“Tugasmu hanya memastikan semua kebutuhan putriku terpenuhi. Aku tidak mau ada kesalahan atau keluhan karena putriku butuh perhatian khusus. Selalu ada setiap kali dia memanggil dan jangan banyak beralasan.” Demi Naraya, kini Evangeline bersikap tegas ke pelayan rumah.Naraya sendiri merasa tidak enak hati, soalnya dia juga sebenarnya tidak perlu pelayan khusus. Dia ingin mandiri dan membiasakan diri dengan kondisinya, tapi Evangeline mencemaskan setiap waktu. Membuat Naraya akhirnya mau tidak mau menerima semua keputusan Evangeline.“Baik, saya mengerti Nyonya,” ucap pelayan berumur sekitar dua puluhan itu.Evangeline sebenarnya meminta ke agency penyalur tenaga kerja untuk mencarikan yang sudah pengalaman, tapi karena tidak ada pilihan lain, hingga akhirnya membuatnya menerima pelayan itu.“Ini putriku Anira.” Evangeline memperkenalkan Naraya ke pelayan baru itu.“Saya Mila, Nona.” Pelayan itu terlihat sopan.Naraya mengangguk mendengar suara Mila, dari suara itu Naraya bisa menebak
Mila menatap bayangan dari pantulan cermin. Sesekali mengusap wajah dan merapikan rambutnya yang tergerai.“Aku juga cantik, tidak kalah sama istri butanya Tuan Kalandra. Kalau aku menggodanya, apa aku salah.”Mila tersenyum miring setelah mengucapkan kalimat itu. Dia membuka ponsel karena berkedip dan ada pesan masuk di sana. Mila membaca pesan yang didapatkan dan membalasnya lagi.“Ah … tampaknya aku harus bekerja keras agar bisa memikatnya,” gumam Mila.**Kalandra berada di ruang kerjanya karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Mila yang malam itu belum tidur, melihat lampu ruang kerja Kalandra terbuka.“Kebetulan sekali,” gumam Mila.Mila mengetuk pintu, membuat Kalandra menoleh ke arahnya.“Ada apa?” tanya Kalandra saat melihat Mila di ambang pintu.“Apa Anda lembur? Mau saya buatkan kopi?” tanya Mila.Kalandra melirik ke cangkir yang memang sudah kosong, hingga kemudian memandang ke Mila.“Baiklah, buatkan secangkir kopi,” perintah Kalandra.Mila mengangguk dengan seulas
“Ini minumlah.” Kalandra memberikan segelas air putih untuk Naraya.“Terima ka … sih.” Naraya menerima air putih itu dengan sedikit perasaan heran, hidungnya mencium aroma wangi dan manis dari tangan suaminya. Sedangkan Naraya tahu jika Kalandra tidak pernah memakai parfum seperti itu.“Ada apa?” tanya Kalandra karena Naraya tidak langsung minum.“Oh … tidak ada.” Naraya tersadar dari lamunan, kemudian memilih segera minum.Kalandra dengan setia menunggu, lantas mengambil kembali gelas kosong dari tanan Naraya.Naraya masih memikirkan bau parfum siapa hingga menempel di tangan suaminya, sampai dia tidak tahu jika Kalandra ternyata mengamati Naraya yang hanya diam.“Mau tidur lagi, hm ….” Kalandra berjongkok di depan Naraya sambil memegang kedua telapak tangan istrinya itu.Naraya mengangguk-angguk, kemudian melepas tangan dari Kalandra untuk naik ke tempat tidur. Kalandra sendiri membantu Naraya dan menaikkan selimut untuk menutupi kaki sang istri, sebelum dia juga ikut naik ke ranjan
Naraya melingkarkan kedua lengan di leher Kalandra saat suaminya itu berganti posisi dan kini berada di atas tubuhnya. Dia memejamkan mata dengan bibis saling bertautan akan ciuman yang semakin panas dan bergairah.Kalandra menindih tubuh Naraya, satu tangan menaikkan ujung baju tidur yang dikenakan Naraya hingga sebatas paha, kemudian tangan menelusup masuk hingga menyentuh bagian inti tubuh istrinya.Naraya sedikit berjengit ketika tangan Kalandra menyentuh area sensitifnya, membuat Kalandra melepas pagutan bibir mereka dan juga menjauhkan tangannya.“Ada apa, Ra?” Kalandra takut Naraya trauma kembali.“Tidak apa-apa, hanya sedikit terkejut.” Naraya bicara sambil mengulas senyum.“Kamu benar-benar ingin melakukannya?” tanya Kalandra memastikan.“Aku menginginkanmu, Al.” Tatapan Naraya begitu sayu, wajahnya merah karena menahan sesuatu yang mulai naik dan menguasai pikirannya.Kalandra pun menuruti ucapan Naraya karena dia pun mulai terpancing gairah untuk melakukan penyatuan dengan
Mila masuk ke kamar Naraya setelah Kalandra pergi, hendak membersihkan kamar itu sesuai dengan pekerjaannya.“Saya akan membersihkan ranjang dulu, Nona.” Mila bicara dengan Naraya yang duduk di ranjang.“Oh, tentu.” Naraya hendak turun dari ranjang, Mila langsung mendekat dan membantu majikannya itu turun.Naraya mencium aroma parfum yang sama dengan semalam dirinya cium dari tangan Kalandra. Hingga dia tertegun beberapa saat dalam posisi berdiri.“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Mila saat melihat Naraya melamun.Naraya menggelengkan kepala, lantas memanjangkan tongkat dan berjalan dengan bantuan tongkat.Mila mengamati Naraya yang berjalan menuju sofa, hingga kemudian tersenyum miring seolah mengejek Naraya yang buta.“Aku yakin dia hanya dijadikan pelampiasan saja, apa hebatnya wanita buta itu,” gumam Mila dalam hati.**Naraya duduk termenung seoran diri, memikirkan parfum yang diciumnya membuat pikirannya tidak tenang. Dia berjalan menuju pintu, lantas mengunci kamarnya.Naraya
“Biar aku yang buatkan.” Naraya berada di dapur dan ingin membuatkan kopi untuk Kalandra yang baru pulang bekerja.“Tapi Nona, bagaimana kalau tangan Anda terkena air panas?” tanya pelayan rumah yang sudah bekerja di sana bertahun-tahun lamanya.“Aku akan hati-hati, mungkin simbok bisa bantu tuangkan airnya, aku yang akan meracik kopinya,” jawab Naraya. Sejak dirinya buta, Naraya tidak pernah lagi membuatkan kopi untuk Kalandra. Dia tahu kalau suaminya sangat suka kopi buatannya, karena itu dia bersikukuh ingin membuatkan untuk Kalandra sore itu.Mila melihat Naraya yang sedang bicara dengan pelayan senior di sana, hingga terlintas sebuah ide di kepalanya, membuat Mila akhirnya mendekat dan menghampiri keduanya.“Mbok, biar saya yang bantu Nona, Simbok kerjakan yang lain saja,” kata Mila mencoba mengambil alih untuk mengurus Naraya.Pelayan rumah Evangeline itu menoleh, hingga kemudian menatap Naraya sebelum akhirnya mengangguk setuju.“Ya sudah, soalnya aku masih harus menyiapkan mak
Kalandra menurunkan Naraya di ranjang, kemudian kembali memperhatikan tangan sang istri yang terluka.“Kenapa kamu membuat kopi sendiri? Kenapa tidak minta tolong ke pelayan saja?” tanya Kalandra yang tidak bisa melihat istrinya terluka.“Aku ingin sekali membuatkan kopi lagi untukmu,” jawab Naraya sambil menahan panas di kulit karena tumpahan kopi panas.“Tapi kalau kamu terluka seperti ini, aku malah akan mencemaskanmu,” ujar Kalandra. Ditatapnya wajah Naraya yang begitu sedih. “Kenapa kamu juga tiba-tiba ingin membuatkan kopi untukku?” tanya Kalandra kemudian, satu tangan digunakan untuk menyentuh pipi Naraya.Naraya terdiam, hingga kemudian teringat akan percakapannya dengan Kenan dan Amanda siang tadi.“Al, boleh aku tanya sesuatu? Jujur, aku tidak bisa memendamnya sendiri,” ujar Naraya.“Tanya saja, apa yang tidak boleh kamu tanyakan? Kamu berhak bertanya jika memang menginginkan,” balas Kalandra mengizinkan.Naraya menarik napas panjang, kemudian menghela perlahan. Dia pun memb
Kalandra menatap wajah Naraya yang sudah terlelap, diusapnya dengan lembut pipi Naraya, sebelum kemudian mengecup lembut kening Naraya. Dia bangun dari tempat tidurnya karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.Naraya membuka kelopak mata saat mendengar suara pintu tertutup. Dia memeluk erat ujung selimut yang menutupi sebatas dada, pikirannya masih tidak tenang meski Kalandra sudah menjelaskan.Saat Kalandra akan masuk ke ruang kerja. Mila melihat pria itu hingga seringai jahat muncul di wajah. Dia kembali ke kamarnya, mengganti pakaiannya dengan lingerie seksi beserta kimononya. Bahkan menyemprotkan parfum agak banyak, untuk membuat Kalandra tergoda.“Ini sudah cukup,” gumam Mila sambil menatap penampilannya yang begitu seksi.Dia sengaja mengincar saat malam hari di mana semua orang sudah beristirahat. Mila pun membuka pintu dan menengok ke kanan-kiri, lantas keluar dan berjalan ke ruang kerja Kalandra.Kalandra sudah duduk di kursinya dan kini sedang mengecek ber