua milyar saja sudah banyak, bagaimana bisa dia malah memberikan aku lima puluh milyar?" batin Kannaya dengan tatapan panik.Dia sengaja meminta banyak supaya Dean membencinya, tapi siapa yang menyangka kalau pria ini malah memberikan lebih banyak lagi. Dean memang sudah gila!"Kamu memang sengaja melakukan semuanya agar bisa mengikatku dalam pernikahan ini, 'kan?" ujar Kannaya kesal membuat Dean tersenyum santai."Tentu saja." Dean menatapnya dengan serius. "Agar kamu juga akan tahu kalau aku selalu mendapatkan apapun yang kumau, termasuk dirimu," tambahnya lalu bergerak pelan dan menunduk menciumnya.Kannaya selalu mati rasa ketika Dean menciumnya dan memagut bibirnya dengan lembut dan penuh nafsu. Dia tak pernah menyangka kalau akan sampai pada saat ini, ketika dia mendapatkan ciuman dari pria yang sangat tidak sederajat dengannya."Apakah kamu setuju dengan penawaran yang aku berikan, Sayang?"Kannaya tak menjawab, dia berusaha untuk memikirkan cara yang mungkin bisa berguna. Pria ini harus dikasari supaya dia tahu kalau apa yang dia mau tidak semudah itu. Tetapi ketika dia sedang berpikir, Dean malah membuka jasnya masih sambil mencium bibir Kannaya. Dia melepaskan kancing kemejanya membuat Kannaya membulatkan matanya."Mas mau apa?" tanya Kannaya susah payah diantara ciumannya yang belum usai."Apalagi?" Dean terengah pelan dan menatap mata Kannaya dengan tatapan penuh nafsu. "Aku akan memberikan hukuman karena kamu tidak masuk ke kelasku, tidak menjawab pertanyaanku dan tidak menjawab penawaranku, kamu hanya diam saja. Maka dari itu aku akan menghukummu sekarang," ujarnya lalu menekan sandaran kursinya hingga menjadi lurus untuk telentang.Setelahnya dia mendorong Kannaya, lalu menaiki tubuh gadis itu dan menatap wajahnya dengan serius sebelum memagut bibirnya lagi. Kannaya memberontak tak senang, mau sampai kapanpun dia tidak akan mau mengulang malam itu lagi."Apa yang
Kannaya terengah, mendesah di bawah kungkungan suaminya yang menghujamnya dengan penuh nafsu dan semangat. Tangan pria itu tak tinggal diam, ikut meremas buah dadanya dengan gerakan yang masih naik turun. Dia menatap wajah istrinya yang tampak terengah menahan kenikmatan hingga senyumannya terlihat diantara wajahnya yang menampilkan kepuasan."Ah ... Ah ... Mas," desah Kannaya seraya memegang sisi kanan kirinya yang merupakan pinggiran kursi yang dia tiduri.Sementara pria itu malah makin terpacu semangatnya ketika dia mendengar Kannaya memanggilnya dengan balutan desahan yang mendominasi bibir seksinya yang terbuka itu."Kamu itu nikmat, ini nikmat, Sayang. Kamu rasakan, bukan?" ujar Dean dengan suaranya yang serak.Kannaya tak bisa berpikir jernih, dia hanya menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Pria itu tampak tersenyum lagi, seraya meremas buah dada Kannaya hingga tubuh gadisnya itu menggelinjang dibawah kuasanya."Ah! Emmhh ..." Kannaya melepaskan
Kannaya menarik napas panjang dan tak mau melihat Dean yang masih ada di atas tubuhnya, mereka masih menyatu hanya saja sedang menahan diri agar bisa menikmati sisa-sisa pelepasan itu.Setelah beberapa saat, Dean menatap wajah Kannaya yang sudah kelelahan dengan keringatnya yang masih mengalir deras di pelipis."Bagaimana?" tanyanya dengan suara serak dan seksi yang membuat telinga Kannaya merinding. "Aku berhasil memuaskanmu, 'kan, Sayang?" tambahnya lagi dengan jemari yang menelusuri leher Kannaya yang sudah penuh dengan ciumannya.Kannaya menarik napas, menggigit bibirnya karena merasa tidak nyaman dengan milik suaminya yang masih ada di dalam miliknya. Dia menatap wajah Dean yang juga menatapnya hingga dia bisa melihat tatapan penuh pesona dari pria mapan yang ada di atas tubuhnya saat ini."Mas juga sudah puas, 'kan? Kalau begitu kita impas," ujar Kannaya dengan suara lemahnya karena sejak tadi dia sudah berteriak dan mendesah tanpa kendali. "Anggap saja kita sudah saling memuask
Kannaya diam di gendongan Dean, selain karena tubuhnya lemah, tidak etis bila pria ini menciumnya di depan umum. Dean yang melihatnya patuh dengan senyuman menang terlihat menatap sekitarnya dan menemukan seorang satpam yang sudah biasa menyapa Kannaya dengan centil itu di dekat resepsionis dan sedang memperhatikan mereka. Dean tampak menatap tajam wajahnya sebagai peringatan, hingga satpam itu terlihat menatap wajahnya dengan alis berkerut."Terjadi sesuatu dengan Kannaya, Pak? Biar saya saja yang menggendongnya, bukankah dia pembantu anda?" tanya Satpam itu dengan tatapan penuh prihatin.Dia sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam dari Dean dan malah mengajukan dirinya untuk menggendong Kannaya. Dan itu tentu saja membuat emosi memuncak di kepala Dean. Sementara Kannaya, dia lebih mementingkan dirinya karena perutnya yang sakit dan rasa lemah yang menggerogotinya."Sebaiknya kau jaga jaraknya darinya sebelum aku memanggil atasanmu agar kau dipecat!" ujar Dean tajam membuat pr
Kannaya menatapnya yang balas menatap wajahnya. Dia sudah tahu kalau Dean pasti tidak akan terima, maka dari itu dia menunggu kemarahan suaminya.Namun beberapa lama dia menunggu, Dean tak kunjung bersuara melainkan hanya diam dan menyiapkan lagi red Velvet itu padanya. Kemarahan pria ini biasanya meledak-ledak, kalau dia hanya diam artinya dia belum marah."Berhentilah melakukan hal konyol, Mas. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dariku," ujar Kannaya tanpa menerima suapan itu padanya. "Hal konyol apa?" Dean menaikkan alisnya tak mengerti. "Memangnya kita melakukan sesuatu yang konyol?""Tentu saja, aku-""Kamu mendesah tadi ketika kita bercinta juga konyol?"Wajah Kannaya memanas mendengarnya, dia tampak menatap wajah pria itu yang sudah menaikkan alisnya, seolah menjadi sebuah hal tak dia pahami. Hal itu membuat Kannaya berhenti bicara dan tak mau membuat masalah apapun. Dia akui kalau dia menikmati percintaan tadi tapi itu bukan berarti kalau hatinya luluh."Makanlah agar kamu seg
Dean tak menjawab ucapan istrinya yang ada di depannya ini. Dia terlihat menatap wajah Kannaya yang mulai memerah. Namun gadis itu tampak menatap wajah suaminya yang sudah tersenyum kecil dan menghela napas sambil menatapnya."Pergilah istirahat kalau Mas memang lelah, mengapa malah menggangguku." Kannaya berkata tak senang membuat Dean tersenyum kecil dan menghela napasnya.Dia melepaskan pelukannya dan bisa melihat ada bekas keringatnya yang menempel di tubuh Kannaya. Gadis itu sudah bergerak menunduk, mengambil lagi kemoceng yang dijatuhkan oleh Dean dan menatap wajahnya tajam."Jangan menggangguku, cepatlah mandi!" Dean tersenyum kecil mendengar perintahnya. "Apakah kamu sedang menjadi seorang istri yang memerintah suamimu?" tanyanya santai sementara Kannaya sudah mendengus."Terserah kamu mau menganggapnya apa. Aku malas berurusan denganmu," ujarnya seraya berjalan pergi dan membersihkan kaca yang menjadi hiasan di salah sisi lemari televisi."Siapkan air mandiku," ujar Dean san
Kannaya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Dia mengerutkan dahinya ketika melihat pria yang tak lain adalah Dean. Dia masuk dengan tenang dan menatap datar wajah Kannaya."Mas butuh sesuatu?" tanyanya sambil membuka headset besar yang ada di telinganya.Melihat tatapan Kannaya yang santai bertanya, Dean berkacak pinggang. "Santai sekali kamu bertanya, seolah tidak melakukan sesuatu yang salah," ujarnya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya apa yang kulakukan?" tanya Kannaya membuat Dean menatap wajahnya serius."Kenapa meninggalkan makanan di meja makan dan kamu masuk kamar? Kenapa tidak makan denganku?" tanyanya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya biasanya bagaimana? Aku makan sesuai dengan kebiasaan selama ini, 'kan? Mas makan di ruangan makan seorang diri karena tidak mau diganggu dan aku juga tidak mau mengganggu. Jadi apa lagi yang salah?" tanya Kannaya tak mengerti.Kadang-kadang pemikiran pria ini harus diluruskan, dia bisa bersikap seenaknya tanpa memiki
Kannaya menatap Dean dengan tatapan tajam sementara pria itu balas menatapnya dan tersenyum. Dengan rontaan pelan Kannaya berusaha melepaskan pelukan pria itu tapi Dean menahannya dengan kuat dan tak bisa melakukan apa-apa."Lepaskan aku! Kamu gila, Mas!" maki Kannaya kesal membuat Dean tersenyum lebar. "Memang aku ini gila, Sayang. Apakah kamu mengira kalau aku waras? Kalau kemarin aku tidak akan melakukan seperti ini pada istriku." Dean menjawab santai seraya meletakkan dagunya di kepala Kannaya."Apa maksudmu?"Dean tersenyum kecil dan menarik napasnya. "Temani aku makan," ajaknya tanpa menjawab pertanyaan dari Kannaya. "Aku lapar sekali-""Aku tidak mau!" Kannaya menjawab tanpa rasa takut membuat Dean tersenyum dan mengurai pelukannya sendiri lalu memegang dagu Kannaya dengan tatapan serius."Kalau kamu tidak mau, maka aku akan melakukan percintaan sampai besok pagi. Ternyata kamu lebih mau bercinta daripada menemaniku makan, hmm? Aku tidak keberatan sama sekali sih, ayo kita laku
Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Kannaya tersenyum dan mengusap punggung suaminya dengan lembut ketika kedua orang tuanya pulang setelah seharian bermain di rumah ini bersama dengan anak kembar mereka. Dia tahu kalau berat apa yang dirasakan oleh suaminya makanya dia tidak mau memaksakan pria ini untuk bicara."Masuk dulu, aku baru membuat kopi untuk Mas," ujar Kannaya dengan lembut membuat Dean menatapnya dan tersenyum.Hari juga sudah malam dan tidak ada lagi yang harus mereka lakukan. Biasanya mereka sudah di dalam kamar dan memperhatikan anak-anak saat ini tapi karena suasana hati Dean yang belum membaik sejak tadi membuat Kannaya juga tidak akan membuatnya semakin berubah karena sejak di pria ini sudah diam saja tanpa banyak bicara.Masuk ke dalam rumah, Kannaya menutup pintunya dan melihat semua suami yang sudah berjalan ke arah sofa. Anak-anak sedang dijaga oleh baby sitter, dia biarkan kamar bersama dengan perawat kedua putranya itu karena dia ingin menemani suaminya."Mau menonton sebuah film?"Dean meletakk
Hari itu, Dean membiarkan kedua orang tuanya memegang dan menggendong bayinya. Sementara setelah beberapa saat kedua orang tuanya itu menggendong cucu, Dean membawa Kannaya ke tempat sunyi dan memeluknya dengan erat disana.Kannaya tersenyum, tahu kalau suasana hati suaminya sedikit berantakan akibat apa yang dia dapatkan hari ini. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, tentu saja membuatnya merasa sebal tapi tidak bisa menolak mereka hanya karena permintaannya."Aku tahu kalau Mas merasa tidak suka sama mereka yang datang secara tiba-tiba dan meminta maaf begitu saja. Aku tahu kalau Mas pastinya kesal, tapi mau sampai kapan kita akan terus saling membenci seperti itu?" tanya Kannaya dengan lembut.Dean menghela napas dan menatap wajah istrinya dengan tatapan sebal. "Aku semula sudah hidup dengan tenang sebelum kedatangan mereka, Sayang. Tetapi kedatangan mereka membuatku merasa sedikit kesal. Aku tahu kalau tidak boleh membenci orang tua terlalu lama, sebagai anak aku hanya dimi
Hari-hari berjalan dengan sangat baik setelah itu dan tidak ada lagi masalah-masalah yang terjadi. Keano dan Kenaan jaga anak yang baik dan tidak banyak menangis. Mereka senang karena ada yang menjaga apalagi sifatnya sangat ramah seperti ayah ibu mereka.Apa itu masih dalam fase pertumbuhan yang begitu panjang dan akan segera mereka lalui perlahan. Hanya dengan cara ini maka mereka bisa menunjukkan kalau sudah berhasil menjadi anak-anak yang sehat. "Keano tampan sekali pakai kacamata seperti itu," ujar Kannaya sambil bergerak dan memotret putranya yang satu lagi lalu memakaikan kacamata yang sama.Mereka sedang berjemur saat ini, sebuah rutinitas yang biasa dilakukan Kannaya sejak anak-anaknya lahir. Makanya dia sudah biasa walau masih ada bantuan dari suster yang memang sangat profesional. Dia sama sekali tidak kesulitan dalam merawat anaknya walau dia adalah ibu baru."Kalian itu mengikut Papa sekali, wajahnya juga mirip Papa," gumam Kannaya seraya menghela napas. "Kalian harus bi
Andreas menatap Camelia lalu menatap ke arah depan dan fokus mengemudi lagi. "Saya hanya mau menhenalmu lebih jauh. Apakah boleh?" tanyanya santai membuat Canelia makin membulatkan matanya."Hah?"Andreas menatapnya sejenak dan menuju ke rumah megah yang sudah terlihat di depan mata."Saya sering memperhatikanmu diam-diam. Jujur saja, saya suka dengan wanita pekerja keras sepertimu. Kau hampir sama seperti istrinya Dean, Kannaya yang bekerja keras. Walaupun sebenarnya seorang wanita itu tidak diwajibkan bekerja saat sudah menikah. Tetapi tidak selamanya seorang pria atau suami itu akan terus berada di atas. Suatu saat bisa saja hancur karena roda itu berputar. Untuk saat ini tentu saja kami bisa memberikan kebahagiaan dan segala kemewahan untuk istri. Tetapi siapa yang tahu nanti?"Camelia diam mendengarnya membicarakan itu, sumpah, dia belum paham! Kenapa Andreas yang merupakan seorang pria besar dan pengusaha ini mau membahas tentang hal ini dengannya? Dengan dia yang bukan siapa-sia
Kannaya benar-benar tidak repot mengurus anak kembarnya karena ada baby sitter. Dia hanya memerah ASI, memulihkan dirinya dan membuat semuanya menjadi lebih mudah hanya dengan menjalaninya dengan santai.Kannaya mendapatkan support dan juga bantuan sepenuhnya dari Dean, seperti yang sekarang mereka lakukan. Dia memerah ASI, sementara itu Dean yang menuliskan tanggalnya kalau dia masukkan ke dalam lemari pendingin kecil yang disediakan langsung anaknya."Hari ini Camelia akan datang katanya, Mas mau bekerja atau tidak? Apakah berangkat hari ini?"Dean tersenyum lalu menggeleng pelan. "Hari ini Haris akan mengantarkan beberapa berkas yang akan ditandatangani, aku benar-benar masih bekerja di rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Kembali berbaring, anak-anak ada bersama dengan mereka siang ini dan terlihat sangat nyaman. Dean tersenyum dan mengusap kaki Kannaya dengan lembut seolah ingin memijatnya."Ada sesuatu yang kamu mau? Aku akan membelikannya,"
Dean cukup menikmati waktunya ketika dia menjaga Sang Putra sementara itu Kannaya tidur untuk mengembalikan semua tenaganya walaupun memang dia tidak begitu kesulitan untuk melahirkan tapi Dean tetap ingin yang terbaik untuk istrinya itu. Makanya dia membiarkan Kannaya beristirahat tanpa harus memikirkan apa-apa.Setelah puas bermain dengan kedua anaknya, putranya itu juga sudah tidur ketika Dean berjalan meninggalkan ruangan bayi. Dia turun ke lantai bawah untuk meminta pelayan menyiapkan makanan untuk istrinya. Karena dia ingin istrinya makan setelah ini supaya bisa kembali bertenaga dan pulih dengan cepat."Bawa semuanya ke kamar, saya akan lihat apakah istri saya sudah bangun atau belum."Pelayan yang ada di sana mengangguk patuh. Mereka mulai menyusun makanan yang akan dibawa sebelum mengikuti langkah kaki Dean menuju ke lantai atas dimana kamar majikan mereka itu berada. Saat Dean naik, dia tak menemukan Kannaya di atas ranjang. Hal itu membuatnya mencari ke beberapa tempat dan
Kannaya masuk ke dalam mobil dan memperhatikan sekitarnya sebelum menatap suaminya. "Mas kok banyak orang?"Dean tersenyum lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Mereka hanya penasaran, soalnya aku membawa kamu pulang dengan penjagaan dan pelayanan yang ketat. Tidak usah terlalu dipikirkan," ujarnya membuat Kannaya menghela napas dan mengangguk.Anak-anak mereka sudah ada di tempatnya yang begitu nyaman. Dean sudah mempersiapkannya dengan baik dan itu membuat Kannaya tersenyum. Dia bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuhnya sebelum nanti mereka tiba di rumah yang sedikit jauh. Dean menggenggam tangannya dan menemaninya melakukan semua itu. Dia tidak akan meninggalkan istrinya ini sendiri dan akan terus mendampinginya.Dean menyadarkan tubuhnya dan melihat jalanan di depan sana. Haris mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata dan berusaha setenang mungkin agar tidak membuat istri majikannya kenapa-napa. Dia tidak bisa bayangkan kalau istri majikannya itu meras
Kannaya menatap suster yang baru membantunya mengganti infus. Dia masih harus dirawat sampai besok baru kembali ke rumah.Dean keluar dari dalam kamar mandi dan menemukan istrinya yang sudah selesai melakukan pemeriksaan hingga dia tersenyum dan berjalan mendekati istrinya itu. Dia baru saja selesai mandi sementara Kannaya juga baru dibersihkan."Lain kali saat lukanya sudah agak membaik, aku yang akan memandikan kamu."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Dia menatap Dean yang terlihat segar dan tampan hingga akhirnya mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah anak-anaknya yang tidur dengan tenang. "Mas tidak bekerja?" tanyanya membuat Dean tersenyum dan mengambil tangannya untuk digenggam."Beberapa minggu ke depan Harris yang akan menghandlenya. Aku akan menemanimu mengurus anak-anak kita. Kalau kamu sudah tidak sakit lagi maka aku akan mulai mengurus pekerjaan." Dean berkata seraya tersenyum.Dia sudah menyiapkan semua ini dan sudah bertekad akan menemani istrinya seraya melahirka