Kannaya menatapnya yang balas menatap wajahnya. Dia sudah tahu kalau Dean pasti tidak akan terima, maka dari itu dia menunggu kemarahan suaminya.Namun beberapa lama dia menunggu, Dean tak kunjung bersuara melainkan hanya diam dan menyiapkan lagi red Velvet itu padanya. Kemarahan pria ini biasanya meledak-ledak, kalau dia hanya diam artinya dia belum marah."Berhentilah melakukan hal konyol, Mas. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dariku," ujar Kannaya tanpa menerima suapan itu padanya. "Hal konyol apa?" Dean menaikkan alisnya tak mengerti. "Memangnya kita melakukan sesuatu yang konyol?""Tentu saja, aku-""Kamu mendesah tadi ketika kita bercinta juga konyol?"Wajah Kannaya memanas mendengarnya, dia tampak menatap wajah pria itu yang sudah menaikkan alisnya, seolah menjadi sebuah hal tak dia pahami. Hal itu membuat Kannaya berhenti bicara dan tak mau membuat masalah apapun. Dia akui kalau dia menikmati percintaan tadi tapi itu bukan berarti kalau hatinya luluh."Makanlah agar kamu seg
Dean tak menjawab ucapan istrinya yang ada di depannya ini. Dia terlihat menatap wajah Kannaya yang mulai memerah. Namun gadis itu tampak menatap wajah suaminya yang sudah tersenyum kecil dan menghela napas sambil menatapnya."Pergilah istirahat kalau Mas memang lelah, mengapa malah menggangguku." Kannaya berkata tak senang membuat Dean tersenyum kecil dan menghela napasnya.Dia melepaskan pelukannya dan bisa melihat ada bekas keringatnya yang menempel di tubuh Kannaya. Gadis itu sudah bergerak menunduk, mengambil lagi kemoceng yang dijatuhkan oleh Dean dan menatap wajahnya tajam."Jangan menggangguku, cepatlah mandi!" Dean tersenyum kecil mendengar perintahnya. "Apakah kamu sedang menjadi seorang istri yang memerintah suamimu?" tanyanya santai sementara Kannaya sudah mendengus."Terserah kamu mau menganggapnya apa. Aku malas berurusan denganmu," ujarnya seraya berjalan pergi dan membersihkan kaca yang menjadi hiasan di salah sisi lemari televisi."Siapkan air mandiku," ujar Dean san
Kannaya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Dia mengerutkan dahinya ketika melihat pria yang tak lain adalah Dean. Dia masuk dengan tenang dan menatap datar wajah Kannaya."Mas butuh sesuatu?" tanyanya sambil membuka headset besar yang ada di telinganya.Melihat tatapan Kannaya yang santai bertanya, Dean berkacak pinggang. "Santai sekali kamu bertanya, seolah tidak melakukan sesuatu yang salah," ujarnya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya apa yang kulakukan?" tanya Kannaya membuat Dean menatap wajahnya serius."Kenapa meninggalkan makanan di meja makan dan kamu masuk kamar? Kenapa tidak makan denganku?" tanyanya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya biasanya bagaimana? Aku makan sesuai dengan kebiasaan selama ini, 'kan? Mas makan di ruangan makan seorang diri karena tidak mau diganggu dan aku juga tidak mau mengganggu. Jadi apa lagi yang salah?" tanya Kannaya tak mengerti.Kadang-kadang pemikiran pria ini harus diluruskan, dia bisa bersikap seenaknya tanpa memiki
Kannaya menatap Dean dengan tatapan tajam sementara pria itu balas menatapnya dan tersenyum. Dengan rontaan pelan Kannaya berusaha melepaskan pelukan pria itu tapi Dean menahannya dengan kuat dan tak bisa melakukan apa-apa."Lepaskan aku! Kamu gila, Mas!" maki Kannaya kesal membuat Dean tersenyum lebar. "Memang aku ini gila, Sayang. Apakah kamu mengira kalau aku waras? Kalau kemarin aku tidak akan melakukan seperti ini pada istriku." Dean menjawab santai seraya meletakkan dagunya di kepala Kannaya."Apa maksudmu?"Dean tersenyum kecil dan menarik napasnya. "Temani aku makan," ajaknya tanpa menjawab pertanyaan dari Kannaya. "Aku lapar sekali-""Aku tidak mau!" Kannaya menjawab tanpa rasa takut membuat Dean tersenyum dan mengurai pelukannya sendiri lalu memegang dagu Kannaya dengan tatapan serius."Kalau kamu tidak mau, maka aku akan melakukan percintaan sampai besok pagi. Ternyata kamu lebih mau bercinta daripada menemaniku makan, hmm? Aku tidak keberatan sama sekali sih, ayo kita laku
Kepala Kanannya jatuh dan itu membuatnya terbangun. Dia bergerak pelan dan merasa seluruh pandangannya silau dengan warna putih dimana-mana."Apakah aku sudah ada di syurga?" batinnya dengan tangan yang berusaha dia gerakkan.Tetapi dia merasa ada yang menahannya. Sebuah selang infus dan sontak saja itu membuatnya kaget. Dia menatap sekitarnya dan hanya ada dia sendiri disana. Kannaya menahan ulu hatinya yang masih terasa mual, dia meringis pelan dan mulai menyadari dia ada dimana."Rumah sakit?" tanyanya bingung. "Ah, kenapa aku dirumah sakit?" batinnya seraya bergerak pelan.Ketika dia bergerak, saat itulah pintu kamarnya terbuka dan seorang dokter wanita masuk. Dia membawa nampan ditangannya lalu menaikkan alisnya melihat jika Kannaya sudah bangun."Bangun juga akhirnya." Dokter itu berkata membuat Kannaya menatapnya. "Dimana saya?" Dokter itu tampak menatapnya dengan raut wajah agak tak senang. "Di rumah sakit," jawabnya jutek dan itu membuat Kannaya memegang perutnya."Siapa ya
"Aku hanya pelayanmu, kenapa harus peduli padaku?!" Kannaya meracau ketika Dean ada di sebelahnya dan bertanya tentang apa yang dia alami."Sssttt, kenapa? Siapa yang mengatakan kalau kamu adalah pelayanku? Siapa yang sudah mengganggumu di sini? Katakan padaku, aku akan menghancurkannya," ujar Dean dengan lembut.Dia tahu kalau Kannaya memang kekanakan, selain itu gadis ini juga sedang sakit dan tidak bisa mengontrol keadaan hatinya. Ketika ada yang mengusiknya tentu saja dia tidak akan senang dan mengamuk seperti ini. Bersama dengan Dean saja dia masih mau mengamuk padahal Dean memperlakukannya dengan baik, apalagi bersama dengan orang lain yang sengaja untuk menyakiti perasaannya."Tidak perlu! Aku hanya mau pulang dan tidak mau di sini!" Kannaya berusaha melepaskan tangan Dean dari tubuhnya. "Lepaskan aku! Lepaskan!" ujarnya dengan tatapan yang mulai berair dan bibir yang bergetar.Dean memeluknya, membenamkan wajah Kannaya yang memucat itu ke dadanya. Dia membiarkan Kannaya menangi
Kannaya perlahan meringis dan membuka matanya. Dia merasa pusing dan sakit diperutnya berkurang banyak, dia menatap silau yang ada di sekitarnya."Aku harap ini di surga," gumamnya pelan."Mana mungkin."Kannaya tersentak mendengar suara bariton yang menembus kepalanya. Dia menatap wajah yang bicara itu, hingga bisa ditangkap seseorang sedang duduk di sebelah ranjangnya dan wajahnya agak kabur.Namun, sosok itu mendekatinya dan mencium dahinya dengan lembut. Kannaya menatap wajahnya yang sudah tersenyum, pria itu adalah ... "Mas Dean?" tanyanya lemah membuat Dean tersenyum dan mengecup bibirnya lembut."Akhirnya kamu sadar, Sayang. Aku cemas sekali dengan keadaanmu," ujar Dean lembut membuat Kannaya menelan ludahnya.Dia menatap sekitarnya dan dia nyatanya masih ada di rumah sakit, lalu ketika dia melihat ke arah pintu, ada beberapa pria berpakaian hitam dan seorang wanita yang duduk dengan kondisi diikat. Tatapan Kannaya yang berkerut melihat wanita itu membuat Dean tersenyum kecil
Kannaya berbaring dengan malas di atas ranjangnya tapi dia tidak boleh ke mana-mana. Dean sedang pergi ke kantornya sebentar dan berjanji akan segera kembali untuk Kannaya, saat ini adalah sore di hari kedua dia dirawat di rumah sakit.Keadaan tubuhnya memang tidak baik-baik saja dan asam lambungnya sering kambuh dalam waktu empat jam setelah dia merasa lebih baik. Makanya dokter masih harus terus melakukan banyak hal untuknya agar dia bisa sembuh dalam waktu kurang dari dua minggu."Aku bosan sekali." Kannaya menghela napas pelan.Saat dia akan memejamkan matanya, suara pintu terdengar dan membuatnya menatap ke arah depan."Saya teman dari Kannaya dari universitas dan juga pernah menyewa kost bersama. Katakan saja kalau nama saya Camelia," ujar gadis itu membuat dua penjaga di depan pintu menatap satu sama lain."Kamu laporkan pada Nona Muda, aku yang akan berjaga di depan," ujar yang satu membuat temannya mengangguk.Camelia tampak menatap pintu yang terbuka tapi tertutup lagi. Seme
Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Kannaya tersenyum dan mengusap punggung suaminya dengan lembut ketika kedua orang tuanya pulang setelah seharian bermain di rumah ini bersama dengan anak kembar mereka. Dia tahu kalau berat apa yang dirasakan oleh suaminya makanya dia tidak mau memaksakan pria ini untuk bicara."Masuk dulu, aku baru membuat kopi untuk Mas," ujar Kannaya dengan lembut membuat Dean menatapnya dan tersenyum.Hari juga sudah malam dan tidak ada lagi yang harus mereka lakukan. Biasanya mereka sudah di dalam kamar dan memperhatikan anak-anak saat ini tapi karena suasana hati Dean yang belum membaik sejak tadi membuat Kannaya juga tidak akan membuatnya semakin berubah karena sejak di pria ini sudah diam saja tanpa banyak bicara.Masuk ke dalam rumah, Kannaya menutup pintunya dan melihat semua suami yang sudah berjalan ke arah sofa. Anak-anak sedang dijaga oleh baby sitter, dia biarkan kamar bersama dengan perawat kedua putranya itu karena dia ingin menemani suaminya."Mau menonton sebuah film?"Dean meletakk
Hari itu, Dean membiarkan kedua orang tuanya memegang dan menggendong bayinya. Sementara setelah beberapa saat kedua orang tuanya itu menggendong cucu, Dean membawa Kannaya ke tempat sunyi dan memeluknya dengan erat disana.Kannaya tersenyum, tahu kalau suasana hati suaminya sedikit berantakan akibat apa yang dia dapatkan hari ini. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, tentu saja membuatnya merasa sebal tapi tidak bisa menolak mereka hanya karena permintaannya."Aku tahu kalau Mas merasa tidak suka sama mereka yang datang secara tiba-tiba dan meminta maaf begitu saja. Aku tahu kalau Mas pastinya kesal, tapi mau sampai kapan kita akan terus saling membenci seperti itu?" tanya Kannaya dengan lembut.Dean menghela napas dan menatap wajah istrinya dengan tatapan sebal. "Aku semula sudah hidup dengan tenang sebelum kedatangan mereka, Sayang. Tetapi kedatangan mereka membuatku merasa sedikit kesal. Aku tahu kalau tidak boleh membenci orang tua terlalu lama, sebagai anak aku hanya dimi
Hari-hari berjalan dengan sangat baik setelah itu dan tidak ada lagi masalah-masalah yang terjadi. Keano dan Kenaan jaga anak yang baik dan tidak banyak menangis. Mereka senang karena ada yang menjaga apalagi sifatnya sangat ramah seperti ayah ibu mereka.Apa itu masih dalam fase pertumbuhan yang begitu panjang dan akan segera mereka lalui perlahan. Hanya dengan cara ini maka mereka bisa menunjukkan kalau sudah berhasil menjadi anak-anak yang sehat. "Keano tampan sekali pakai kacamata seperti itu," ujar Kannaya sambil bergerak dan memotret putranya yang satu lagi lalu memakaikan kacamata yang sama.Mereka sedang berjemur saat ini, sebuah rutinitas yang biasa dilakukan Kannaya sejak anak-anaknya lahir. Makanya dia sudah biasa walau masih ada bantuan dari suster yang memang sangat profesional. Dia sama sekali tidak kesulitan dalam merawat anaknya walau dia adalah ibu baru."Kalian itu mengikut Papa sekali, wajahnya juga mirip Papa," gumam Kannaya seraya menghela napas. "Kalian harus bi
Andreas menatap Camelia lalu menatap ke arah depan dan fokus mengemudi lagi. "Saya hanya mau menhenalmu lebih jauh. Apakah boleh?" tanyanya santai membuat Canelia makin membulatkan matanya."Hah?"Andreas menatapnya sejenak dan menuju ke rumah megah yang sudah terlihat di depan mata."Saya sering memperhatikanmu diam-diam. Jujur saja, saya suka dengan wanita pekerja keras sepertimu. Kau hampir sama seperti istrinya Dean, Kannaya yang bekerja keras. Walaupun sebenarnya seorang wanita itu tidak diwajibkan bekerja saat sudah menikah. Tetapi tidak selamanya seorang pria atau suami itu akan terus berada di atas. Suatu saat bisa saja hancur karena roda itu berputar. Untuk saat ini tentu saja kami bisa memberikan kebahagiaan dan segala kemewahan untuk istri. Tetapi siapa yang tahu nanti?"Camelia diam mendengarnya membicarakan itu, sumpah, dia belum paham! Kenapa Andreas yang merupakan seorang pria besar dan pengusaha ini mau membahas tentang hal ini dengannya? Dengan dia yang bukan siapa-sia
Kannaya benar-benar tidak repot mengurus anak kembarnya karena ada baby sitter. Dia hanya memerah ASI, memulihkan dirinya dan membuat semuanya menjadi lebih mudah hanya dengan menjalaninya dengan santai.Kannaya mendapatkan support dan juga bantuan sepenuhnya dari Dean, seperti yang sekarang mereka lakukan. Dia memerah ASI, sementara itu Dean yang menuliskan tanggalnya kalau dia masukkan ke dalam lemari pendingin kecil yang disediakan langsung anaknya."Hari ini Camelia akan datang katanya, Mas mau bekerja atau tidak? Apakah berangkat hari ini?"Dean tersenyum lalu menggeleng pelan. "Hari ini Haris akan mengantarkan beberapa berkas yang akan ditandatangani, aku benar-benar masih bekerja di rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Kembali berbaring, anak-anak ada bersama dengan mereka siang ini dan terlihat sangat nyaman. Dean tersenyum dan mengusap kaki Kannaya dengan lembut seolah ingin memijatnya."Ada sesuatu yang kamu mau? Aku akan membelikannya,"
Dean cukup menikmati waktunya ketika dia menjaga Sang Putra sementara itu Kannaya tidur untuk mengembalikan semua tenaganya walaupun memang dia tidak begitu kesulitan untuk melahirkan tapi Dean tetap ingin yang terbaik untuk istrinya itu. Makanya dia membiarkan Kannaya beristirahat tanpa harus memikirkan apa-apa.Setelah puas bermain dengan kedua anaknya, putranya itu juga sudah tidur ketika Dean berjalan meninggalkan ruangan bayi. Dia turun ke lantai bawah untuk meminta pelayan menyiapkan makanan untuk istrinya. Karena dia ingin istrinya makan setelah ini supaya bisa kembali bertenaga dan pulih dengan cepat."Bawa semuanya ke kamar, saya akan lihat apakah istri saya sudah bangun atau belum."Pelayan yang ada di sana mengangguk patuh. Mereka mulai menyusun makanan yang akan dibawa sebelum mengikuti langkah kaki Dean menuju ke lantai atas dimana kamar majikan mereka itu berada. Saat Dean naik, dia tak menemukan Kannaya di atas ranjang. Hal itu membuatnya mencari ke beberapa tempat dan
Kannaya masuk ke dalam mobil dan memperhatikan sekitarnya sebelum menatap suaminya. "Mas kok banyak orang?"Dean tersenyum lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Mereka hanya penasaran, soalnya aku membawa kamu pulang dengan penjagaan dan pelayanan yang ketat. Tidak usah terlalu dipikirkan," ujarnya membuat Kannaya menghela napas dan mengangguk.Anak-anak mereka sudah ada di tempatnya yang begitu nyaman. Dean sudah mempersiapkannya dengan baik dan itu membuat Kannaya tersenyum. Dia bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuhnya sebelum nanti mereka tiba di rumah yang sedikit jauh. Dean menggenggam tangannya dan menemaninya melakukan semua itu. Dia tidak akan meninggalkan istrinya ini sendiri dan akan terus mendampinginya.Dean menyadarkan tubuhnya dan melihat jalanan di depan sana. Haris mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata dan berusaha setenang mungkin agar tidak membuat istri majikannya kenapa-napa. Dia tidak bisa bayangkan kalau istri majikannya itu meras
Kannaya menatap suster yang baru membantunya mengganti infus. Dia masih harus dirawat sampai besok baru kembali ke rumah.Dean keluar dari dalam kamar mandi dan menemukan istrinya yang sudah selesai melakukan pemeriksaan hingga dia tersenyum dan berjalan mendekati istrinya itu. Dia baru saja selesai mandi sementara Kannaya juga baru dibersihkan."Lain kali saat lukanya sudah agak membaik, aku yang akan memandikan kamu."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Dia menatap Dean yang terlihat segar dan tampan hingga akhirnya mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah anak-anaknya yang tidur dengan tenang. "Mas tidak bekerja?" tanyanya membuat Dean tersenyum dan mengambil tangannya untuk digenggam."Beberapa minggu ke depan Harris yang akan menghandlenya. Aku akan menemanimu mengurus anak-anak kita. Kalau kamu sudah tidak sakit lagi maka aku akan mulai mengurus pekerjaan." Dean berkata seraya tersenyum.Dia sudah menyiapkan semua ini dan sudah bertekad akan menemani istrinya seraya melahirka