"Mentang-mentang dia sudah biasa mengurus putri kekasihnya, lalu dia merasa paling tahu apa-apa tentang anak kecil? Cih! Sombong sekali!” Peony berhenti melangkah, lalu menendang rumput guna menyalurkan kekesalan pada Kheil. Wanita ini kembali berjalan dan terus menggerutu. “Aku juga biasa mengurus anak kecil kok di gereja—" "Jangan pergi." "Aaaa!!!" Peony berteriak terkejut. Bagaimana tidak, Kheil tahu-tahu saja sudah berada di depannya. Menghalangi jalan Peony. "Kau?!" "Jangan pergi." Kheil kembali berucap. Tentu saja masih dengan nada datarnya seperti biasa. Ke mana nada tinggi pria itu tadi? Apakah sudah menghilang setelah konser marah-marah? "Kau tidak ada hak melarangku pergi!" desis Peony tajam. Rasa sakit hatinya masih basah dan tidak semudah itu mengering. Peony akan membuktikan kalau dia bukanlah orang yang mudah memaafkan setelah disakiti. Lihat saja! "Minggir!" Peony mendorong tubuh Kheil dan melanjutkan langkah. Mulutnya kembali menggerutu. Kali ini tanpa suara. "Ak
“Kau sepertinya sangat menyayangi Livy.” Peony membuka pembicaraan setelah ia dan Kheil mengistirahatkan diri beberapa saat lalu di sebuah bangku panjang yang berada di bawah salah satu pohon taman. Pandangan mereka tertuju pada Livy yang saat ini sedang bermain kejar-kejaran dengan dua orang adik kakak yang merupakan anak dari penghuni apartemen di lantai dua. Beberapa waktu lalu Livy langsung dekat dengan kakak beradik itu yang kebetulan juga sedang menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya. Kini orang tua dua anak tersebut mengawasi anak-anak mereka sambil mengobrol dan sepertinya saling menggoda layaknya sepasang kekasih. Senyum kecil tersungging dari bibir Peony. Betapa bahagianya keluarga kecil tersebut. “Hm. Dia adalah salah satu orang yang berharga di hidupku. Kehadiran Livy membuatku kembali memiliki semangat hidup.” Peony beralih menatap Kheil. Pria itu terlihat semakin memesona dengan penampilan kasualnya. Kheil memakai topi trucker berwarna hitam dengan logo merah s
Pembicaraan mereka terhenti saat Kheil tiba-tiba muncul. Rahang pria itu mengeras. Seperti ada sesuatu yang mengganggunya. Di tangan Kheil sudah ada dua botol air mineral serta gula kapas yang Peony yakini untuk Livy. Gula kapas yang sebelumnya dibeli Kheil sudah dibuang pria itu entah ke mana saat mencari keberadaan Livy dengan panik. Peony mengernyit. Apakah terjadi sesuatu pada Kheil saat pria itu membeli air? Kenapa mukanya asam seperti perasan jeruk lemon? “Leight???” seru Alan tercekat. Peony kembali menatap Alan. Raut terkejut terlihat nyata di wajah Alan ketika menatap keberadaan Kheil. “K-kalian masih bersama?” Alan bertanya pada Peony dan Kheil. Pandangan Alan bergantian menatap keduanya setelah Kheil sudah berada tepat di belakang Peony. “’Bersama’?” tanya Peony tak mengerti. “Aku t—” “Ada masalah?” Ucapan Peony terhenti karena Kheil memotongnya dengan datar tapi tajam. Peony menoleh cepat pada Kheil. Apa maksud pria itu? Tatapan Kheil tidak lepas dari Alan. Terdenga
“Hm. Tentu saja tidak gratis. Kau harus membayarnya besok.” Senyum miring tercetak dari wajah Kheil setelah mengatakan itu. Membuat tubuh Peony bergetar. Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Seperti sesuatu yang menjurus ke arah— “Hm. Di apartemenku.” Kedua tangan Peony terkepal kuat. Dugaannya sepertinya benar. Apakah Kheil dan Maribel akan menghabiskan waktu di apartemen pria itu besok? Ya, Tuhan… Hubungan mereka semakin terlihat menjijikkan di mata Peony. Bagaimana Kheil bisa berbagi dengan ayahnya sendiri?! Dan lebih tidak masuk akal lagi, bagaimana bisa Maribel membagi dirinya untuk dua orang yang memiliki hubungan yang sangat dekat itu? Sedarah pula! Peony segera beranjak dari duduk. Dia sudah tidak tahan jika harus mendengar pembicaraan Kheil dan Maribel lebih jauh. “Kau mau ke mana?” Peony menatap Kheil yang sudah ikut berdiri bersamanya. Peony diam, karena tak yakin ucapan Kheil ditujukan untuknya. “Aku tutup.” Kheil mengatakan itu pada seseorang di seberang sana. Tang
“Saladmu, Maddy.” “Sayang?” Peony terkesiap merasakan sentuhan hangat di punggung tangan. Matanya mengerjap. Ia dan ibunya saling bertatapan untuk beberapa saat. “Ya, Bu?” “Saladmu.” “Terima kasih.” Peony tersenyum, lalu menyuap salad sayur yang dibuatkan ibunya untuk sarapan mereka. “Hmmm~ Saladmu selalu menggugah selera, Bu!” Casandra tergelak. “Habiskan.” Peony mengangguk bersemangat. Mulutnya penuh dengan salad. Namun tak lama, senyum ceria yang diperlihatkan Peony hanya bertahan sebentar. Senyum itu kini lenyap tak bersisa. Peony tidak menyadari jika Casandra masih menatapnya. Casandra Hart menatap sang putri. Sudah tiga hari ia berada di apartemen anak satu-satunya ini, dan selama itu pula Casandra merasa kalau Peony tidak seceria biasanya. Casandra sangat mengenal putrinya. Peony adalah anak yang ceria. Hal itu sudah terlihat sejak balita. Bahkan jika sedang merasa sedih, Peony tidak menunjukkannya terang-terangan. Namun berbeda ketika Peter Hart meninggal. Peony tidak m
Layar televisi menampilkan bagaimana Kheil menggandeng Samira Hamid keluar dari bandara dengan cara yang gentle. Kemudian disusul dengan potret makan malam mereka yang duduk berseberangan. Foto mereka diambil dari samping, tetapi Peony dapat melihat kalau Samira Hamid tersenyum lebar menatap Kheil. “Sepertinya ibu pernah melihat dan mendengar nama pria itu. Dia…” Casandra memperhatikan baik-baik wajah Kheil. “Ya Tuhan!” Casandra membelalak. “Bukankah dia adalah temanmu, Sayang??” Casandra menatap Peony yang terlihat terkejut. Tangannya sudah menunjuk layar televisi. “Dia adalah pemuda yang sering mengantarmu pulang, bukan? Dia juga sering berada di gereja yang sama dengan kita. Apakah ibu benar??” tanya Casandra heboh. “I-ibu mengingatnya??” seru Peony terkejut. “Tentu saja. Dia adalah satu-satunya pemuda yang dekat denganmu dulu. Ya Tuhan, dia semakin tampan!” puji Casandra. Walaupun setelah kepergian sang suami Casandra menjadi sering banyak melamun, bukan berarti dia tak memperh
Pintu bus terbuka. Peony melangkah keluar lalu berjalan menuju apartemen. Seperti yang Peony katakan pada sang ibu, jika hari ini dia pulang tepat waktu. Kesibukannya mulai berkurang. Makan siang pun tidak telat seperti sebelumnya. Namun sudah dua minggu ini acara makan siangnya kembali sepi. Peony tidak punya teman makan siang lagi di rooftop. Tiba-tiba saja Zora menghilang. Wanita itu tidak masuk tanpa pemberitahuan pada atasannya. Entah ke mana Zora pergi. Kalaupun berhenti dari pekerjaannya, Zora tidak memberi tahu Peony sebelumnya. Tentu saja Peony merasa kecewa. Zora dan dirinya cukup dekat selama ini, tapi mengapa Zora seakan tak menganggapnya? “Kau baru pulang?” “Ya Tuhan!” Peony memekik terkejut. Ia membalikkan tubuh. Matanya membelalak mendapati Kheil sudah berada di depannya. Untuk sesaat, Peony terpesona dengan penampilan Kheil. Pria itu memakai pakaian formal lengkap. Sebelah tangan masuk ke dalam saku celana. Mata Peony beralih pada wajah Kheil. Dagunya terdapat bakal j
“Aw!! Pelan-pelan!” Peony memekik merasakan kakinya berdenyut saat Kheil meletakkan bongkahan-bongkahan kecil es batu yang dibalut handuk kecil. “Tenanglah.” “Bagaimana bisa tenang?! Kau tidak merasakan apa yang aku rasakan saat ini!” Kheil menghela napas panjang. Menatap Peony datar. “Aku pernah terkilir dan aku tahu rasanya. Maka dari itu sebagai orang yang punya pengalaman terkilir, aku memintamu tenang. Lenturkan otot-otot tubuhmu kalau kau tidak ingin semakin merasa sakit.” Kheil kembali meletakkan handuk pada pergelangan kaki Peony yang terkilir. Kali ini lebih berhati-hati dari sebelumnya. Peony bersungut-sungut. Menatap kakinya yang kini berada di atas pangkuan Kheil. Pergelangan kaki kanannya sedikit membengkak. Entah ada apa dengan sore menjelang petang ini. Peony merasa mendapat kesialan bertubi-tubi. Pertama, dia tidak bisa menghindari Kheil yang muncul tiba-tiba seperti iblis—Memang iblis tepatnya. Ke dua, pria itu masih seenaknya menagih hutang. Dan ke tiga, Peony ter
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som