Sebab sejak tadi perhatiannya hanya terfokus kepada Adiwijaya dan Monica saja, membuatnya tidak menyadari keberadaan mereka berdua. "Siapa mereka berdua?" "Mereka Ivan dan Nona Susan, Paman. Mereka berdua sepasang suami istri yang menolongku dan membawaku ke sini." Monica buru-buru mengenalkan. "Mereka berdua tamuku yang kebetulan masih berada di rumah saat kejadian Alex membunuh Ayah. Sebelumnya, kami mengajak mereka berdua makan malam di rumah kami karena Ivan sudah menolongku dari Johan yang hendak berbuat jahat kepadaku." Kata Monica lagi. Yudis mangguk-mangguk mendengarnya. Tersenyum kecil, Yudis berkata, "Terima kasih karena kalian telah menolong Monica dan membawanya ke sini," Ditengah suasana berkabung, mereka berkenalan singkat, juga Ivan dan Susan yang mengungkapkan bela sungkawa atas kematian Adiwijaya. Setelah itu, Ivan dan Susan pamit pergi. Tentu keduanya merasa tenang sekarang sebab Monica sudah bersama anggota keluarganya. Sembari menyetir, Ivan mengajak
"Bagaimana mungkin Bu Padmi tiba-tiba mencabut aduannya?!" ucap Ivan bingung sekaligus heran. Padahal Ibunya Seila tahu bahwa Romo bukan orang baik, anaknya dalam bahaya—menginginkan anaknya kembali meskipun awalnya pasrah sebab takut akan kekuasaan Romo. Tapi kenapa tiba-tiba dia berubah pikiran? "Tadi pagi Bu Padmi datang ke sini bersama suami dan juga Seilanya, kedua orang tuanya menjelaskan jika Seila akan menikah dengan Tuan Romo dan Seila sendiri mengatakan bersedia menikah dengan beliau," jelas polisi itu. Ivan terperangah, tidak percaya jika Seila bersedia. Pasti dia berbohong karena suatu alasan. Diancam! Polisi itu lanjut berkata, "Disini tidak ada unsur paksaan, juga tidak terjadi hal buruk padanya. Keadaannya baik-baik saja, tak seperti yang kalian kira. Seila memang terpaksa menikah, tapi untuk membantu kedua orang tuanya. Pun hutang piutang antara yang bersangkutan sudah selesai. Mereka memilih jalan damai." Tentu Ivan merasa hal itu ganjil. "Tidak mungkin tid
Mendengar namanya disebut, Ivan langsung balik badan dan mendapati seorang pria bertampang dingin, mengenakan jaket kulit telah berdiri di belakangnya. "Benar," jawab Ivan dengan nada datar setelah terdiam sesaat sebelum kemudian mengamati pria itu. Siapa pria itu? Jelas, dia bukan orang sembarangan sebab bisa langsung mengetahui namanya. Juga sudah pasti ada hubungannya dengan apa yang tengah Seila alami ini. Selagi Ivan tengah berpikir, pria itu melangkah maju, berdiri di hadapan Ivan dan menatapnya tajam. "Kuperingatkan kepada Anda untuk tidak ikut campur dengan masalah ini, jika Anda masih ikut campur setelah ini. Maka kami akan membuat perhitungan kepada anda dan membakar sekolah anda!" ancam pria itu. Seketika Ivan tercengang, langsung tahu jika pria itu adalah suruhan Romo. Memang percuma menyerahkan masalah ini kepada polisi sebab sepertinya polisi melindungi seseorang, yang ada keburu terjadi apa-apa dengan Seila. Ivan pun memutuskan akan menyelamatkan Seila sendi
Tiba-tiba, ponsel Ivan yang ia letakan di atas meja menyala sekaligus berbunyi disaat bersamaan tanda ada panggilan masuk. Hal tersebut membuat perhatian Ivan teralihkan. Begitu pula dengan Renata. Ivan pun memberi isyarat kepada Renata untuk berhenti bicara terlebih dahulu. Ternyata panggilan masuk dari anak buahnya yang ia tugaskan sebagai mata-mata sekaligus informan di rumahnya Romo, sepertinya dia hendak melaporkan situasi terkini di sana. Anak buahnya itu menyamar sebagai tukang bersih-bersih dan pelayan di rumah itu. Sehingga bisa memantau kondisi Seila di rumah itu dengan lebih mudah. "Kami ingin melaporkan jika Nona Seila baru saja kembali ke rumah dan langsung dibawa ke kamar di lantai atas, Tuan Muda," ucap anak buahnya. Ivan terperangah, "Seila kembali ke rumah itu bersama siapa? Apakah bersama kedua orang tuanya?" "Tidak, Tuan Muda. Nona Seila kembali ke rumah ini sendiri dengan dikawal oleh bodyguard." Seketika Ivan berpikir. Sepertinya Seila dikembalik
"Saya telah mengancam kepala sekolah itu dan memberinya sedikit pelajaran dengan menghancurkan mobilnya, Tuan," ucap seseorang di ujung ponsel. "Saya yakin, dia sudah takut sekarang dan tidak akan berani menyelamatkan Nona Seila lagi." Mendengar itu, seorang pria yang tak lain adalah Romo terbahak, "Kerja bagus. Sudah pasti jika kepala sekolah itu sudah tidak akan berani lagi sekarang!" Kini ia sedang duduk di jok belakang dalam perjalanan pulang ke rumah keduanya, tempat ia mengurung Seila. Selesai menelfon, Romo berganti menghubungi anak buah yang lain yang berjaga di rumah itu. "Seila sudah kembali ke rumah, 'kan?" Romo sedikit kesal sebab ulah kepala sekolah tempat Seila mengajar yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ivan yang membujuk Ibunya Seila untuk melaporkan dirinya ke polisi. Sehingga ia harus membuang sedikit energi dan waktu untuk mengurus hal tersebut. Namun sekarang curut penganggu itu sudah ia bereskan. "Sudah, Tuan. Nona Seila sudah kembali ke ruma
Selesai menelfon, ekspresi wajah Romo berubah masam! Sebab ia harus segera bersiap untuk pergi lagi, ada urusan bertemu dengan orang penting, sehingga ia tidak bisa melanjutkan aksi bejatnya barusan kepada Seila. Sambil berkacak pinggang, Romo menatap Seila yang kini telah melorotkan diri di lantai, tengah menangis. "Sayang sekali kita tidak bisa menuntaskan permainan panas kita sampai selesai," Seila tidak membalas perkataan Romo, tangisnya malah kian menjadi. Melihat hal itu, Romo sama sekali tidak kasihan. Justru merasa begitu puas! Dengan pandangan memicing, Romo berkata, "Tapi nanti malam kita bisa lanjutkan," Di ujung kalimat, Romo terkekeh. Terang saja Seila langsung ketakutan dalam diam seraya menggeleng. Ya... Tuhan kenapa hal mengerikan ini harus terjadi padaku!? teriak Seila dalam hati. Tiba-tiba... Plak! Plak! Plak! Romo berjongkok di hadapan Seila dan langsung menamparnya dengan keras, membuat Seila buru-buru melindungi wajah dengan kedua tangannya
Ivan langsung tahu sesuatu begitu mendapati pemandangan kamar tempat Romo mengurung Seila yang dipenuhi alat-alat pelengkap seks. Sementara itu, Seila yang tengah melongok keluar jendela langsung berbalik ke arah pintu. Ia seketika membeliak. Sebelumnya, ia mendengar suara tembakan yang bersahut-sahutan, teriakan, jerit kesakitan dari luar kamar. Tentu ia panik sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi, mencoba mencari tahu dengan mengecek ke luar jendela. Dan ia sama sekali tidak berpikir jika ada penyelamat yang datang untuknya. Dan penyelamat itu adalah... "Pa-pak Iv-ivan!" ucap Seila terbata, "Anda benar-benar... Pak Ivan?" tanya Seila lagi hendak memastikan. Pada saat bersamaan, perasaanya langsung tidak karu-karuan. Ivan yang saat ini masih mengamati keadaan dalam kamar tersebut seketika tersadar dan buru-buru menatap Seila. "Seila!" Ivan pun bergegas menghampiri yang kemudian Seila langsung memeluk Ivan dengan erat. "Ya, Tuhan... Anda benar-benar Pak Ivan?
Tiba-tiba... Romo terhenyak, langsung menurunkan senjatanya. Juga menahan gerakan kedua pengawalnya yang hendak kembali melepas tembakan. Sebab, orang-orang itu adalah Delon beserta pasukannya. "Tu-tuan Delon! Ke-kenapa Tuan Delon ada di sini?" tanya Romo bingung sekaligus heran. Mendengar itu, Delon mendesis seraya menatap Romo tajam, "Apalagi kalau bukan untuk memecahkan kepalamu!" seru Delon dengan suara lantang. Sontak saja, Romo terperanjat! Delon akan memecahkan kepalanya? Seketika Romo bergidik ngeri, juga dua pengawalnya. Romo pun langsung mencoba mengingat ia ada menyinggung Delon atau keluarga Graha atau tidak. Namun ia merasa tidak menyinggung mereka. Sementara Ivan yang masih berada di lantai atas, begitu merasa situasi sudah aman, ia lanjut menuruni tangga. Tiba-tiba perhatian Romo teralihkan oleh kemunculan Ivan dengan menggendong Seila. Seketika ia terbelalak! Bukan kah dia kepala sekolah tempat Seila mengajar? Di titik ini, Romo menjadi nai
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr
Mendapatkan pertanyaan itu, Doni tertawa renyah, "Yang pasti, dari keluarga yang kekayaan, kekuatan dan kekuasaanya setara dengan keluarga Graha!" Namun, Ivan tidak berniat membahas hal itu lebih lanjut. "Baik lah. Coba kita lihat nanti. Apakah bantuan dari keluarga yang katamu, kekayaan, kekuatan dan kekuasaannya setara dengan keluarga kami itu akan bisa menang melawan pasukan keluarga kami atau tidak!" Tawa Doni terhenti, lantas ia mendecih, "Jangan harap kalian bisa menghancurkan markas saya dengan mudah! Walau saya tau kalau belum pernah ada yang bisa mengalahkan pasukan keluarga Graha. Tapi, jangan remehkan pasukan saya kali ini, tuan muda Ivan karena saya akan mengukir sejarah!" Selesai menelfon, Ivan menatap semua orang di hadapannya secara bergantian yang kini tengah balik menatapnya dengan tangan terkepal juga waja-wajah bersemangat. "Kita berangkat sekarang!" *** DOR! DOR! DOR! Di bawah hujan peluru, Charles tampak tergesa menaiki tangga pesawat jet miliknya diik
Sementara itu, Basuki dan Renata telah mendapatkan informasi mengenai kedatangan dan penerbangan mendatang putra kedua keluarga Fairuz. Keduanya mengaku kesulitan mengingat Charles berasal dari salah satu keluarga penguasa Asia. Begitu mengetahui bandara yang akan digunakan Charles terbang ke negaranya, Basuki dan Renata langsung bergerak cepat untuk menahannya. Untungnya, kali ini, keduanya bergerak lebih cepat. Charles belum berangkat, sedang dalam perjalanan menuju ke bandara. Hal tersebut membuat mereka berdua berspekulasi jika Sheila yang sebenarnya adalah Natasha ada di tangan putra kedua keluarga Fairuz itu! Dua orang kepercayaan keluarga Graha itu langsung menjelaskan situasi darurat hendak menangkap seseorang kepada pihak bandara. Tinggal menyebutkan nama keluarga Graha saja, maka, urusan beres! Alhasil, semua orang yang ada di bandara segera dievakuasi, lantas ditutup untuk umum. Kini Basuki dan Renata tinggal menunggu kedatangan Charles untuk dibekukan. *** "Hallo