"Aku nggak papa Kak, karena aku adik Kak Ale dia akan melindungiku kan, dari kakeknya, dari ibunya kalau tidak merestui. Pokoknya aku aman kan, karena aku adik Kak Ale."
Sebenarnya kenyataan itu getir rasanya, namun itu sudah cukup bagi Ana. Karena kalau dia bukan adik Kak Ale, dia tidak akan punya kesempatan untuk sekedar bicara dengan Kak Argen.
"Bukankah ini kesempatan baik Kak, kita bisa menyelamatkan toko roti, aku menikah dengan laki-laki keren."
"Ana!" Gusar sendiri Ale, karena adiknya masih berfikir seperti bocah.
"Hehe, ya Kak, bilang pada Kak Argen." Tawa Aleana merekah bak kelopak bunga. Ia tersenyum karena sekilas wajah Argen muncul di kepalanya. "Lagian toko roti yang di dekat tempat kita itu nggak enak juga tahu. Ihhhh aku sebel sama mereka kenapa buka di dekat tempat kita. Sudah tokonya besar, iklan dan promosinya kencang, harganya separuh dari harga kita lagi. Huaaaaa, mereka dapat bahan baku gratisan apa." Tiba-tiba menyulut murka teringat alasan toko roti keluarganya hampir bangkrut karena persaingan tidak sehat toko roti yang muncul di dekat tokonya
Ada sebuah toko roti besar yang buka di dekat toko mereka. Sebuah toko waralaba besar yang cabangnya sudah ada di beberapa tempat. Tempatnya luas dan bagus. Sangat menarik untuk di pakai foto-foto. Anak zaman sekarang kan suka tempat-tempat begituan. Apalagi ada hari tertentu yang memberi promo setengah harga dari biasanya. Kalau hari biasa saja rotinya lebih murah dari toko mereka apalagi kalau ada promo khusus.
"Kapan kamu makan disana?"
"Seminggu lalu dengan Amira, roti kita masih jauh lebih enak. Coba saja kita bisa renovasi toko Kak, buat ala-ala kafe, terus bikin event promo setiap akhir pekan misalnya." Ana menghentikan kalimatnya ketika wajah murah Ale muncul. Memang itulah permasalahannya sekarang. Uang untuk modal. " Makanya terima tawaran Kak Argen Kak, kita selamatkan toko kita."
Ale mendelik, sementara Ana terkekeh dan bangun dari duduk. Melambaikan tangan dan berdendang keluar kamar. Meninggalkan Ale yang berkubang dalam rasa bersalahnya.
"Padahal kau tahu Argen tidak mencintaimu, kenapa kau masih seceria itu mengatakan mau menikah dengannya."
Kata-kata Argen berdengung lagi ditelinga ya.
"Kau tahu dimana mencariku."
Apakah ini pilihan yang benar, sampai tengah malam Ale hanya bergulingan di tempat tidur.
***
Awalnya Aleana berfikir mencintai dalam diam itu adalah jalan cinta terbaik yang ia tempuh. Toh, ia pun tidak pernah mendengar kabar dari Kak Ale tentang kehidupan cinta Kak Argen. Laki-laki itu hanya fokus pada karir dan tanggung jawabnya sebagai Presdir Domaz Group. Dia atau wanita mana pun tetap tidak bisa memiliki cinta Kak Argen. Itu adalah faktanya.
Ana duduk di meja belajarnya, ditemani temaran lampu tidurnya. Suara jentikan jarinya terdengar saat ia menghidupkan lampu belajar. Pendar cahaya terang langsung menyinari. Ana menatap deretan foto-foto yang menghiasi dinding meja belajarnya. Ada banyak foto kenangan ayah dan ibu di sana, bersama Kak Ale, mereka berempat yang dipenuhi kenangan bahagia. Selain itu ada juga foto mereka bertiga Kak Ale, Ana dan Kak Argen. Foto yang dia banggakan di depan teman-temannya dulu semasa SMU.
Ana mengeluarkan sebuah map warna biru dengan hiasan taburan daun kekuningan. Dia buka satu persatu. Artikel atau berita tentang Domaz Group dia print lalu dia tempelkan satu persatu. Ada Argen yang selalu tampil dengan balutan jas. Wajah yang dingin tanpa senyuman, namun tetap saja terlihat tampan dilihat dari sudut mana pun.
Sudah ada tiga buku sejenis di dalam laci meja Ana, dia kumpulkan sambil memuji pemilik wajah tampan itu. Ana memulai kegiatannya itu ketika dia masih sebatas fans Kak Argen. Ketika dia tumbuh menjadi remaja, kebiasaan itu tetap menjadi kebiasaan. Bahkan sampai hari ini, disela kesibukannya mengerjakan tugas kuliah, di akhir pekan dia selalu meluangkan waktu mencari-cari berita tentang Domaz Group, mengeprint, menggunting dan menempelkan dalam buku agendanya.
Ana mengusap buku lalu meletakkannya di dadanya. Dia bukannya tidak pernah menyerah dan melawan arus. Dia pernah berfikir mengubur perasaannya untuk Argen dan membuka hati untuk laki-laki lain. Tapi, bahkan tidak ada laki-laki yang pernah dekat dengannya. Hiks, bahkan yang sekedar berteman pun menjauhinya, hingga akhirnya Ana menutup lagi hatinya. Dia belum pernah pacaran sampai di umurnya yang sekarang ini. Apalagi membicarakan cinta dengan hati berdebar-debar. Hatinya masih terpaut pada satu nama.
Ana menyandarkan kepalanya, menatap foto Argen.
Aku sudah benar kan, dari pada melihatnya bersama dengan wanita lain, tentu lebih baik aku yang ada disampingnya kan. Tapi, Aku harus tetap merahasiakan perasaanku dalam-dalam. Jangan sampai Kak Argen tahu kalau aku menyukainya.
Wajah Ana bersemu merah, banyangan di kepalanya merekah sudah berangan-angan sampai jauh tentang bagaimana kalau dia menikah dengan laki-laki yang dia sukai.
Kak Argen menikah denganku karena aku adik Kak Ale. Jangan sampai dia tahu kalau aku menyukainya. Nanti kalau dia membenci hal merepotkan tentang cinta, bisa-bisa dia tidak mau menikah denganku kan. Tetap pakai alasan toko roti dan Kak Ale sebagai alasan.
Ana mengepalkan tangan ke atas. Menebar keyakinan ke udara. Bahwa dia pasti bisa menjalani ini semua.
Wajahnya berubah menjadi sedikit sendu lagi. Ketika wajah-wajah keluarga Kak Argen melintas. Ibunya, wanita cantik yang terlihat sangat berkelas. Berita atau foto-fotonya yang elegan dan bersahaja banyak bertebaran di internet. Dengan yayasan amal Domaz Group wanita itu telah mencuri banyak cinta dari kalangan sesama wanita. Dia kaya raya dan dermawan, cantik dan elegan, begitulah berita tentangnya yang di baca Ana.
Dia sepertinya ibu yang hangat.
Kakek, salah satu keluarga Argen yang mungkin paling diwaspadai Ana. Tapi, dia tetap hanya seorang kakek kan, yang akan menyukai apa yang disukai cucunya. Kalau Kak Argen sedikit saja bersandiwara menunjukkan perhatian padaku, aku rasa kakek juga akan luluh hatinya.
Sesederhana itulah Aleana berfikir tentang keluarga Argen. Semoga, semoga begitu adanya nanti, Ana berdoa dalam hati supaya apa yang Kak Ale takutkan tidak akan menjadi kenyataan
Ana membereskan harta karun yang berharga dengan hati-hati, memasukkan semua ke tempatnya semula. Mematikan lampu belajar . Masih dengan senyum-senyum sendiri karena lagi-lagi wajah Argen muncul di kepalanya, lalu dia ambruk di tempat tidur.
Aku menikah dengan Kak Argen, ini bukan mimpi kan. Aaaaaa. Menendang udara karena merasa girang sendiri.
Langit malam semakin menghitam, udara juga semakin dingin. Angin menampar jendela kamar, gadis dalam kamar yang sedang berbunga itu jatuh dalam tidur dengan hati dipenuhi bunga, dan sepertinya dia sedang mimpi indah. Gumaman terdengar di malam yang semakin senyap.
Bersambung
Kampus Aleana setelah gadis itu berhasil meyakinkan hati dan tidur dengan lelap semalam."Hei, jangan ganggu temanku!" Aleana menjejakkan kaki dengan keras di atas trotoar yang sedang dia pijak. Membuat suara marah untuk mengintimidasi.Dua laki-laki yang sedang berdiri mengapit seorang wanita menoleh berbarengan. Mereka terlihat panik saat melihat siapa yang baru bicara. Apalagi saat gadis itu menjejakkan kaki dengan suara yang lebih keras. Sebagai isyarat pengusiran."Ana! kami hanya menemani Amira, mengganggu apa. Ia kan Amira." Gadis yang diajak bicara hanya menggigit bibir lalu menjauh dengan cepat mendekat ke samping Ana. "Amira, kalau kau begitu kau bisa membuat Ana salah paham." Gadis bernama Amira tidak menjawab, menarik tangan Ana untuk menjauhi mereka tanpa sepatah kata pun terucap.Huaaaa, untung saja Ana datang. Dalam hati gadis itu menjerit senang."Awas ya, kalau aku liat kalian lagi. Hihhh." Gerakan meninju udara ditujukan untuk dua laki-laki itu, sambil berjalan mengi
Dia adalah Argen Davino Wijaya, Presdir utama Domaz Group. Secara hukum dia tercatat sebagai ahli waris utama dari semua kekayaan yang dimiliki Domaz Group. Dia pun satu-satunya cucu yang dibanggakan kakeknya, Presdir pertama, pendiri Domaz Group.Hah! Argen mendesah di kursi mobil belakang. Menyandarkan kepala sambil melihat jendela kaca, pepohonan berlarian dengan cepat seirama laju mobil. Dia menghela nafas lagi.Dia memang cucu yang terlihat paling berharga dan disayangi kakeknya, orang lain yang melihat tampak luar tanpa menguliti rahasia terdalam Domaz Group pasti berfikir begitu. Namun, kakek bukanlah laki-laki yang setia hanya pada nenek saja. Entah bagaimana dia menghabiskan masa mudanya, namun dia memiliki beberapa istri simpanan yang juga melahirkan anak. Nenek Argen hanya memiliki satu anak laki-laki yaitu ayah Argen. Namun di luar sana, ada anak-anak kakek yang lainnya. Para paman yang selalu berusaha mencari kelemahan Argen jika ada sedikit saja kesempatan.Argen sudah b
"Anda sudah datang Tuan Muda, silahkan masuk, Tuan sudah menunggu." Seorang laki-laki yang biasa dipanggil paman oleh Argen membukakan pintu. Di ruang kerja yang hanya bisa dimasuki penerus Domaz Group.Seorang laki-laki tua sedang duduk di sofa. Tubuh tinggi dan gagahnya sudah termakan usia. Namun, pancaran wibawa masa muda masih menyisa. Dia pasti tampan diusia mudanya."Anda terlihat sehat, saya datang untuk memberi salam."Kakek tua itu bergantian melihat Argen dan pengawal pribadinya. Terlihat dia tersenyum setelah melihat keduanya."Duduklah,""Terimakasih Kek."Argen mengambil duduk di depan sofa kakeknya, sementara pengawal pribadinya berdiri tiga langkah di belakang sofa."Apa dia masih berguna? Kalau kau tidak puas dengan pekerjaannya kau bisa membuangnya." Kata menyakitkan itu ditujukan untuk pengawal Argen. Argen terlihat menekan kuku jarinya ke tangan. Menahan geram.Padahal dia anjingmu.Kakek menghargai orang berdasarkan status sosial dan juga hasil pekerjaan mereka. Se
Yang terjadi selama makan malam keluarga seperti apa yang tersusun dalam rencana Argen. Laki-laki itu menikmati keterkejutan semua orang. Sambil memperhatikan setiap perubahan mata orang yang melihatnya. Dia makan hidangan yang ada di piring di depannya.Kenapa melihatku begitu, kalau mau protes, pergi dan temui kakek sana. Ia, kalau kalian punya keberanian.Kakek yang mengumumkan pernikahan Argen secara langsung. Wajah -wajah tidak percaya itu menatap Argen penuh selidik. Mencoba mengulik rencana apa yang disimpan Argen. Tidak ada informasi apa pun yang mereka dengar sebelumnya. Baik dari informan, atau pun para pelayan sekali pun. Sekarang, tiba-tiba kakek mengumumkan pernikahan. Sudah seperti menangkap bom waktu di tangan mereka.Suara bising terdengar di pojokan menebak suasana hati kakek. Mereka baru terdiam saat kekek membuat dentingan keras dengan sendoknya."Semuanya harus hadir saat pernikahan Argen." Ini perintah tanpa terkecuali."Baik." Semua menjawab."Bantu Argen untuk m
"Jangan kembali sebelum 30 menit, kau tidak mendengar." Semakin ketus nada suara Argen memenuhi udara di dalam mobil."Baik. Maafkan saya." Pintu tertutup pelan. Laki-laki itu berjalan cepat menuju restoran 24 jam. Argen masih melihatnya sampai dia menghilang di balik pintu. Cahaya terang restoran membuat Argen bisa melihat apa yang dilakukan pengawalnya. Dia membuang muka memilih melihat ke arah lain. Tidak perduli apa yang dilakukan pengawalnya.Cih, ini bukan karena aku menyukaimu, apalagi karena aku merasa bersalah. Aku hanya muak pada kakek yang sudah memukulmu dan membiarkanmu kelaparan bahkan sampai tengah malam begini.Ketukan di kaca mobil membuat Argen terlonjak."Sudah kubilang jangan kembali sebelum 30 menit!" Argen berteriak marah sambil menurunkan kaca mobil. "Memang kau sudah selesai makan?"Sialan kenapa aku malah bertanya lagi. Aku kan tidak perduli kau sudah makan atau belum.Pengawal Argen menundukkan kepala. Sekilas dia mengulum senyum. Lalu menyodorkan gelas denga
Setelah terjaga dari mimpi sesaat, Argen jadi nostalgia dengan kenangan masa SMU. Sepanjang dia melangkah menaiki lift untuk sampai ke apartemennya. Ingatan itu semakin bermunculan.Lampu di rumahnya sudah menyala. Pengawalnya menundukkan kepala untuk berpamitan."Selamat istirahat Tuan Muda, sampai jumpa besok.""Tunggu!"Langkah kaki pengawal itu terhenti. Dia berbalik, memperhatikan apa yang dilakukan tuannya. Argen membuka lemari mencari-cari sesuatu. Meraih sebuah kotak putih. Berjalan menuju pengawalnya, menyodorkan kotak dengan acuh ke pelukan pengawalnya dengan mendorongnya sambil membuang muka."Obati lukamu."Ini bukan karena aku merasa bersalah denganmu ya. Hatinya sedang menyangkal.Wajah pengawal itu terlihat terkejut, namun segera tersenyum."Terimakasih Tuan Muda.""Pergi setelah kau selesai."Tidak perlu berpamitan dan menunjukkan wajah penuh terimakasih, aku tidak berduli padamu. Argen meninggalkan pengawalnya masuk ke dalam kamar.Sudah hampir jam tiga pagi, dia mel
Ale dan Argen baru saja dekat sebagai teman, apa adikku melewati batas. Pikiran Ale sudah dihantui prasangka. Ale berjanji akan menasehati Ana nanti dengan benar setelah Argen pulang."Aku dan dia lebih tampan siapa?" Sekarang telunjuk Argen menuding dirinya dan Ale bergantian.Gubrak, Ale hampir jatuh karena kaget mendengar pertanyaan Argen. Dia pikir anak itu akan marah atau tersinggung. Lha ini, sangat berbeda dengan imej yang selalu Argen tunjukan di dalam kelas."Kak Argen dan Kak Ale?." Ana melihat kakaknya dengan rasa penyesalan. "Tentu Kak Argen yang jauh lebih tampan, karena ketampanan Kak Argen makanya aku jatuh cinta pada pandangan pertama kan." Ana bicara sudah sambil lari mendekati pintu. "Karena itu aku melamar Kak Argen kan."Perasaan Ale sedang campur aduk sekarang. Antara sakit hati dan juga lucu."Wahhhh penghianatan ini namanya." Tangan Ale menyayat dadanya sendiri. "Hatiku rasanya sakit sekali. Aleana kau telah mengkhianati kakakmu. Katanya cuma aku Kak Ale yang a
Aroma roti yang manis dan wanginya butter memenuhi udara di dalam dapur, menerobos di sela ventilasi, menandai sudah hampir sebagian besar roti telah selesai di panggang. Di dalam etalase kaca aneka roti dengan isian sudah berjajar menggoda. Cream keju yang gurih, manisnya coklat yang legit, isian kacang merah yang selalu menjadi primadona. Ada roti dengan cream stroberi yang manis dan segar, enak sekali dimakan untuk sarapan atau camilan di siang hari.Biasanya di jam pagi seperti ini para pembeli sudah mengantri sampai di pintu toko. Itu dulu, mungkin semenjak toko roti besar di sebrang jalan itu buka. Pemandangan itu seperti hanya tinggal kenangan saja.Para pelanggan setia bisa dihitung dengan jari sekarang. Walaupun begitu, karena janji pada orangtuanya, Ale akan berjuang mempertahan toko roti. Dua karyawan wanitanya tetap mencoba bersemangat melakukan pekerjaannya. Demi bos mereka.Kalau bukan karena Kak Ale, bos yang baik hati, aku pasti sudah berkhianat pergi dari toko yang se
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend