Ia masih terus teringat peristiwa pada pagi di puncak gunung itu. Azura memanjat ke sana untuk menawarkan penghiburan, meski sebenarnya perempuan itu bisameninggalkannya begitu saja. Ia ingat ekspresi wajah Azura ketika tubuh mereka menyatu di atas sana.Dan pada saatsaat tertentu, kalau ia sedang ingin merasa benci pada Azura, ia teringat bagaimana wanita itu telah melahirkan anaknya dan betapa sayangnya Azura pada Tony. Selain itu, Azura pun selalu bersikap baik padanya, misalnya menjaga agar kopinya tetap hangat, meski ia sendiri tidak minta cangkirnya diisi lagi. Sesekali Azura suka menunggunya di beranda kalau ia pulang berkuda pada sore hari, setelah lama bekerja. Azura selalu tersenyum menyambutnya, seolah senang melihat kedatangannya.Rodriguez tak mengerti mengapa Azura memperlakukannya dengan sangat baik dan penuh perhatian. Ia tak bisa memahami motif istrinya itu. Azura sangat berhak membencinya. Kalau saja wanita itu menunjukkan sikap benci padanya, bukan sikap penuh peng
Azura melotot marah sambil bertolak pinggang. Tapi kemarahannya tidak sungguhsungguh. Malah belum pernah ia merasakan hatinya begitu penuh oleh cinta,seperti saat ini.beberapa hari setelah berhenti menyusui Tony, Azura merasa tidak nyaman dan anak itu juga rewel. Tapi lambat laun ia belajar menyukai susu kaleng. Sering kali ia menyemburkan isi mulutnya ke mana-mana, tapi semua makanan itu dimakannya juga dengan rakus. Dan Azura melihat anak itu semakin gemuk.Rodriguez mendapat surat lagi dari Mr. Dixon. Sang kepala penjara sudah berkonsultasi dengan seorang hakim dan sedang berusaha membebaskan Rodriguez dari segala tuduhan. Azura sangat senang. Rodriguezsendiri tidak mau memperlihatkan perasaannya.berkat kerja keras Rodriguez, ranch itu semakin berkembang. Dari perbukitan yang mengelilinginya, ia berhasil mengumpulkan kawanan kuda warisan kakeknya yang terceraiberai sejak Joseph meninggal. beberapa kuda betina di antaranya sedang hamil.Yang tidak hamil diberi inseminasi buata
“Rodriguez!”“buka pintu!” teriak Rodriguez.Sambil memeluk Tony, dengan kikuk Azura membukan pintu dengan satu tangannya. begitu pintu terbuka, Rodriguez nyaris terjerembap ke dalam, terdorong oleh angin. Azura menjatuhkan diri ke dadanya sambilmenangis tak terkendali. Untunglah mereka bertiga tidak terempas ke lantai, berkat kekokohan kaki Rodriguez berdiri.Azura menyebutkan nama suaminya kembali sambil memeluknya erat. Kemeja lelaki itu melekat basah di tubuhnya. Sepatu botnya kotor oleh lumpur, topinya, yang terikat erat oleh sebuah tali kulit di bawah dagunya, meneteskan air hujan. belum pernah Azura merasa sesenang ini melihatnya.Lama mereka berpelukan erat, tak peduli akan terpaan hujan yang menghantam masuk lewat pintu yang terbuka. Di antara mereka, Tony bergerak-gerak dan. Rodriguez menempelkan wajah Azura ke lehernya dan membelaibelai punggungnya, sampai tangisnya mereda.“Apa kau terluka?” tanyanya.“Tidak. Aku b…baikbaik saja. Cuma ketakutan.”“Dan Tony?”“Dia tidak
Ditinggalkannya Tony, dan ia berjingkat-jingkat ke ruanganruangan lainnya yang gelap. Cahaya lilin yang dibawanya menari-nari samar saat ia berjalan. Rodriguez ada di dapur, sedang mengaduk sesuatu di panci di atas kompor. Ketika Azura masuk, ia menoleh. Azura tidak menimbulkan suara apa pun, tapi lelaki itu tahu akan kehadirannya.“Ada gunanya juga kompor ini. Padahal kemarin aku baru berharap bisa membelikanmu kompor yang lebih bagus.”“Aku suka kompor itu.”Rodriguez sudah mengenakan jeans bersih, tapi masih bertelanjang dada dan tanpa alas kaki. Rambutnya mulai kering. Azura berharap ia takkan pernah memendekkan rambutnya. Ia senang melihat rambut itu bergerak gemerlap setiap kali Rodriguez menggerakkan kepala.“Sedang masak apa?”“Cokelat panas. Duduklah.”Azura menaruh lilinnya di meja dan menarik kursi.“Tidak kusangka kau bisa masak.”Rodriguez menuang minuman yang masih panas itu ke sebuah mug, lalu mematikan kompor.“Coba dulu sebelum memuji,” katanya sambil memberikan mu
“Kau sangat berani. Aku bangga akan dirimu.”“Sungguh?”“Ya, sangat bangga.”“Aku cinta padamu, Rodriguez. Aku cinta padamu.”Pernyataan itu merupakan awal dari serangkaian pernyataan cinta yang menyusul tanpa dapat dicegah lagi dan telah lama tertahan selama berminggu-minggu di dada Azura. Semuanya keluar kini, tak terkendali, tak terkuasai lagi. Dan di antara luncuran katakata itu, bibir mereka bertemu dalam ciuman-ciuman singkat. Namun, sejenak kemudian itu pun tak cukup lagi. Lengan Rodriguez menyambar tubuh Azura dengan cepat. Dimiringkannya kepalanya ke satu sisi dan diciumnya Azura dengan penuh gairah. Sambil mengerang pelan ia menekankan lidahnya ke dalam mulutAzura, menggesekkannya. Ciumannya sepenuhnya liar.Kedua tangannya berpindah ke bagian depan tubuh Azura. Dibukanya ikatan mantel kamar Azura dan tangannya menyelinap ke baliknya. Tubuh Azura terasa hangat, lembut, dan feminin. Payudaranya memenuhi tangan Rodriguez dan lelaki itu meremasremasnya.Ciumannya kini berp
“Aku senang kau memilih memasuki rumahku padamalam dulu itu.”Rodriguez memiringkan kepala dan menatap istrinya.“Aku juga senang.”Dengan lembut Azura menariknarik bulu dadasuaminya. Sepanjang malam itu mereka berkali-kali bercinta, diselingi tidur sejenak setiap kali. Gairah mereka selalu terbangkit jika disentuh pasangannya. Kini, setelah terpuaskan untuk sementara, keduanya berbaring malas di seprai yang kusut. badai semalam sudah lama berlalu. Cahaya pagi menyoroti kamar itu dengan sinar kemerahan.“Waktu itu aku takut sekali padamu,” kata Azura.“Aku juga takut padamu.”Azura tertawa heran dan bertumpu pada sikunya, supaya bisa menatap wajah Rodriguez.“Takut padaku? Kau takut padaku? Kenapa? Apa kau kira aku bisa mengalahkanmu?”“Ya, tapi bukan dalam cara seperti yang kaukira. Pada waktu itu, kelemahanku adalah terhadap wanita cantik. Kau benarbenar membuatku kebingungan. Menurutmu kenapa aku mengambil pisau itu?”“Apa menurutmu aku cantik?” Azura menatapnya dari balik bul
Dalam kebahagiaan yang sama. Semua kengerian kemarin sirna oleh cinta Rodriguez padanya. Sinar matahari cerah memancar masuk dari jendelajendela. Masa depannya tampak cerah karena ia mencintai Rodriguez, dan karena akhirnya ia berhasil membuat lelaki itu menerima cintanya. Rodriguez belum menyatakan mencintainya, tapi Azura cukup puas dengan apa yang ada saat ini. Le laki itu mendambakannya, senang memiliki Azura dalam hidupnya dan di tempat tidurnya. Mungkin lambat laun cinta itu akan tumbuh juga di hatinya. Untuk sementara, Azura mesti puas dengan apa yang diperolehnya saat ini. Kehidupan telah sangat berbaik hati padanya.“Selamat pagi, Tony,” serunya ceria ketika masuk ke kamar bayi.Anak itu menangis terus.“Apa kau lapar? Hmm? Atau mau ganti popok? Supaya lebih enak, ya?”Tapi begitu membungkuk di atas ranjang anaknya, Azura menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dengan naluri keibuannya, ia langsung tahu ada yang tidak beres. Suara napas bayi itu membuatnya cemas seketika. Da
Gene dan Alice berusaha meyakinkan bahwa infeksi itu bisa terjadi kapan saja.“Dia tidak diberi antibiotik apa pun,” kata Gene.“Dan ini terjadi bukan karena kelalaianmu.”“Tolong sembuhkan dia.”Rodriguez, yang sampai saat itu masih berdiam diri, berbicara dari samping meja periksa. Sejak tadi ia terus menatap anaknya, seolah Tony adalah bintang paling terang di alam semestanya, yang sinarnya mulai padam.“Rasanya aku tidak bisa, Rodriguez.”“Apa?” Azura terkesiap.Ia mengangkat kedua tangannya ke bibirnya yang pucat.“Tidak banyak yang bisa kulakukan di sini,” kata Gene." Kusarankan kalian membawanya ke salah satu rumah sakit di Phoenix. Masukkan dia ke ICU, untuk diperiksa para spesialis. Peralatanku di sini tidak lengkap.”“Tapi Phoenix jauh sekali dari sini,” kata Azuradengan panik.“Ada seorang kenalanku yang punya jasa pelayanan angkutan dengan helikopter. Akan kuhubungi dia. Alice, beri suntikan untuk menurunkan demamnya.”Masih dengan panik Azura memperhatikan Alice menyiap