Ivan mengepalkan tinju, memasang kuda-kuda, menatap kedua lawannya tajam, bersiap menghadapi mereka. Begitu pula dengan dua pengawal tersebut. Bedanya, keduanya sangat santai dan tenang. Senyum meremehkan terus terkembang di bibir mereka sejak tadi. Bagaimana tidak, lawannya terlihat sangat mudah dikalahkan. Salah satu dari mereka kini maju lebih dulu dan langsung mengerahkan serangkaian jurus. Kombinasi pukulan dan tendangan atas, bawah yang dilakukannya dengan begitu cepat. Sementara Ivan langsung menangkis dan mengelak ke samping. Selagi Ivan melakukan hal tersebut, orang satunya menyerang Ivan dari arah belakang. Wus! Namun, tinju orang itu hanya mengenai udara kosong saja. Berkali-kali. Atau Ivan berhasil mengelak. Seolah tahu ia akan menyerangnya dari sudut mana pun. Hal tersebut membuatnya geram sekaligus heran. Tendangan salah satu dari mereka nyaris saja mengenai kepala rekannya saat Ivan menunduk menghindari dua serangan sekaligus. Suasana basement apartemen i
Johan membawa paksa Monica menuju mobilnya dengan masih menekan pistol pada pelipis wanita tersebut. Selagi Johan melakukan hal demikian, Ivan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, memberikan tanda bahwa ia tidak akan berbuat macam-macam. Lalu, Johan buru-buru memasukan Monica ke dalam mobil dan ia masuk setelahnya. Sebelumnya, ketika Ivan berhasil menjatuhkan pengawalnya, pertarungan belum sepenuhnya usai, Johan yang panik tiba-tiba menemukan ide untuk menggunakan Monica sebagai tameng. Monica yang tidak menduga hal itu akan terjadi, pun tengah menikmati kemenangan, tidak sempat berlindung dan melawan. Kini, pada saat bersamaan, Johan baru saja masuk ke dalam mobil. Sementara Ivan juga berjalan cepat ke arah mobil, lalu menghantam tutup mesin depan mobil itu hingga ringsek ke dalam, menghujam mesin mobil mewah tersebut. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Johan terlambat menyadari. Lalu, Ivan bergerak cepat ke samping mobil, kepalan tangan kanannya menghantam kaca samp
Johan telah pergi dengan membawa dua pengawalnya dengan kondisi mengenaskan yang sebelumnya hendak diproses oleh satpam dan yang lainnya, tapi Monica mengatakan kepada mereka jika mau melepaskan saja, berpura-pura mengampuni sebab itu masalah orang-orang dunia bawah. Begitu satpam dan para penghuni apartemen yang lain bubar, Monica menghadap Ivan dan berkata. "Ivan... aku benar-benar berterima kasih kepadamu... kalau kamu tidak kembali. Entah lah, pasti aku sudah berakhir di tangan Johan sialan itu!" "Sebaiknya Nona segera pulang dan jangan berpergian seorang diri karena itu sangat berbahaya. Apalagi dengan kondisi keluarga Nona saat ini. Aku tidak yakin kalau Johan-Johan itu tidak sepenuhnya takut. Bahkan, dia semakin dendam pada Nona dan keluarga Nona." Mendengar itu, Monica malah tersenyum penuh arti. "Kau... mengkhawatirkanku?" Seketika wajah Ivan berubah. Wanita ini begitu berbanding terbalik dengan Susan yang suka menggoda duluan dan genit. Kentara dari sikapnya. Ivan
"Apa benar? Aku ditunjuk menjadi kepala sekolah oleh Pak Ilyaz, tidak ada campur tangan dari Nona?" tanya Ivan hendak memastikan. "Nona tidak menyuruh Pak Ilyaz untuk membuatku menjadi kepala sekolah, kan?" Setelah makan malam bersama, keduanya ke kamar bersiap untuk tidur. Kini Ivan duduk di sofa tempat biasa ia tidur. Kadang ia tidur di lantai dengan beralasan tikar yang bagi Ivan itu tidak buruk. Bahkan, itu lebih baik dari kasur yang ditempati Ivan ketika ngekos dulu. Tentu semenjak menikah 'menikah kontrak' dengan Susan lebih tepatnya, ia keluar dari kos-kos san dan tinggal di apartemen ini bersama Susan. Masih ingat dengan Ibu pemilik kos yang waktu itu pernah meminta dipuaskan Ivan sebab butuh kehangatan? Dia mencoba menahan Ivan supaya tetap ngekos di tempatnya, bahkan akan memberikan diskon. Sepertinya dia belum menyerah untuk merasakan digagahi Ivan, tapi ketika Ivan bilang jika dia keluar karena hendak menikah dan tinggal bersama istrinya, baru Ibu pemilik kos
Seketika Ivan beranjak bangun dan langsung menelusuri penampilan istri kontraknya tersebut dari atas kepala hingga ujung kaki seraya menelan ludah yang kini juga tengah tersenyum menggoda ke arahnya. Saat ini Susan mengenakan bra berbahan renda dan underwater tipe thong yang sangat tipis. Malahan dia lebih terlihat seperti tidak mengenakan kain apa pun di tubuhnya. Terang saja dengan penampilan Susan seperti itu membuat gairah Ivan bangkit. Susan sengaja menggodanya bukan? Dengan berpakaian seperti itu dan duduk di atas perutnya? Jadi ia tidak mau disalahkan jika Susan marah sebab ia yang main menerkamnya. Di sisi lain, Ivan harus dibuat bingung sekaligus heran. Bagaimana tidak, Susan tidak ingin ada hubungan suami istri dalam pernikahan kontrak mereka, kecuali ada hal yang mendesak untuk mereka berdua melakukannya. Tapi sepertinya masih lama hal itu terjadi. Atau apa yang tengah Susan lakukan ini kode untuknya? Melihat Ivan bersikap demikian, Susan berkata, "Bagaiman
Ivan segera meluncur ke alamat rumah Seila bersama salah seorang guru perempuan bernama Ririn yang merupakan temannya Seila di sekolah. Kini keduanya tengah berdiri di depan pintu rumahnya Seila yang tampak lengang. Telah sampai. Ivan segera mengetuk pintu, juga mengucapkan salam. Begitu pula dengan Ririn yang juga melakukan hal yang sama. Dikarenakan rumah Seila berada di kawasan padat penduduk, yang harus melewati gang-gang sempit, Ivan memarkirkan mobil di tepi jalan. Lalu keduanya harus berjalan kaki untuk menuju rumahnya Seila. Butuh ketukan pintu sampai tiga kali, baru terdengar penghuni rumah yang menyahut dari dalam. Kemudian, muncul wanita paruh baya yang sepertinya adalah Ibunya Seila membukakan pintu. Seketika dia terhenyak saat mengenali salah satu dari mereka, "Ririn, teman sesama gurunya Seila, bukan?" ucap Ibu itu seraya menunjuk Ririn hendak memastikan. Ibunya Seila mengenali Ririn sebab Ririn sudah pernah ke rumahnya. Pun tahu jika Ririn adalah temannya S
Dan hal yang Ivan takutkan adalah Seila dijadikan simpanan atau budak seks oleh orang-orang itu. Atau yang lebih mengerikannya lagi adalah Seila bisa saja dijual dengan harga yang sangat tinggi. Apalagi Seila memiliki wajah yang cantik dan tubuh indah. Pasti banyak yang menaruh minat padanya. Ivan tahu banyak tentang bisnis orang-orang dunia hitam. Kini Ivan benar-benar marah dan tidak rela jika hal itu sampai terjadi. Pasti, ia akan menghajar orang-orang yang berani melakukan hal demikian kepada Seila. Di saat ini, tangis Padmi pun pecah, seketika langsung menangkupkan wajah dengan kedua telapak tangannya seraya berkata. "Ini semua gara-gara suami saya. Kalau saja suami saya tidak berjudi di tempatnya dan tidak terlilit hutang padanya. Pasti, Seila tidak akan jadi korban!" Mendapati Padmi bersikap demikian, Ririn buru-buru mendekat dan mengusap lembut pundak Ibunya Seila tersebut. Bermaksud menenangkan. "Maafkan kami, Bu. Kami tidak tahu kalau ternyata suaminya Bu Padmi me
Pukul setengah tujuh malam, begitu Susan pulang, Ivan langsung mengutarakan niatnya yang hendak memenuhi ajakan makan malam Monica di rumahnya sekaligus mengajaknya untuk ikut. Keduanya bicara dengan duduk di sofa ruang TV. Sebelumnya, Ivan berkata jujur mengenai kejadian ia yang menolong Monica di basement apartemen yang membuat wanita itu merasa harus membalas kebaikannya dengan menjamunya makan malam. Seharusnya Ivan tidak perlu ijin pada Susan bukan? Toh Susan memperbolehkan dirinya dekat dengan wanita mana pun selama mereka menikah kontrak. Tapi entah kenapa, Ivan ingin tetap ijin kepada Susan. Kalau pun tidak, pasti Susan akan bertanya ia habis dari mana. Ia akan diinterogasi. Jadi lebih baik ijin saja. Selain itu, ia ingin mengetahui reaksi Susan. Namun kalau dipikir-pikir kembali, Susan memang harus ikut dengannya malam ini supaya Monica berhenti mengejarnya. Mungkin saja jika Susan yang mengatakannya, Monica tidak berani membujuknya lagi sebab Susan adalah istriny
Sebelumnya, Sheila sudah takut duluan dengan kemunculan Susan. Ia berpikir bahwa istrinya Ivan itu hendak melabrak dirinya seperti terakhir kali sebab kini ia kembali meminta tolong kepada Ivan untuk menyelamatkannya, padahal Susan sudah memperingatinya. Namun, Sheila terpaksa melakukan hal demikian sebab situasi yang benar-benar genting dan tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi. Dugaan Sheila semakin kuat, dengan dirinya dibawa ke rumah kakeknya Susan. Namun, kepanikan dan ketakutan itu mendadak terhempas kala melihat Susan seperti tidak akan marah padanya. Malahan, raut mukanya menunjukan sikap sebaliknya. Menatap dirinya penuh arti juga dengan kedua mata berkaca-kaca. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah perkataannya barusan yang membuat Sheila kaget sekaligus bingung. Apa maksud Susan memanggilnya Natasha? Bukan kah Susan sudah tahu kalau dirinya adalah Sheila? Sheila sendiri masih shock berat, tengah mencerna apa yang terjadi dengan dirinya sejak pagi tad
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr