"Doni, apa kamu yakin? Bukan Diego yang melakukannya?" tanya Satria bingung saat pendapatnya di bantah oleh Doni.
"Semalam aku sudah mengontrol rumah Diego. Dia tak punya anak buah paruh baya seperti apa yang kamu katakan padaku malam itu!" jawab Doni mengejutkan sahabatnya itu.
"Tapi, kalo bukan Diego, siapa orang yang ingin menculik istriku?" tanyanya bingung.
"Nanti aku coba cari tau lagi!"
"I trust you all!"
"Ok! I won't let you down."
"I know that."
Di rumah, Rachel menggeliat. Ia terbangun dari tidurnya dan tersenyum saat mengingat momen indah semalam.
"Ya Tuhan, aku bener-bener merasakan yang sangat teramat sangat. Rasa cintaku padanya terasa begitu besar di bandingkan rasa cintaku dulu sama Darwin. Yach, meskipun aku harus menguras tenaga jika berbicara dengannya. Tapi sekarang, dia sedikit kemajuan kok bicaranya. Sedikit banyak ngomong," gerutu Rachel tersenyum seraya mengikat rambutn
"Si-apa kalian? Kenapa kalian di sini?" tanya Rachel panik. Sudut matanya mengerut seraya menyembunyikan rasa takut yang teramat dalam. "Tenang, Nona boss. Kami di tugaskan pak Satria untuk berjaga di sini." Perkataan mereka benar-benar membuat rasa takut Rachel hilang seketika. "Kalian benar-benar membuatku ketakutan tau nggak," kata Rachel memegang dadanya. "Maafkan kami, Nona boss!"" "Ya, nggak apa. Kalian sudah makan?" tanya Rachel yang melihat mereka menggelengkan kepala secara serempak. "Ya sudah, kalian makan dulu. Kebetulan, simbok Darmi masak banyak. Jadi, mubazir kalo nggak di makan," tutur Rachel yang begitu perhatian pada mereka. "Terimakasih atas tawarannya, Nona boss. Tapi, kami pesan makanan saja," jawab salah satu bodyguardnya itu. "Iya, Nona boss. Lagian, kami juga sudah di beri uang makan. Jadi, nona boss tak perlu repot-repot!" Rachel mendesah. Tatapannya mulai memicing dan membuat mereka tertunduk di
"Kenapa kamu bilang seperti itu?" "Ya, kamu bertanya seperti itu," kata Rachel memanyunkan bibirnya. Satria menghela nafas panjang. Dengan penuh kelembutan, ia mulai menggenggam erat tangan Rachel yang terlipat di dada. "Kamu cantik meskipun tanpa make-up," ucap Satria tersenyum senang melihat senyum manis istrinya merekah kembali. "Benarkah?" "Heem." "Kamu juga tampan jika kamu tersenyum seperti ini," ucap Rachel memegang kedua pipi Satria dan menariknya hingga senyumnya sedikit tertoreh. "Aku mandi dulu, ya!" kata Satria melepas tangan istrinya. "Heem. Aku bantu!" gegas Rachel yang begitu cepat melepas jas yang masih melekat di tubuh suaminya. Satria tersenyum senang melihat Rachel yang begitu perhatian kepadanya. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rachel melirik seraya membuka satu persatu kancing baju Satria. "Apa kamu ingin menggodaku?" Pertanyaan Satria membuat Rachel terkejut.
Sesaat, Satria melirik ke arah istrinya yang menggeliat.Ia tersenyum senang akhirnya Rachel terbangun dari tidurnya. "Sayang, oma ingin bertemu dengan kita," kata Satria menatap istrinya yang berjalan dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Satria mengernyit heran. Tak biasanya istrinya sangat malas beraktifitas di pagi hari. "Sayang," ucap Satria menghampiri Rachel yang mendekap guling. "Sayang, aku ngantuk banget! Nanti malam saja ya, kita ke sana," ucap Rachel dengan mata yang sayu. 'Ada apa dengannya? Padahal, tadi malam nggak sampai larut malam? Apa dia baik-baik saja?' gumam Satria menempelkan punggung tangan ke arah kening istrinya. "Tidak panas?" tanyanya seorang diri. "Sayang, I'm fine. Cuman aku ngantuk banget!" kata Rachel mendekap tangan suaminya. "Aku panggilkan Dokter saja, ya? Takutnya tidur kamu nggak wajar," kata Satria membelai rambut istrinya. Satria menghela nafas m
Dengan cepat, jari jemari tangannya mulai menscroll kontak yang tersimpan di handphone. Dr.Galuh, nama itu mulai muncul dari layar pipih yang ia pegang. Tok tok tok Ketukan pintu membuat Satria mengurungkan niatnya untuk menghubungi Dokter Galuh. "Pak Satria, oma boss menyuruh Anda ke ruangannya sekarang," kata Neta dengan santun. "Ok!" jawab Satria berdiri seraya memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya. ***** Rachel menarik nafasnya dalam-dalam, ia mulai menghirup udara yang masuk dari pintu jendela kamarnya. "Rasanya fresh banget," ucapnya tersenyum memandang langit biru yang begitu indah. Ting ting Ting Bunyi khas dari abang bakso membuatnya terperangah. "Kayaknya, siang-siang seperti ini. Enak banget makan bakso bareng-bareng," gegasnya pergi menuju ke bawah. Simbok Darmi terkejut melihat majikannya berlari menuju keluar rumah. "Non, mau kemana?" teriak
Di satu sisi, Darwin tak habis pikir jika apa yang ia bayangkan tak sesuai dengan kenyataan. "Kenapa oma memberiku jabatan seperti ini? Bukankah dia bilang akan menjadikan aku pemilik perusahaan ini." Darwin kecewa, tangannya mengepal dan memukul meja kerja secara perlahan. "Menjadi HRD dan Monica menjadi Manager trus apa yang harus aku banggakan di depan Satria?" gumamnya seorang diri. Ia mendesah, berdiri dan menopangkan kedua tangan di dada. Tatapannya memicing ke arah foto keluarga Angkasa yang terpasang di dinding ruang HRD tersebut. *** "Nona boss, apa nggak sebaiknya nona boss istirahat saja? Nih, sudah sore lho, Non? Apalagi, sebentar lagi, pak Satria akan pulang!" tutur ibnu yang melihat atasannya tak merespon perkataannya. Kedua matanya berputar menatap ke arah teman-temannya yang menaikkan bahu secara bersamaan. Mereka mulai mencari alasan agar bossnya itu menyudahi permainan catur yang masih berlangsung saat ini. "Iya, Non. A
Di tempat lain, Darwin terlihat begitu sumringah, setelah mendapat telepon."Kamu sudah melakukan hal yang terbaik. Aku akan segera melakukan apapun permintaan kamu." ("Aku pegang janji kamu!") Suara laki-laki yang merupakan partner Darwin untuk menjatuhkan Satria. "Tentu!" ucap Darwin mematikan ponselnya. Darwin tersenyum tipis. Ia tak menyangka jika kerjasamanya dengan musuh Satria sangatlah menguntungkan baginya. "Sebentar lagi, cepat atau lambat kamu akan kehilangan segalanya, Satria Angkasa. Ini baru awal kamu kehilangan satu tender, aku pastikan kamu akan merasakan bagaimana pahit kehidupan ini. Aku yakin, Rachel nggak akan mau jika kamu sudah tak memiliki apa-apa!" tuturnya sombong. Di rumah Rachel menunggu kepulangan suaminya. Ia tak berhenti mondar-mandir kesana kemari, hingga membuat kelima pengawalnya pusing melihatnya. "Nona boss, ngapain ya?" tanya Bayu mengernyit. "Masih nanya lagi. Ya nungguin pak Satrialah!
"Apa kamu akan menuruti apa yang aku mau?" tanya Rachel manja. "Selama aku bisa, aku akan menuruti semua yang kamu inginkan," jawab Satria membelai rambut indah istrinya itu. **** Darwin tersenyum senang. Ia berjalan menghampiri orang yang bekerja sama dengannya. "Darwin, akhirnya kamu datang juga!" ucap partner Darwin yang tak lain adalah Diego Armando. Mantan bos Darwin dulu, sebelum ia bekerja dengan Monica. "Pak Diego, bagaimana kabar anda?" tanya Darwin mengulurkan tangan untuk mantan bossnya itu. "Seperti yang kamu lihat. Duduklah!" "Terimakasih, Pak!" "Wah ...! Saya tak menyangka kamu bisa masuk ke keluarga itu," kata Diego yang begitu senang melihatnya. "Semua itu karna saran dari pak Diego, saya bisa dengan mudah masuk ke dalam keluarga itu." "Bagaimana? Apa kamu masih ingin melanjutkannya?" "Ya, kenapa tidak? Rasa saki
"Rachel, kamu bermalam di sini?" tanya Dinda tersenyum tipis menatap istri sahabatnya dari atas sampai bawah. "Iya," jawab Rachel menyapu rambutnya. "Oiya, by the way, mana Satria? Satu jam lagi, ada meeting dengan PT Jayatama. Tolong kamu beritahu dia, ya!" pinta Dinda. "Bu Dinda," ujar Agnes tiba-tiba. Salah satu staf kantor yang terkenal akan biang gosipnya. Ia terkejut, tercengang melihat ada wanita yang berada di ruang kerja atasannya. Kedua matanya tak berhenti memperhatikan wanita yang tak asing baginya. "Bukankah wanita ini?' tebak Agnes dalam hati dan terkejut saat ada tepukan keras mengenai bahunya. "Aduh! Bu Dinda, kenapa Ibu memukul saya?" protes Agnes memegang bahunya. "Kamu tuh, yang apa-apaan. Ngapain kamu liatin atasan kamu seperti itu," kata Dinda dengan nada yang tinggi. "Atasan?" tanya Agnes kaget. "Sudah-sudah, saya panggilkan pak Satria dulu, ya!" kata Rachel menutup pintu tersebut. Agnes ma