Pagi ini Argen datang lebih siang dari biasanya ke kantor. Alasannya karena Ana yang tidak ada kuliah pagi. Sebagai suami yang baik Argen memutuskan menemani Ana bergumul dengan selimut jauh lebih lama. Alasan, padahal dia melakukannya dengan suka cinta. Bahkan membuatnya malas beranjak. Saat Ana sudah bangun dari tempat tidur dan mau mandi, dia menarik gadis itu lagi jatuh terjerembab ke tempat tidur.Setelah melewati pagi yang dipenuhi bunga-bunga cinta, mood dan semangatnya bekerja jadi terlihat meningkat seribu kali lipat dari biasanya. Argen bahkan membuat penjaga pintu di loby hampir jatuh kaget karena mendapat senyum saat penjaga itu mengucapkan salam selamat pagi.Kalau setiap hari begini, bisa-bisa Tuan Muda membuat para karyawan pingsan karena sikap anehnya. Gumam pengawal Argen yang berjalan di belakangnya.Miria bahkan menatap pengawal Argen mencari tahu apa yang terjadi, senyum tipis itu menjawab kalau tuan muda sedang dalam suasana hati yang sangat baik. Itu artinya peke
"Argen." Suara bibi bergetar. "Tolong bantu dan lindungi Arko." Dia meremas jemarinya, airmata jatuh menetes di tangannya. "Bibi tahu ini tidak tahu malu, ayah Arko sudah banyak melakukan hal buruk padamu." Airmata dan Isak bercampur dalam suaranya. "Arko anak yang baik, dia hanya tidak bisa." Suara bibi hilang ditelan Isak, dia tidak meneruskan penjelasannya. "Bibi mohon tolong bantu Arko. Bibi tidak tahu apa yang bisa dilakukan ayahnya. Bibi mohon Argen." Tiba-tiba bibi bangun lalu dari duduk, berlutut di lantai, menyentuh kaki Argen. "Bibi akan mencium kakimu kalau itu yang kau mau, tapi bibi mohon selamatkan hidup Arko."Ayah yang seharusnya melindunginya hanya memakainya demi ambisi. Arko seperti hidup dihancurkan perlahan oleh ayahnya sendiri."Bibi!" Argen bangun berdiri marah, menjauhi sofa. Menyentuh kepalanya yang berdenyut. "Suruh dia bangun atau aku tidak mau mendengarnya bicara lagi." Walaupun dia muak dengan mereka semua, namun melihat wanita tidak berdaya yang ketakuta
"Anda tidak perlu melakukan ini Tuan Muda." Pengawalnya terkejut sesaat, lalu menyodorkan kartu milik Argen dengan kedua tangannya. "Saya...""Anggap saja itu bayaran kau sudah menyiapkan makan malam untukku dan Ana." Tidak ingin dibantah. "Pergi sana! Kirimi aku foto bukti makan malammu dengan ibumu, kalau kau tidak mau kutendang besok." Berbalik dan berjalan masuk ke dalam kamar tidak mau mendengar pengawalnya berdalih lagi.Hah! Apa aku iri padanya karena aku tidak pernah makan malam dengan ibu. Aku jadi kesal karena ternyata selain jadi anjing kakek, dia hidup dengan normal.Dia membuka pintu kamarnya setelah mendengar pintu rumahnya tertutup. Pengawalnya sudah menghilang dari pandangan. Satu hal yang dibenci Argen dari laki-laki itu hanya karena dia anjing setia kakek yang akan melaporkan apa pun yang ia lakukan pada kakek. Sebenarnya hanya itu satu-satunya sumber kebenciannya dengan pengawalnya.Hari ini Argen melihat dua hubungan ibu dan anak, yang terasa sangat asing dengannya
Kejadian di waktu yang sama. Tuan pengawal merapikan kemeja yang dia pakai, diusap-usapnya bahu lalu bagian depan dafa di depan kaca mobil setelah turun. Dia sudah ada di depan rumah ibunya. Hatinya berdesir seperti dibelai angin yang menggoyang rambutnya saat ini. Angin yang berhembus hangat, udara malam yang semilir. Rumah yang dipilih ibu ada di pinggiran kota. Lingkungannya ramai dan cukup padat, namun tertata dengan rapi dan bersih. Ada kantor polisi yang cukup dekat juga. Ibu memilih tempat yang tenang dan aman, gumam tuan pengawal dengan perasaan lega.Dia mengetuk pintu, ditangannya sebuah buket bunga dengan ukuran lumayan besar yang dia pilih sekitar setengah jam tadi di toko bunga. Selama ini dia tidak pernah membelikan ibunya bunga hingga bingung bunga apa yang akan disukai wanita yang sudah melahirkannya itu. Pintu berderik terbuka. Seorang wanita muncul dengan senyum sumringah saat melihat anaknya. Wajahnya yang lembut. Diusianya yang tidak lagi muda namun masih terpan
Karena dia belum tahu aku kakaknya, tapi, setelah ibu diundang di acara makan malam, ah, sudahlah, toh aku akan menghilang setelah hari itu dan tidak bertemu dengannya lagi."Karena dia yang membayar semua ini, jadi dia minta bukti, dia memang kadang agak aneh Bu. Yang penting turuti saja apa maunya." Mereka minta pelayan yang selesai mengantarkan makanan ke meja sebelah untuk mengambil foto. Tuan pengawal merangkulkan tangannya ke bahu ibunya. Tersenyum melihat kamera. Dia ibuku tuan muda, wanita yang sangat dibenci ibu Anda, dan wanita yang dicintai ayah Anda.Makan malam mereka berlanjut sampai makanan yang ada di piring habis, ibu mengungkit lagi tentang gadis yang ia temui, lagi-lagi menawarkan gadis muda baik hati pada tuan pengawal. Anak dari sahabatnya. Tuan pengawal malah tertawa sambil menggeleng kepala. "Ah ibu kenapa jadi aku disuruh menikah cepat-cepat si, sekarang kan yang penting ibu datang dulu ke acara perjamuan makan malam."Padahal tuan pengawal sebenarnya tidak
"Angela sudahlah ayo pergi, sudah ada yang menonton kita. Bagaimana kalau ada fotomu yang tersebar." Salah satu wanita malu sambil melihat Ale, menarik tangan Angela. Walaupun terlihat masih kesal dan tidak terima, Angela akhirnya mau ikut beranjak juga.Tadi hanya perang antar wanita mereka masih bisa besar kepala. Giliran ada laki-laki yang datang, dan tampan mereka mengalah supaya terlihat tidak bersalah."Tunggu." Ana bersuara keras saat ketiganya mau melangkah pergi. "Kalian mau kemana? Minta maaf dulu pada Kak Rene." Menarik tangan Rene untuk berdiri di sampingnya. Untuk semua penghinaan yang kalian berikan pada Kak Rene."Apa! Memang aku melakukan apa padanya." Angela menyalak tidak Sudi melakukannya."Wah, ternyata Anda cuma cantik wajahnya saja ya, tapi pelupa atau hilang ingatan." Ana mencibir. "Anda kan mau memukul Kak Rene tadi.""Tapi kan tidak kena? Jadi apa masalahnya." Salah satu berdalih, memang tidak kena karena Kak Ale menangkis, coba kalau tidak, tas yang terpenta
Daisy Bakery Shop.Langit yang cerah di pagi hari sudah menghangatkan bumi. Ale menarik tirai menyibak kesunyian lantai dua yang sudah menjadi rumahnya. Ana sudah merapikan kamar, menyulap ruangan lantai dua menjadi nyaman dan hangat. Ada TV dan sofa baru, walaupun belum dinyalakan Ale di sana. Klakson mobil terdengar dengan jelas sekarang dari jalan di depan toko. Dia menguap sambil menutup mulut. Sudah ada suara musik dari lantai bawah toko Daisy dari pagi tadi. Lila biasanya yang menyetel musik sambil menyanyi, katanya sambil olahraga pagi. Tapi mulutnya saja yang bergoyang, apa itu bisa disebut olahraga ya.Terserahlah, yang penting Lila bahagia pikir Ale. Kebahagiaan Lila juga menjadi sumber keceriaan toko. Meramaikan toko dengan celotehnya yang tidak ada habisnya. Padahal kata Lila wajah Kak Ale lah sumber kebahagiaannya selama bekerja di toko Daisy. Aku deg-degkan hari ini. Huaaaa, padahal baru kenalanan aja sudah mendebarkan begini.Jomblo kelamaan yang sedang mempersiapkan h
Sampai mobil di alamat yang sudah dikirimkan Miria. Turun dari mobil wajah Ale langsung pias, bukan hanya Miria yang menyambutnya berdiri di dekat pagar rumah. Karena sepertinya semua anggota rumah ada di sana. Ada orangtua Miria baik ayah dan ibunya, adik laki-laki yang sering datang ke toko, dan tentunya gadis cantik berkaca mata yang selalu membuat hatinya bergetar saat memandangnya.Kenapa mereka semua keluar rumah menyambut!Dag, Dig, dug, kaki melangkah. Menyerahkan dua boks roti ke tangan adik laki-laki Miria."Selamat datang Kak, kakak nggak kesasar kan?""Sopir membawaku dengan selamat." Tertawa memecah kecanggungan."Syukurlah, Kak Miria sudah nggak sabar nunggu. Awww!" Menjerit karena Miria mendekat dan sepertinya mencubit pinggangnya. Sang adik cuma bisa menggerutu lalu membawa dua kotak roti ditangannya masuk. Menyelamatkan diri juga."Padahal aku bisa menjemputmu," ujar Miria sambil menyelipkan rambutnya. Bicara dengan wajah bersemu. Orangtuanya sampai bengong melihat si
Meninggalkan Argen dan Ale berdua dalam ruangan tunggu."Kau tegang?" Argen mendekat menghampiri Ale. Meninju lengan sahabatnya. "Bagaimana perasaanmu hari ini?" Dia ingin menggoda Ale yang terlihat berdiri dengan kikuk. Beberap kali merapikan rambut yang memang sudah rapi."Senang, bahagia, aku sudah tidak sabar. Gen...""Apa?""Tapi aku gemetar tahu." Mencengkeram bahu Argen. Dia memang sok keren di depan Ana dan bilang baik-baik saja, padahal dadanya berdebar kencang. "Kau tegang tidak waktu mau menikah dengan Ana." Ada peluh yang merembes di kening Ale."Kau itu nggak ngapa-ngapain aja gemetar." Argen menjawab acuh seperti Argen biasanya."Dasar sialan!" Tapi Ale tertawa juga mendengarnya. Membuat kegelisahannya sedikit mencair. Mereka duduk di sofa sekarang. Ale masih terlihat gelisah. Beberapa kali mengusap wajahnya. Janji pernikahan, dia sudah hafal diluar kepala. Sudah dia ulang-ulang juga tadi. Dia tidak mau mengulangnya lagi, karena takut malah panik dan lupa semuanya.Ah,
Laki-laki itu menjatuhkan kepalanya di meja. Menyesali kebodohannya yang salah stategi. Dia terlalu jumawa. Diambilnya lagi undangan Miria. Dieja perlahan nama Aleando dengan sedikit geram seperti orang mengumpat. Dia laki-laki seperti apa ya, sampai bisa membuat Miria jatuh cinta.Pengacara itu sangat penasaran.🍓🍓🍓Setelah melalui proses persiapan yang melelahkan, yang lelah tentu yang berjibaku menyiapkan pesta, akhirnya hari pernikahan Miria dan Ale datang juga.Sebelumnya sempat terjadi keributan kecil karena orangtua Miria berharap gadis itu bisa pergi bulan madu setelah menikah. Orangtua Miria berharap, anaknya tidak menunda-nunda punya anak. Mumpung baru menikah, gejolak cinta masih membara."Sat set, terjang Nak Ale dan segera lahirkan anak untuknya. Kau kan tahu Miria, kami ini sudah tidak muda lagi. Yang lain di keluarga kita bahkan sudah memiliki beberap cucu. Jadi jangan menunda-nunda." Ibu bicara seenaknya membandingkan dirinya dan saudara yang sudah punya cucu."Ibu
Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pesta pernikahan. Memang. Miria juga tahu itu, karena gadis itu sudah berpengalaman menyiapkan pesta pernikahan yang bahkan skalanya jauh lebih besar. Pesta Tuan Argen dan Ana. Hingga gadis itu tahu bagaimana repotnya semua tim yang terlibat.Namun, kebahagiaan orangtua Miria karena anak sulungnya akan menikah, seperti menjadi tenaga ekstra untuk mereka. Adiknya yang sekolah di luar negri pun berencana akan pulang selama beberap hari. Damar, malah jadi jarang menyambangi toko Daisy, karena dia sudah jadi sopir khusus ibunya mengurus ini dan itu. Ayah Miria, masih datang ke toko mengawasi toko. Dia akan ikut membantu kalau akhir pekan.Seperti itulah yang terjadi, demi kebahagiaan putri yang tadinya katanya tidak tertarik untuk menikah. Mereka dengan suka cita melakukan ini dan itu.Apa yang orangtua Miria pernah katakan, kalau ada uang maka semua bisa berjalan jauh lebih gampang. Apalagi perkara mempersiapkan pernikahan. Benar-benar terbukti.
Selain karena kakek. Gumam Argen. Orangtua itu masih saja berfikir menyuruhku menikah dengan wanita berstatus sosial dan memiliki keluarga yang berkuasa. Cih, apa dia pikir aku masih anak-anak yang tidak bisa memimpin Domaz Group dengan tanganku sendiri. Argen masih merasa kakek belum sepenuhnya percaya pada kepemimpinannya mengelola Domaz Group. Hingga perlu bantuan orang lain. Dia takut, kalau Ana hamil malah akan menyusahkan gadis itu saja.Ana belum menjawab. Apa yang diucapkan Argen menyentuh keharuan hatinya. Dia memarahi dirinya sendiri. Padahal suaminya sangat memikirkannya, bisa-bisanya dia berfikir Kak Argen akan seperti kakek atau ayahnya. Mereka berpelukan, Ana minta maaf lagi sudah meragukan kesetiaan suaminya."Aku mencintaimu Ana, sangat, kau bahkan harus berhati-hati karena aku sangat mencintaimu."Aku akan melakukan apa pun untukmu. Kau bahkan sudah tahu apa yang bisa kulakukan untuk mendapatkannya kan. Bagaimana dia memperjuangkan hatinya untuk Ana, bagaimana cara d
"Apa sekarang aku harus menggantinya jadi tuan muda. Tapi dia marah, saat aku bersikap sopan padanya. Ah, entahlah. Tapi, aku penasaran, mereka ngapain sebenarnya di kamar sampai sesiang ini ya."Tegukan kopi habis, dan tirai kamar lantai atas belum terbuka.🍓🍓🍓Di bibir pantai. Ada sepatu wanita dan laki-laki tertabrak ombak. Sopir yang biasanya membisu selama bertugas mengangkat dua pasang sepatu itu, menjauhkan dari bibir pantai. Lalu dia duduk di atas pasir di dekat dua pasang sepatu itu.Sementara pemilik sepatu, sedang berjalan menyusuri pantai. Argen menggulung celananya, kaki mereka menapak pasir putih yang basah. Untuk pertama kalinya bagi Argen, sepanjang dia datang ke vila kakek, dia berada sedekat ini dengan air laut.Tangan keduanya saling terpaut. Melangkah diantara riak air yang menyentuh ujung kaki. Ombak berkejaran ke bibir pantai, suara deburan ombak terdengar menambar bebatuan di bagian pantai yang berbatu cadas."Kakak, kita duduk di sana yuk?"Argen belum menja
Matahari terbit di ufuk timur, berkas sinar keemasan memancar seperti naik ke cakrawala. Matahari seperti sejajar dengan lautan. Pemandangan matahari terbit di tepi laut memang sungguh terlihat menawan. Membius mata siapa pun yang memandang.Ana duduk bersandar dengan kaki selonjoran, dia bersandar dalam dekapan Argen yang bidang, bergelung di bawah satu selimut. Sebenarnya selimut menutupi tubuh Argen, namun karena dia dipeluk jadi ikut terselimuti. Angin pagi menerobos melalui jendela yang mereka buka, membawa angin laut yang dingin masuk ke dalam kamar. Walaupun agak dingin, namun melihat matahari keemasan yang muncul dari lautan, sudah cukup membayar rasa dingin yang mereka rasakan."Indahnya Kak." Ana memutar kepalanya, melihat wajah Argen yang memeluknya dari belakang. "Melihat matahari terbit, bersama Kakak, itu yang jauh lebih membahagiakan," ujarnya sambil memberi kecupan singkat dibibir Argen. Lalu memutar kepala lagi melihat pemandangan indah di luar sana."Hemm, kau senan
"Saya suka wanita yang umurnya lebih tua dari saya Kek." Will menyambar sebelum ayahnya menjawab.Kenapa kakek tertarik dengan pernikahan cucu yang sudah dibuangnya. Pikir Will.Secepat kilat ayah Will memukul kepala anaknya karena sudah lancang menjawab. Tatapan ayah Will menusuk tajam, membuat Will menghela nafas."Maaf Kek, saya pikir kakek mau menjodohkan saya. Jadi saya mengatakan kriteria wanita idaman saya. Saya ingin menikah dengan wanita yang lebih tua dengan saya."Ayah mencubit pinggang Will. "Karena bergaul dengan Argen kau jadi pintar bicara ya." Kakek sepertinya tidak marah dengan sikap kurang ajar Will. Mungkin di mata kakek di kening Will tertulis nama sahabat Argen. Jadi Will sedikit mendapat keistimewaan. "Aku tahu banyak yang sudah kau lakukan untuk Argen."Deg. Will mulai takut. Kakek ini seperti harimau pengintai. Cuma berlaku untuk Argen. Dia mencaritahu semua orang yang ada di sekeliling Argen. Membiarkan kalau berguna untuk Argen. Menghancurkannya kalau dia cu
Sampailah mereka ke tempat yang mereka tuju. Ramai, banyak muda mudi, sedang memilih makanan mana yang akan mereka makan.Ale bilang ingin makan mi, jadilah mereka makan di kedai mi. Duduk sambil beratap langit malam. Tempat ini pasti bubar kalau hujan jatuh dari langit. Karena payung lebar di atas mereka tidak mungkin bisa menangkal air dan angin yang menerjang bersamaan."Miria..."Miria mengangguk sambil menyeruput kuah mi yang masih panas. Mengusap bibirnya dengan tisyu. Menunggu perkataan Ale selanjutnya."Rumahku yang di gang sempit itu apa aku jual saja ya. Uangnya bisa kita pakai membeli rumah baru?" Ale cuma sesekali pulang, walaupun sebenarnya dia sayang dengan rumah itu. "Tapi, aku juga belum bertanya pada Ana." Bingung sendiri dia. Meneguk air putih di gelasnya.Rumah kenangan orangtuanya, namun dia pun tidak mau tinggal di rumah itu sendiri karena merasa kesepian. Hingga sekarang toko Daisy adalah rumahnya."Ale, apa kau mau tinggal diapartemen? Dibawah rumah Tuan Argen d
Di waktu yang bersamaan di toko roti Daisy.Ruben sedang duduk di belakang kasir, karena Lila pulang cepat hari ini dia menggantikan gadis itu. Ada keperluan keluarga begitu izin Lila pada Ale, hanya mengatakan alasan aslinya pada Ale. Sementara pada Ben dia hanya bilang ada urusan dengan orangtuanya.Dia melamun, saat tidak ada pembeli roti. Mengelap kaca etalase yang sebenarnya sudah kinclong dari tadi. Membayangkan, saat ini apa yang terjadi di rumah vila kakek ya. Apa Argen sudah bisa makan dengan lahap ya sekarang? karena ada istri yang sepertinya sangat dicintainya itu, sepertinya dia baik-baik saja.Hah! Dia menghela nafas sambil menggosok meja kasir sekarang. Kuat-kuat. Kenapa juga mengkhawatirkan Argen pikirnya. Bocah itu tetap hidup bahagia dan sempurna tanpa perlu kau cemaskan Ben. Begitu hatinya ditampar kesadaran.Tapi, dia kan sudah sebaik itu pada keluargaku. Wajarlah aku khawatir, ini bentuk teimakasihku pada semua bantuannya. Ah, entahlah. Ben berhenti memikirkan pe