"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"
Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek,Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
Apa yang kamu suka dariku? Aku tidak cantik juga tidak seksi. Aku masih muda dan umur kita jauh beda." (Swari)********"Memang kenapa kalau umurku jauh lebih tua, juga seorang duda. Aku orang yang tidak mudah jatuh cinta, sekali jatuh cinta maka aku akan memperjuangkannya." (Hangga)*******"Kamu bisa jadi pacarku, kakakku atau ibu tiriku!" (Arka)Eps 1Brakk, Pyar'Dasar nggak tahu diri apa ya, ini kan jalur searah. Tahu ada tabrakan malah nyelonong kabur,' umpat Swari dalam hati sembari menengok belakang disusul istighfar karena dia selamat tak kurang suatu apapun. Dia masih ingat Allah dan mengurangi berprasangka buruk biar selamat dimanapun berada.Tapi, tunggu... "Bagaimana dengan anak kecil yang motornya aku tabrak. Tadi aku lihat dia salto. Jangan-jangan kepalanya bocor."Swari sudah jantungan berpikir kalau si anak bisa jadi gegar otak terluka parah dan lebih buruknya bisa meninggal.'Aku tidak siap dipenjara,' teriak Swari dalam hati.******Swari mahasiswi tingkat akhir ya
Eps 2Suara teriakan seorang laki-laki muda yang keluar dari distro sangat menggema di telinga. Sementara orang-orang di sekitar lokasi Swari menabrak segera memberi pertolongan pada pengendara yang ditabraknya."Mbak tidak apa-apa?" tanya seorang laki-laki paruh baya mendekati Swari lalu dijawabnya dengan gelengan kepala."Alhamdulillah tidak apa-apa, anak kecil yang saya tabrak tadi bagaimana kondisinya Pak?" tanya Swari dengan perasaan cemas. Dia sudah mengabaikan anak muda yang teriak keluar dari distro. Dia lebih mementingkan nyawa orang daripada mengurusi mobil lecet."Anak itu baik-baik saja Mbak. Dia selamat."Sebuah keajaiban apa yang dipikirkan di otak Swari ternyata berbeda dengan kehendak Tuhan. Mungkin Allah bersama anak yang baik. Swari menghela nafas lega dan segera menepi, sementara motornya dibawa ke pinggir oleh warga."Hei, kamu yang membuat mobilku jadi ringsek kan?"Swari tak menggubris laki-laki yang kelihatan lebih muda darinya. Sepertinya anak sekolah kentara s
Eps 3"Bi, Bi Marni...,""Ada apa, Mas arka?" jawab seorang ibu berusia sekitar 50an yang masih mengenakan celemek."Ayah mana, Bi?""Pak Hangga ada di teras belakang habis renang tadi. Mbaknya siapa, pacar Mas Arka?"Arka hanya melotot kesal pada asisten RT yang sudah dianggapnya sebagai keluarga.Arka menarik tangan Swari menuju keberadaan ayahnya."Ayah,..."Pemilik sapaan yang merasa terpanggil segera mengarahkan pandangannya pada putra semata wayangnya."Ada apa, Arka? Kamu tiba-tiba menggandeng perempuan ini, dapat dari mana?" tanya Hangga heran.Sementara Swari hanya diam terpaku melihat sosok ayah Arka sekaligus pemilik mobil mewah yang ditabraknya. 'Kenapa ayahnya jauh berbeda dengan anaknya. Sosok yang lebih kalem, tapi fix dia tampan. Ups, kenapa aku jadi kebablasan mikirin suami orang. Aku masih waras, banyak pria single di luar sana macam Satria tapi dari dulu dia juga hanya menganggapku sahabat tidak lebih,' Swari justru melamun dengan pemikirannya."Ini yah, mbaknya ya
Eps 4ASwari diantar Satria menuju bengkel tempat motornya dititipkan sekaligus dicek jika ada kerusakan. Satria adalah orang yang sekarang dipercaya Swari. Dia laki-laki yang pengertian dan penyayang. Swari kerap bertengkar dengan ayahnya yang bekerja di sebuah perusahaan besar dikota Yogya sebagai manager. Tapi Swari tidak begitu peduli ayahnya kerja di perusahaan apa.Sejak ayahnya pisah dengan ibu kandungnya dan menikah lagi dengan janda 1 anak membuat Swari tidak mau menerima keputusan itu. Meskipun perpisahan ayah dan ibunya secara baik-baik karena merasa tidak cocok dan telah menemukan kembali pasangan masing-masing yang membuat mereka bahagia. Namun tidak dengan Swari, dia justru sering membuat ayahnya kesal.Swari merasa tidak suka diatur ayahnya, padahal dengan ibu tirinya saja hubungannya baik. Mungkin ibu kandungnya dulu memilih pisah karena tidak cocok dengan sikap ayahnya.Sebagai contoh Swari diharapkan ayahnya jadi perempuan yang lembut dan feminim karena ibu kandungn
Eps 4BArka masih muka bangun tidur, rambut acak-acakan.Keduanya terduduk diam membisu, tak ada yang mau memulai obrolan. Swari sedang mengeluarkan jurus meluluhkan hati dosen, eh murid maksudnya.'Biarkan saja, dia yang butuh kok. Mau diam sampai magrib pasti aku layani,' batin Swari.Arka yang melihat Swari berekspresi santai makin kesal, niatnya mau ngerjain guru lesnya justru dia yang dibuat bete apalagi kondisinya yang sedang lapar pulang sekolah langsung memeluk bantal."Ehm ehm," Arka mencoba bersuara dengan deheman."Apa, lihat-lihat?" seru Swari dengan bersusah payah menahan untuk tidak tertawa, bisa-bisa hilang wibawanya."Katanya mau menghajarku, eh mengajarku? Mana, kenapa diam aja.""Ckckck, memangnya situ sudah siap? Muka bantal gitu, mandi dulu kek biar segar. Nggak mood banget mau belajar matematika kayak gitu," ledek Swari.Tampak Arka memikirkan sesuatu yang diyakini Swari pasti ada udang dibalik batu."Mbak Swari bisa masak?""Maksudnya kamu minta diajari masak? Ja
Eps 5ADi sebuah kantor perusahaan Wijaya Textil, sang CEO yaitu Raditya Hangga sedang berkutat dengan laptopnya di meja kerja.Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang namun sang empunya kantor belum juga mengakhiri kegiatannya.Sampai suara ketukan pintu menggema di telinga dan masuklah seorang perempuan cantik yang tak lain adalah sekretaris Hangga bernama Kartika."Ini berkas yang harus ditandatangani, Pak. Untuk meeting besok siang sudah saya booking tempatnya di restoran Nusantara," ucap Tika dengan penuh santun berharap bosnya terpesona padanya. "Baik, bawa sini!"Hangga menerima berkas yang diserahkan Tika. Sekretarisnya menunggu sambil duduk di depannya.Dia sekretaris yang sudah bekerja lima tahunan dengan Hangga. Setelah sebelumnya sekretarisnya berkeluarga dan memilih resign.Sekretaris Hangga kali ini masih single, orangnya cantik dan menarik bahkan kentara ada rasa sama pimpinan perusahaan Wijaya namun sang CEO tidak pernah membalas perasaannya. Hangga orang yang tidak muda
Eps 5BSuara deru mobil memasuki halaman rumah besar setelah satpam membuka pintu gerbang.Arka heran melihat ayahnya pulang lebih awal kali ini. Hangga keluar dari mobil, melangkahkan kaki menuju keberadaan putranya yang sedang duduk berdua bersama guru barunya yakni Swari.Dia mengernyitkan dahi tatkala melihat di meja terhidang dua porsi makanan dan 2 gelas jus warna pink.'Ckckck, terlambat. Arka pasti sudah mengerjai Swari,' pikirnya.Dilihat Hangga, Swari sedang menahan tawanya sambil mengoreksi kerjaan Arka. Sementara Arka makan dengan lahap sepiring nasi goreng dan masih ada satu porsi utuh di depannya." Eh ayah, ayo makan. Ini nasgor lezat yang pernah Arka makan, jusnya juga pas banget rasanya," ungkap Arka membuat Swari menelan ludahnya. Pasalnya dia ingin balik mengerjai Arka kenapa justru si anak bersorak gembira nasgor dan jus buatannya enak.'Hufh aku pikir dia akan kepedasan ternyata zonk, dia maniak pedas tingkat dewa,' batin Swari."Masak sih. Ayah cobain sini!" Han
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho