Kakek tua gila! Kau senang menciptakan ketegangan seperti itu dulu. Sebelum duduk mari memaki dulu, begitu hati Argen bicara."Terimakasih Tuan." Argen mendorong Ale ke tempat duduk. Dia malas mendengar ucapan terimakasih berkepanjangan yang pasti akan keluar dari mulut Ale. Kakek tidak pantas mendapatkan kehormatan mendapatkan kata terimakasih darimu. Itu terlalu berharga.Seperti yang sudah di duga, duduknya Ale di depan kakek langsung merubah suasana. Mereka sudah seperti kumbang yang berdengung. Benar yang dikatakan Miria mereka hanya merasa iri. Apalagi saat tuan besar memberikan kesempatan laki-laki itu duduk di depannya. Perasaan tidak terima semakin bermunculan. Para paman dan sepupu-sepupu Argen mengeram di pojokan. Mereka bahkan tidak pernah punya kesempatan duduk di depan tuan besar, apalagi ini di depan publik yang mendapat sorotan dan perhatian orang seperti ini. Tuan besar mantan Presdir Domaz Group menerima keluarga calon mempelai wanita, walaupun hanya pemilik toko r
Ana memaksakan diri tersenyum. Saat Ana sedang menyamarkan kegelisahan hatinya dengan senyuman dan menutup telinganya, supaya tidak mendengar pembicaraan ibu dan grupnya, pintu ruang tunggu terbuka. Pengawal pribadi tuan besar masuk, menahan pintu, lalu tuan besar dan pelayan wanitanya masuk. Semua orang yang ada di ruangan langsung membeku diam. Ibu berdiri dengan tangan gemetar. Dulu, waktu dia menikah sekalipun, kakek tua itu tidak menunjukkan batang hidungnya di ruang tunggu. Seperti dia dilempar batu kekalahan."Ayah, ada apa ayah kemari?"Ibu mendekat, melihat Ana yang juga bangun dari duduk. Pengantin wanita itu terlihat pias, dia meraih tangan Rene dalam genggamannya. Memberinya ketenangan."Tuan besar membawa hadiah untuk calon istri Tuan Argen." Pelayan wanitanya yang bicara.Apa! Hadiah? Ana Semua orang saling pandang penuh keterkejutan. Apalagi ibu."Berikan padanya." Kakek bicara singkat."Baik Tuan." Pelayan wanita berjalan mendekati Ana, menyodorkan sebuah kotak ke dep
"Gen," Nuansa sendu langsung tercipta saat suara lembut Ale terdengar. "Aku berikan Ana padamu, berjanjilah untuk membuatnya bahagia. Hiks." Kakak yang hatinya selembut donat itu mulai berkaca-kaca lagi. "Tolong jaga dia dan jangan membuatnya menangis.""Terimakasih sudah mengizinkanku menikah dengan adikmu." Suara tegas Argen menjawab.Para tamu sedang termangu melihat dua sahabat yang sedang berdialog dengan keharuan. Kakek menatap Argen dan Ale masih dengan pandangan penuh selidik. "Hiks maaf aku malah menangis di hari bahagia ini, berbahagialah adikku Ana." Ale mengusap kepala Ana dengan penuh kasih sayang. Lalu dia mendekati Argen dan meraih bahu laki-laki itu dalam pelukannya. Menepuk-nepuk bahu Argen. Menunjukkan sejauh apa kedekatan mereka.Melihat adegan mengharukan itu tanpa sadar ada yang bertepuk tangan. Akhirnya susul menyusul orang bertepuk tangan. Apalagi saat melihat tangan Argen yang menepuk bahu sabahatnya yang sekarang sudah menjadi kakak iparnya. Persahabatan yan
"Cih, dia sombong sekali.""Karena hanya dia yang menikah dan dihadiri kakek langsung, dia sudah besar kepala.""Istrinya cantik juga, walaupun dari keluarga yang tidak punya apa-apa. Hahaha.""Jangan ganggu dia, kau tidak lihat kalung yang dipakai olehnya."Glek, mereka meneguk minuman masing-masing. Mereka tahu arti kalung itu bagi anggota keluarga Domaz Group. Para wanita yang ada dalam keluarga, bermimpi mendapatkan kalung itu. Entah itu anak, menantu, atau cucu kakek, semua menginginkannya "Ah, ikut aku. Aku kesal melihat wajah Argen yang tersenyum senang begitu." Mereka berjalan menuju tempat yang lebih sepi. "Sebentar lagi dia juga tidak akan bisa tersenyum sesenang itu, kalau dia harus menyelesaikan masalah pasokan stok buah yang tiba-tiba terhenti masuk ke supermarket.""Kita lihat, apa kakek masih akan membanggakannya.""Haha, membayangkan dia dituding tidak becus saja sudah membuatku senang."Para tikus yang bukannya bekerja keras dan menjilat kakek, malah hanya sibuk bers
Ini kisah hidup asisten Rene, seseorang yang mungkin suatu hari nanti akan menjadi bagian penting dalam Domaz Group.Irene, begitulah nama panjang gadis itu. Orang-orang terdekatnya memanggilnya Rene. Rambutnya lurus pendek menutupi telinga. Panjangnya mungkin hanya sampai menutup leher. Tubuhnya tinggi semampai, tidak gemuk namun juga tidak kurus. Otot lengannya kuat, ketika berjabat tangan dengannya, bisa dirasakan seberapa keras gadis itu sudah bekerja. Melalui ketebalan telapak tangannya. Dia sudah makan banyak asam garam kehidupan sebagai pekerja sambilan, pekerja tidak tetap, atau pesuruh serabutan.Rene adalah anak tunggal dari seorang ibu baik hati. Keluarganya hanyalah keluarga menengah dari segi ekonomi. Namun, sejak kecil Rene selalu di ajarkan arti berbagi dan menyayangi. Ibunya adalah pemilik panti di sebuah pinggiran kota. Tempat dia menampung anak-anak yang dibuang dan tidak diinginkan keluarga. Anak-anak yang diasuh dengan kasih sayang. Semoga kelak, ketika mereka dewa
Sambil menenangkan diri dan menahan gemetar, Rene meminta izin berganti pakaian. Tenanglah Rene, tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Kau hanya perlu menggantikan Nona Angela berlutut dan memohon pengampunan. Kau sudah dimarahi di kantor sekali lagi dimarahi tidak akan melukaimu.Begitulah akhirnya untuk pertama kalinya dia berdiri di depan Presdir Domaz Group. Selama ini jika bertemu, dia pun tidak berani melihat langsung. Laki-laki yang tidak pernah terlihat tersenyum itu duduk di sofa dengan tenang. Di belakangnya pengawal pribadinya, di samping pengawal nona sekretaris yang menjemputnya. Dalam perjalanan tadi, mereka bahkan tidak bicara, Rene sibuk menyusun kata-kata permohonan di pikirannya."Toko pakaian pernikahan." Suara dingin Argen memecah keheningan.Rene langsung ambruk, duduk berlutut, dengan kepala tertunduk. Bibirnya gemetar bicara."Maaf, maafkan saya Tuan, saya mewakili Nona Angela memohon maaf Tuan." Tangan Rene terlihat ikut gemetar menahan berat tubuhnya.Bagaimana ini,
"Apa Anda bersedia bekerja untuk Tuan Argen Nona Rene? Itu tujuan Anda dibawa ke mari."Dia pandai menutup mulutnya, dia juga berfikir dengan dewasa sebelum bicara. Dia juga setia, dan menyayangi adik-adiknya. Padahal statusnya mereka tidak berhubungan darah.Terlepas aku ingin membalas apa yang kau lakukan untuk Ana, terlalu sayang membiarkanmu berasa di tangan orang-orang bodoh itu. Apalagi Presdir cabul itu. "Rene, tugasmu hanya menjalankan perintahku melalui Miria. Kalau selama satu bulan ini kau lulus dari penilaian ku." Argen bangun dari duduk. "Kau akan jadi bagian dari Domaz Group."Argen meregangkan bahunya. Aku lelah gumamnya. "Apa jawabanmu."Rene gelagapan, tidak punya pilihan yang lain. Laki-laki dingin di depannya atau Presdir menjijikkan itu. Tentu tali yang ingin dia pegang adalah benang harapan, bahwa sebenarnya Tuan Argen adalah laki-laki baik seperti yang pernah dituturkan pengawal pribadinya."Terimakasih Tuan, Terimakasih atas kebaikan Anda. Saya tidak akan meng
Di atas meja makan, makanan yang sama sekali tidak mengundang selera. Tersaji. Telur orak-arik ada campuran daun hijau, berantakan ditaruh Ana di mangkuk. Sosis yang sepertinya dia goreng setelah dia potong tidak beraturan, sudah terlihat menciut. Dua piring nasi, satu diletakkan di depan jangkauan Argen satunya di depan Ana.Ah, bagaimana ini, walaupun Ana yang membuatnya dan aku makan dengannya, apa aku bisa menelannya. Tidak, tidak, ini buatan Ana. Memo pink itu saja menyelamatkanku saat makan. Apalagi sekarang aku duduk di depannya langsung."Maaf Kak, aku cuma bisa memasak ini." Wajah sedih Ana langsung membuat Argen meraih sendoknya."Aku makan ya, kau pasti sudah bekerja keras menyiapkannya sejak pagi." Sesuap telur orak Arik masuk ke dalam mulutnya. Krek, krek, yang dia takuti terjadi. Ana membuat telur orak Arik dengan menambahkan beberapa serpihan kulit telur di dalamnya.Bagaimana sebenarnya kau mengajari adikmu kakak sialan.Sambil mengunyah Argen melihat wajah Ana, gadis
Sedang persiapan maksimal. Ana kembali merapikan rambut. Mencoba beberapa gaya, tapi pada akhirnya rambut lurusnya tetap dia biarkan jatuh tergerai. Sekali lagi memastikan meja makan bersih sempurna. Meletakkan dua lilin dengan aroma bunga di atas meja makan. Sekuntum bunga Daisy dalam vas. Dia sengaja memilih yang kelopaknya kecil-kecil saat di toko bunga tadi."Hallo Kak Miria, Kak Argen hari ini tidak lembur kan?" Memastikan sekali lagi. Dia sudah berdandan dengan maksimal, apa jadinya kalau orang yang ditunggu datang, saat dia sudah tenggelam dalam selimut mimpi. Semua perjuanganku kan jadi sia-sia. Hiks."Benar ya, syukurlah kalau begitu. Terimakasih infonya Kak." Kegirangan mencuat setelah mendengar jawaban Miria. Ana duduk, melepas kegelisahan, lalu memilin kelopak bunga Daisy di tangan kiri. Ehm, berdehem sebentar. Setelah Miria selesai bicara, Ana pun sudah menyiapkan kalimat yang sudah sekian lama ia simpan, untuk siapa pun orangnya, yang akan dipilih Kak Ale. Dan dia ingi
Ale meneguk minumannya. Kenapa aku sering mendadak gatal tenggorokan begini si, akhir-akhir ini. Apa ada orang yang memakiku di belakangku.Dia berjongkok, memeriksa isi kulkas. Ana bilang mau memasak untuk makan malam nanti, bahan makanan masih ada apa ya. Satu persatu di periksa Ale. Masih lengkap gumamnya sambil duduk di kursi. Dia sedang menunggu roti di panggang. Tangannya meraih hp. Seutas senyum malu-malu muncul.Aku sudah berkencan dengan Miria kan. Ah, malunya aku, kenapa dia yang menyatakan cinta duluan si. Ale, kau memang tidak berguna. "Kau pasti sedang sibuk ya? Aku sedang memanggang roti.""Kau tidur dengan nyenyak?""Selamat bekerja. Aku akan mengirim makan siang ke kantormu. Berikan untuk Argen juga, jadi jangan merasa terbebani.""Selamat bekerja 😘"Aku harus memaklumi dia membalas pesan sedikit lebih lama. Dia juga sudah bilang kan. Hiiii, aku merinding seperti sedang melihat Argen memelototi ku.Ale belum cerita dengan Ana. Lebih-lebih dia belum mau mengatakannya
"Tahulah, karena dia tahu aku suka pada Kak Argen makanya Kak Ale menerima tawaran Kakak. Sebenarnya aku sedikit memaksanya si. Hehe." Jawaban Ana membuat hati Argen menjerit.Kakak sialan! Kau tahu segila apa aku beberapa hari ini saat bersama adikmu. membayangkan aku menyentuh Ana dan mengatakan padamu membuatku frustasi. Apalagi kalau sampai membuat Ana marah dan jijik karena aku menginginkannya. Kau benar-benar kakak sialan ya!Hah! Sebenarnya kenapa aku bisa sebodoh ini. Argen menampar dirinya sendiri. Benar juga, setelah dipikirkan ini terasa masuk akal. Kalau dia Ale, tidak mungkin dia akan membiarkan Ana menikah. Karena Argen tahu sesayang apa Ale pada adiknya. Tawaran toko roti tidak akan dia terima kalau dia tidak yakin Ana akan menyukai pernikahan ini.Dasar bodoh! Kenapa aku tidak terpikir sampai ke sana.Sedikit bengong karena mengutuki kebodohannya, Argen mengikuti Ana, setelah gadis itu mengambil tas dan buku-bukunya. Ana sudah selesai memakai sepatu. Argen memakai sepa
Gagal!Sat, set, dorong dan terjang apanya. Ana mendengus di belakang pintu kamarnya yang masih tertutup rapat. Bibi pasti sudah selesai memasak sekarang. Karena perasaan kecewa dia bahkan tidak keluar dari kamar, padahal biasanya Ana akan sibuk di dapur membantu ini dan itu, ataupun sekedar menjadi tim sorak yang bertanya ini itu tentang apa yang sedang dimasak bibi. Memindahkan piring atau masakan yang sudah selesai dimasak. Semuanya karena kejadian tadi malam.Semalam Ana sudah mencoba memakai baju tidur seksi pilihan Amira. Mau memilih memakai yang warna apa saja memakan waktu hampir satu jam sendiri. Mondar mandir dari kamar dan ruang tamu beberapa kali. Praktek dan latihan bicara beberapa kali di depan kaca. Namun, keberadaan suaminya bahkan tidak tercium sekedar aroma tubuhnya sekalipun. Akhirnya Ana ketiduran di kamar, masih dengan baju tidur seksinya.Mood Ana pagi ini agak murung karena kejadian semalam.Ana keluar kamar juga pada akhirnya setelah waktu bergulir. Dia sudah
Benar juga, dulu saja aku tahu ada Angela. Wanita-wanita cantik yang berbeda level denganku yang hanya anak kuliahan ini. "Hemm, sepertinya yang dibilang Amira juga benar Nona." Rene jadi ikut berpindah haluan selangkah melewati garis yang dia buat. Gadis itu teringat bagaiman mantan bosnya Angela, yang melakukan berbagai macam cara untuk mendekati Tuan Argen. "Pasti banyak wanita, mungkin Nona Angela juga belum menyerah. Apalagi Nyonya sangat mendukungnya." Rene sudah melihatnya langsung, rencana yang dipakai Angela dan ibu Tuan Argen. "Anda harus bergerak dari semua arah." Amira terlihat merasa bangga sekali, setelah Rene mendukungnya."Anda bisa juga bertanya pada pengawal Tuan Argen, apa kesukaan Tuan Argen. Itu bisa mempermudah kan. Pokoknya serang dari semua Arah seperti yang Amira katakan tadi." Rene benar-benar keracunan juga, setelah dia teringat dengan Angela."Ah, Tuan pengawal tangannya terluka Kak. Kak Rene kenal dengan Tuan pengawal." Rene terlihat terperanjat. "Saya p
"Sudah sampai, Ale." Miria menyenggol lengan Ale yang berjalan sambil melamun."Ah maaf. Aku malah melamun."Kenapa cepat sekali sampai rumahnya!"Masuklah, aku akan pergi setelah kau masuk."Ehhm, sepertinya adegan ini ketuker deh... Wkwkwk.Miria menunjuk rumah gelap gulita. Temaran bulan dan cahaya lampu dari rumah sekitar yang membagi sinarnya, sedikit mengusir kegelapan."Mau mampir? Mau minum kopi dulu sebelum pergi."Ale bodoh! Kau bahkan tidak punya kopi di rumahmu."Sudah terlalu malam untuk minum kopi, nanti malah kau tidak bisa tidur." Jawaban Miria menohok di hati Ale. Tapi dia tidak menyerah."Kalau begitu, mau makan roti." Ale membuka peluang lagi. Wajahnya bersemu malu."Kau kan tidak bawa roti." Melihat kedu
Malam belum larut, Daisy Bakery Shop sudah tutup sedari tadi. Setelah membereskan dapur dan peralatan, serta menyiapkan bahan-bahan untuk besok, dua karyawan Daisy Bakery shop pamit. Meninggalkan Ale dalam kesendirian. Semenjak Ana menikah, Ale jadi malas untuk pulang ke rumah. Kesunyian di ruang-ruang kosong rumah terasa menyiksa. Biasanya tempat itu di penuhi senyum dan keceriaan Ana. Namun, toko sementaranya pun tidak ada kamar untuk tidur. Mau tidak mau, Ale harus memadamkan lampu dan mengunci toko.Aku kesepian hiks.Memasukkan kunci dalam tas kecil di pinggangnya. Kalau renovasi sudah selesai sepertinya Ale akan memilih tinggal di toko. Dalam pendar lampu teras yang menyala, Ale masing termenung.Tin, tin. Suara klakson mobil memecah keheningan malam.Lampu sorot mobil menyala. Ale memicingkan mata, diselingi makian. Menghujat pengemudi tidak sopan yang sudah menyorotnya. Eh, mel
Menjelang sore.Ana mampir ke toko roti setelah dari perpustakaan menyelesaikan tugas. Amira dan Rene ikut mampir. Amira beralasan mau membeli roti. Kalau Rene sengaja ikut karena mau mengantar Ana."Saya kan mendapat pinjaman mobil dari Domaz Group, bagaimana saya bisa membuatkan Ana pergi naik taksi sendirian." Manfaatkanlah saya sesuka hati Anda Nona begitulah garis besarnya sikap Rene. Sudah untung Kak Rene mau merubah panggilan kalau di kampus, jadi akhirnya Ana datang dengan mereka bertiga.Renovasi bangunan toko berjalan dengan cepat. Ana berdiri di depan toko, bagian depannya sudah hampir 70 persen selesai. Sekarang mereka sedang menyelesaikan lantai dua.Kekuatan uang menakutkan sekali, gumam Ana. Lalu berbalik menuju toko baru sementara mereka. Pelanggan ramai. Dia ke dapur mencuci tangan. Ale menyelesaikan panggangan terakhir rotinya."Kak." Ana memeluk Ale
"Aku mencintaimu Kak, aku mencintai Kak Argen bukan karena kakak teman Kak Ale, aku mencintai Kak Argen sebagai wanita yang jatuh cinta pada laki-laki."Sejak pertama kali kita bertemu. Aaaaaa, andai aku boleh membuat pengakuan cinta saat kakak sadar. Ah, andai Kak Argen bukan laki-laki yang secuek itu pada cinta dan perempuan, mungkin aku masih ada harapan."Aku bahagia walaupun hanya bisa mencintai Kak Argen diam-diam. Seperti ini. Mimpi indah Kak. Hoaaam. Karena banyak mengoceh, aku jadi mengantuk juga." Ana mendekatkan kepala, terkikik kecil lalu menjatuhkan satu kecupan di bibir Argen. Dia juga mau tidur.Tapi."Ana, apa yang kau lakukan?""Huaaaaaa!" Ana mendorong tubuh Argen karena kaget. Dia mundur bangun ke pojok tempat tidur. Meraih bantal, menyembunyikan wajahnya. Terdengar Argen menguap, lalu dia bangun sambil mengucek matanya. "Kakak tidak tidur?"&nb