Dan hal yang Ivan takutkan adalah Seila dijadikan simpanan atau budak seks oleh orang-orang itu. Atau yang lebih mengerikannya lagi adalah Seila bisa saja dijual dengan harga yang sangat tinggi. Apalagi Seila memiliki wajah yang cantik dan tubuh indah. Pasti banyak yang menaruh minat padanya. Ivan tahu banyak tentang bisnis orang-orang dunia hitam. Kini Ivan benar-benar marah dan tidak rela jika hal itu sampai terjadi. Pasti, ia akan menghajar orang-orang yang berani melakukan hal demikian kepada Seila. Di saat ini, tangis Padmi pun pecah, seketika langsung menangkupkan wajah dengan kedua telapak tangannya seraya berkata. "Ini semua gara-gara suami saya. Kalau saja suami saya tidak berjudi di tempatnya dan tidak terlilit hutang padanya. Pasti, Seila tidak akan jadi korban!" Mendapati Padmi bersikap demikian, Ririn buru-buru mendekat dan mengusap lembut pundak Ibunya Seila tersebut. Bermaksud menenangkan. "Maafkan kami, Bu. Kami tidak tahu kalau ternyata suaminya Bu Padmi me
Pukul setengah tujuh malam, begitu Susan pulang, Ivan langsung mengutarakan niatnya yang hendak memenuhi ajakan makan malam Monica di rumahnya sekaligus mengajaknya untuk ikut. Keduanya bicara dengan duduk di sofa ruang TV. Sebelumnya, Ivan berkata jujur mengenai kejadian ia yang menolong Monica di basement apartemen yang membuat wanita itu merasa harus membalas kebaikannya dengan menjamunya makan malam. Seharusnya Ivan tidak perlu ijin pada Susan bukan? Toh Susan memperbolehkan dirinya dekat dengan wanita mana pun selama mereka menikah kontrak. Tapi entah kenapa, Ivan ingin tetap ijin kepada Susan. Kalau pun tidak, pasti Susan akan bertanya ia habis dari mana. Ia akan diinterogasi. Jadi lebih baik ijin saja. Selain itu, ia ingin mengetahui reaksi Susan. Namun kalau dipikir-pikir kembali, Susan memang harus ikut dengannya malam ini supaya Monica berhenti mengejarnya. Mungkin saja jika Susan yang mengatakannya, Monica tidak berani membujuknya lagi sebab Susan adalah istriny
Dress model backless yang memperlihatkan bagian punggung. Memberikan kesan glamor sekaligus seductive. Melihat penampilan Monica seperti itu, membuat Susan berpikir aneh-aneh. Apakah dia sengaja mengenakan pakaian yang memperlihatkan bagian tubuhnya yang putih dan mulus itu kepada Ivan? Untuk menggodanya? Kala memikirkan hal itu, tiba-tiba saja, Susan menjadi kesal. Takut Ivan akan terpesona. Susan sendiri mengenakan dress dengan aksen kerah mengembang dan potongan dada rendah dengan warna emerlad, yang sebenarnya penampilannya tak kalah glamor dari Monica. Bukan main, dua kata cantik dan seksi menggambarkan penampilan dua wanita itu malam ini. Lalu, Monica beralih menatap Susan. Pemandangan Susan yang tengah menggandeng lengan Ivan dengan mesra membuatnya merasa iri. Aneh, ia langsung tidak suka, juga merasa cemburu. Padahal, wanita itu adalah istrinya Ivan. Wajar jika dia melakukan hal demikian pada suaminya. Kenapa Ivan tiba-tiba sudah menikah sih! Kenapa aku tidak
Adiwijaya menganggap seakan-akan Ivan telah bersedia bekerja pada keluarganya. Padahal Ivan sudah berkali-kali mengatakan jika tidak bisa kepada Monica. Tapi kenapa Adiwijaya berkata demikian? Seketika wajah Ivan berubah masam, menduga jika Monica berkata yang tidak-tidak pada Ayahnya. Ivan pun menatap Monica dengan menautkan alis, seakan meminta penjelasan darinya. Namun respon dari wanita itu sungguh mengesalkan, ia hanya mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Sementara Susan menjadi ketar-ketir. Tentu saja ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia akan segera menyampaikan permintaan tolong Ivan tadi untuk disampaikan kepada Adiwijaya. Enak saja mereka main memperkerjakan Ivan begitu saja. Ivan itu... miliknya! Namun belum sempat Susan angkat bicara, pemuda bernama Alex yang baru saja diperkenalkan Adiwijaya kepada Ivan sudah berdiri di samping Ivan. Lalu, dengan ekspresi wajah datar, pemuda yang merupakan pengawal kepercayaan keluarga Adiwijaya itu menjabat
Begitu pula dengan Adiwijaya yang juga langsung menatap Alex. Pengawalnya itu memasang ekspresi wajah datar. Sejenak. Keduanya saling tatap. Namun Adiwijaya tidak mempercayai ucapan salah satu orang kepercayaan lainnya bernama Doni itu. Ia mempercayai Alex sepenuh hati, melebihi apa pun. Alex sudah bertahun-tahun mengabdi pada keluarganya, selama itu pula, dia tidak pernah menunjukan tanda-tanda berkhianat. Semua apa yang dia lakukan selalu lapor kepadanya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Apalagi dulu Alex dibawa oleh sahabatnya yang berpesan untuk mempekerjakan Alex. Sahabatnya itu memuji betapa hebatnya Alex, juga kepribadiannya yang baik. Intinya, kata sahabatnya itu, tidak ada alasan untuk menolak Alex, katanya pula ia akan menyesal jika tidak menerima Alex. Sebab sahabatnya sendiri yang mengatakan hal itu, Adiwijaya pun percaya. Setelah ia mencari tahu latar belakang Alex sebab tentu harus memastikan lebih dulu, pun setelah Alex bekerja padanya tidak ada hal yang
Tiba-tiba... Masuk rombongan tukang pukul dengan membawa senjata di tangan masing-masing ke dalam ruang makan. Seketika mengepung semua orang. Adiwijaya dan Monica begitu tersentak, mengenali beberapa dari mereka, tapi ada yang tidak sebab mereka adalah pasukan elit yang dibentuk dan dilatih sendiri oleh Alex. Alex mempersipakan pasukan itu dengan tujuan untuk mengkhianati mereka berdua? Di titik ini, Adiwijaya dan Monica marah besar. Juga begitu menyesal karena telah mempercayai Alex sepenuhnya. "Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau berkhianat, Lex—" Namun ucapan Adiwijaya mendadak terhenti. Alex telah maju, dalam gerakan yang begitu terlatih, cepat dan akurat, dia telah memiting Adiwijaya dan membantingnya jatuh ke lantai. Melihat hal itu, Monica berteriak memanggil Ayahnya. Sedangkan Ivan dan Susan begitu tersentak. Sedetik, tanpa memberikan lawannya jeda untuk bernafas, Alex telah mencabut pistolnya. Demi melihat hal itu, Ivan dan Monica refleks bergerak h
Selagi Monica tengah menangis histeris dengan memangku kepala Ayahnya, Alex naik dan duduk di atas meja makan. Lalu, ia menghisap rokok dan berkata. "Yang tidak berkepentingan, silahkan pergi dari sini!" Tentu perkataan itu ditunjukan untuk Ivan dan Susan. Mendengar hal tersebut, Ivan menggeram, ia tahu bagaimana rasanya dikhianati. Bagaimana tidak, seseorang yang selama ini kita percayai, tapi ternyata menusuk dari belakang! Di sisi lain, Ivan merasa bersalah karena tidak bisa menahan Alex membunuh Ayahnya Monica. Sedangkan Susan lemas bukan main. Begitu shock berat sebab kejadian itu terjadi sangat cepat. Kehilangan orang tua, hal yang paling menyakitkan dalam hidup! Ia sudah pernah mengalaminya sendiri, apalagi dengan cara dibunuh seperti itu di depan mata sendiri... Lupakan soal kekesalannya terhadap Monica tadi, ia menjadi kasihan dengannya. Di titik ini, Ivan menghela napas. Baik lah. Adiwijaya telah mati. Namun ia harus menolong Monica. Sama seperti Susan, I
"Ada, Van," jawab Monica setelah berpikir sejenak. "Ayah memiliki kakak yang tinggal di Novena," "Nona mau pergi ke sana?" tanya Ivan hendak memastikan. Monica yang duduk di jok belakang dengan memangku kepala jasad Ayahnya mengangguk. "Iya, tolong antarkan aku ke sana," Ivan menoleh ke belakang sebentar, lantas mengangguk. "Maaf aku jadi merepotkan kalian," ucap Monica serak. "Maaf pula karena aku harus melibatkan kalian berdua, kalian harus terjebak dalam situasi seperti ini." Mendengar itu, Susan langsung menoleh ke belakang menghadap Monica seraya menggeleng. "Sudah. Jangan pikirkan hal itu Nona. Kita semua tidak ada yang tahu bukan jika kejadiannya akan seperti ini?" ucap Susan. "Yang penting kita semua selamat dan Nona bisa menempatkan Ayah Nona di tempat peristirahatan terakhirnya dengan layak." Ucapan Susan dibalas anggukan kepala Monica. Susan lanjut berkata, "Aku turut berduka cita dengan apa yang terjadi dengan Tuan Adiwijaya, pemilik Grup Adiwijaya yang terke
Wajah Ivan mengernyit. "Kabar gembira apa?" "Aku, hamil, sayang!" ucap Susan riang. Sontak saja, ucapan Susan membuat Ivan terhenyak! Lalu, Ivan menatap istrinya itu justru dengan tatapan tak percaya ... "A-apa? Ka-kamu hamil, sayang? Benar kah?" Tanpa merespon perkataan Ivan terlebih dahulu, Susan langsung berbalik dan bergegas ke arah meja mengambil sesuatu di atas sana. Dengan wajah ceria, lalu perempuan itu kembali menghampiri Ivan dengan memegang testpack di kedua tangannya. Susan langsung memperlihatkan testpack tersebut di depan wajah Ivan, "Lihat lah! Testpack ini menunjukan dua garis yang menandakan jika aku positif hamil sayang!" ucap Susan sambil tersenyum lebar, "tadi aku juga sudah diperiksa oleh dokter dan setelah itu, dokter memberikan ucapan selamat padaku atas kehamilanku!" Ivan tercengang, kini ia masih mengamati testpack yang barusan diberikan oleh Susan. Sedangkan Susan dengan mendecak kesal, lanjut bicara, "ternyata apa yang terjadi padaku tadi pagi
"Selamat Bu Susan atas kehamilannya," ucap seorang dokter perempuan di hadapan Susan sambil tersenyum lebar, "sebentar lagi, Bu Susan akan menjadi seorang Ibu," Susan termangu, tidak langsung menjawab, kini ia tengah menatap dokter di hadapannya dengan pandangan kosong. Seakan ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Sementara di kedua tangan perempuan itu terdapat testpack kehamilan yang memperlihatkan dua garis—yang mana mendandakan bahwa ia positif hamil. Susan masih belum bisa mencerna apa yang kini tengah terjadi. Mulai dari ia yang merasa aneh dengan sakitnya, memikirkan ia yang telat datang bulan yang membuat ia berpikir kemungkinan yang terjadi, testpack yang akhirnya menjawab dengan menunjukan dua garis dan hal tersebut diperkuat dengan dokter yang memberikan ucapan selamat atas kehamilannya. A-aku hamil? tanya Susan kepada dirinya sendiri. Seketika Susan merasa tidak karu-karuan. Setelah berhasil mengondisikan diri, Susan kembali menatap dokter dengan sorot mat
Informasi itu memuat hubungan antara Doni dengan Samuel lebih detail lagi yang disertai dengan foto-foto. Juga dijabarkan segala macam bentuk teror yang dulu dialami oleh anggota keluarga Rahardian merupakan ulah Doni. Sebenarnya, hal tersebut sudah mencurigakan dari awal mengingat teror itu tiba-tiba berhenti ketika keluarganya Susan berhenti mengusutnya. Selesai membaca dokumen dan mengamati foto yang telah dikumpulkan oleh para bawahannya, Ivan menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan rahang mengeras. Sembilan puluh sembilan persen semua bukti mengarah kepada Doni yang merupakan dalang dibalik kasus hilangnya Natasha. Terang saja, kini Ivan sudah tidak ragu untuk segera memanggil mereka berdua untuk diintrogasi. Kemudian, Ivan menempelkan ponsel di telinga lagi, "Segera jadwalkan pertemuanku dengan mereka berdua, Renata!" ucap Ivan tegas, "kita akan bicara baik-baik terlebih dahulu dengan mereka, mengundang mereka! Itu adalah plan A," "Jika tidak berhasil, maka, ter
"Kami berhasil menemukan saksi kejadian delapan belas tahun silam yang memberikan keterangan jika melihat Natasha waktu itu terjebur ke sungai dan tenggelam sebelum akhirnya hanyut terbawa arus, tuan muda." Di sebrang sana, suara Renata terdengar. Ivan begitu tersentak. Lalu, ia refleks menarik tubuh dari sandaran kursi dan berkata, "Apakah dia benar-benar melihatnya? Atau dia berbohong?!" "Dia berbohong, tuan muda," balas Renata. Kini Ivan menghela napas. Demikian, ada seseorang yang menyuruhnya, supaya kejadiannya jadi seperti itu. Lalu, rahang Ivan mengeras. Jelas, itu adalah salah satu skenario yang dibuat oleh dalang dibalik penculikan Natasha! Sebelum Ivan angkat bicara, suara Renata di ujung ponsel kembali terdengar, "Ternyata saksi itu memberikan keterangan palsu kepada orang-orang yang waktu itu ada di sana, juga yang ikut melakukan pencarian dan tentu saja kepada pihak kepolisian, tuan muda," "Sebenarnya, dia tidak melihat adiknya Nyonya Susan itu terjebur dan te
"Benar, sayang. Om Doni lah orangnya!" ucap Ivan sambil menatap Susan dengan memasang ekspresi wajah datar. "Aku harap, setelah ini, mata kamu terbuka dan dapat menerima kenyataan bahwa Om Doni tidak sebaik yang kamu kira selama ini. Om Doni adalah orang yang sebenarnya jahat kepada keluargamu! Bukan Pak Mahendra, dia hanya dijadikan kambing hitam!" Ucapan Ivan membuat Susan tersadar dari lamunannya. Kemudian, Susan menatap suaminya sambil mengangguk, "Sekarang, aku sudah sepenuhnya percaya jika om Doni lah yang jahat, sayang. Kebaikannya yang selama ini dia ulurkan kepada keluarga kami itu palsu. Ck, Kenapa aku bisa tertipu olehnya..." Susan mendecak kesal seraya menyugar rambut dengan kasar. Disaat yang sama, matanya berkaca-kaca. Kini perasaanya begitu campur aduk tidak karuan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun, ia telah mempercayai orang yang salah! Orang yang ia anggap saudara, ternyata adalah musuh. Benar-benar musuh dalam selimut! "Hei, sekarang kamu sudah menge
Mendengar itu, Ivan mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang barusan Susan katakan. Ivan, dengan rahang mengeras menimpali, "Urusan ini serius, sayang. Musuh sedang mengincar untuk menumbangkan perusahaan!" "Jelas, jika perusahaan dan pabrik Malice runtuh. Maka, bisnis keluarga Rahardian akan terganggu!" Seketika Susan gelagapan. Kentara langsung cemas. Lalu, ia kembali menoleh, menatap suaminya sebentar. Kenapa tiba-tiba saingan bisnis keluarganya menyerang perusahaan? Padahal, beberapa tahun belakangan ini, adem ayem saja. Tidak ada serangan secara sembunyi mau pun terang-terangan. Meski hal itu lazim terjadi di dunia bisnis, tapi mengingat Malice Inc yang diakusisi oleh Graha Group membuat para kompetitor diluar sana merasa iri. Mungkin, hal itu lah yang membuat para kompetitor Malice ingin menghancurkannya. Sebenarnya, Susan selalu berhati-hati, waspada semenjak ia menjabat sebagai CEO. Namun, setahun yang lalu, Susan sedikit lengah. Bagaimana tidak, pikirannya
Sebab Ivan yang telah berkontribusi besar dalam menangani krisis keuangan dan sabotase yang terjadi pada Malice Inc. Kini, Ivan jadi dihormati, dipuji oleh petinggi perusahaan dan karyawan Malice setelah sebelumnya sempat dipandang rendah. Bahkan, tidak sedikit yang sebelumnya menghina, juga merendahkan. Sebenarnya, Ivan mulai dipandang berbeda semenjak Ivan diketahui berteman dekat dengan Tuan Muda Aditama. Demikian, seseorang itu akan dianggap hebat jika bisa berteman dengan pewaris dari keluarga terkaya negara Ferandia tersebut. Apalagi hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenalnya. Sementara itu, orang yang tidak suka atas keberhasilan Ivan dan Susan dalam mengatasi krisis kali ini tidak lain adalah Herlambang. Tentu, hal itu membuat Ivan pasti akan lebih disayang oleh kakek Rahardian. Diterima oleh orang-orang. Herlambang pun tidak tahan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Ivan? Kau meminjamnya dari sia
Mendengar itu, Herlambang tertawa. Lalu, ia menatap Ivan dengan sinis sekaligus jijik, "Dengar, uang yang dibutuhkan Malice itu bukan uang satu juta, dua juta, melainkan satu triliun!" ucap Herlambang penuh penekanan. "Kau saja belum pernah memiliki uang dengan nominal segitu banyaknya. Dan sekarang, dengan sangat percaya dirinya, kau akan meminjamkan uang satu triliun kepada Malice? Astaga, orang-orang miskin memang suka berkhayal ya!" Ivan hanya tersenyum miring sambil menyilangkan tangan di depan dada menyaksikan Herlambang yang lanjut terkekeh usai berkata demikian. Sedangkan Susan sendiri jengah bukan main. Susan, dengan mendengus menimpali, "Paman, aku tau paman sangat tidak percaya. Tapi, Ivan sungguh akan meminjamkan uang kepada Malice. Sehingga, kita tidak perlu meminjam uang kepada orang lain!" Tanpa menunggu respon Herlambang, Susan segera memberikan tanda pada Ivan untuk mengirimkan uangnya. Mendapati hal tersebut, Ivan mengangguk. Lantas, segera berkutat dengan
Ivan mendapat informasi tentang Irwandi dari Renata yang sangat mengejutkan. Hingga membuat ia berpikir ; apakah sang paman memiliki niat jahat dibaliknya? Tiba-tiba, Ivan angkat bicara yang membuat keduanya seketika berhenti mengobrol dan menoleh ke arahnya. Lalu, Ivan menatap Herlambang dengan pandangan memicing, "Paman yakin, akan meminjam uang padanya?" Mendapatkan pertanyaan itu, kening Herlambang ikutan berkerut. "Yakin sekali! Kenapa aku harus ragu meminjam uang padanya? Dia itu pebisnis handal. Pemilik bank swasta terkenal di negara kita, salah satu bank swasta terbesar!" Sementara Susan yang kebingungan dengan perkataan Ivan buru-buru menghadapnya yang kini langsung balik menatap istrinya. Tahu apa yang tengah Susan pikirkan, Ivan segera menyodorkan ponsel padanya, "Baca lah, sayang. Nanti, kamu akan mengerti siapa Pak Irwandi lebih dalam!" Separuh masih bingung sekaligus penasaran, Susan menerima ponsel yang disodorkan Ivan dan seketika langsung membaca informas