Dalam perjalanan menuju toko Daisy Miria menjelaskan apa saja yang sudah dia ceritakan pada Ale semalam. Apa saja jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Ale padanya. Semuanya, tanpa ia tutupi sedikitpun ia sampaikan pada Argen, berharap penjelasannya akan membantu nanti. Hanya cerita dia menangis tersedu-sedu dan kecupan Ale di kepalanya yang tidak dia ceritakan."Cari tahu tentangnya, aku mau tahu alasan mulutnya bicara tentang toko roti itu. Seret dia kedepanku kalau kau tidak bisa mengorek apa pun darinya. Biar aku yang bertanya langsung padanya.""Baik Tuan."Ruben ya, namanya Ruben gumam Miria. Karyawan laki-laki di toko Daisy, gadis itu juga penasaran, alasan apa yang membuat kali-laki itu mengatakan tentang rahasia Tuan Argen. Apa dia sengaja, kalau laki-laki itu sengaja melakukannya untuk merusak hubungan Ale dan Tuan Argen, Miria meremas jemarinya di kursi depan. Tidak tahu apa yang akan dilakukan Tuan Argen untuk membalas Ruben.Ah, Ale, aku merindukanmu. Miria menyentuh k
Argen bergumam kesal. Dia menjatuhkan kepala di bantal yang dilempar Ale."Aku muak dengan toko ini. Karena toko sialan ini kau selalu menolak tawaranku untuk bergabung dengan Domaz Group." Kali ini Argen meluapkan isi hatinya. "Seharusnya kau tahu perasaanku, kau teman baikku, tapi bagaimana bisa teman baikku mengubur potensinya dan malah terkubur dalam tumpukan tepung setiap hari di toko kecil begini. Jadi aku mau menghancurkan toko sialan ini!"Apa! Kau mau memukulku! Sini, kalau kau punya nyali. Argen tersenyum sinis, saat melihat kepala Ale rasanya sudah menguap karena marah."Aku mau kau menyerah pada toko ini dan bergabung bersamaku di Domaz Group."Itulah alasan awal Argen membuka toko saingan di depan toko Daisy. Dia ingin Ale menyerah atas nasib toko yang hampir bangkrut ini. Kalau Ale menyerah, dia akan membawa Ale ke sampingnya, masuk ke Domaz Group.Namun, alih-alih menyerah dan menutup toko yang hampir bangkrut, Ale malah memohon pada Argen menyelamatkan toko. Dan inilah
Ditengah drama yang terjadi di lantai dua toko Daisy, ada situasi yang jauh lebih menegangkan di taman samping. Ben sudah duduk, begitu pula Miria yang mengambil duduk di depannya. Ben sudah terlihat menciut karena terintimidasi posisi duduknya. Dia salah mengambil posisi, mau pindah duduk sekarang, jadi terlihat sekali kalau dia menghindari tatapan langsung Miria."Bisa berikan tanda pengenal Anda?" Suara memecah praduga di kepala Ben, yang sedang berkelana mencari alasan kenapa dia harus bicara dengan Miria. Toko roti sebrang jalan, hanya itu yang terpikirkan di kepala Ben.Untuk apa kau minta tanda pengenalku!Ben belum bicara atau bergerak, dia mengumpulkan keberanian untuk menatap Miria. Wanita dingin itu tidak bergeming dan balik menatapnya tajam."Mari kita lakukan ini dengan cepat, semakin Anda bekerja sama, semakin cepat Anda bisa pergi dari hadapan saya."Kalau ingat pertengkaran ku dengan Ale semalam gara-gara bocah ini, aku juga ingin menghajarnya. Ya minimal sekali saja m
Tangan Ben terlihat terkepal geram di atas meja. Menatap benci pada Miria. Bagaimana gadis dingin ini bisa menjadi kekasih bos Ale, dia tidak habis pikir dan merasa tidak terima, laki-laki selembut Ale bisa jatuh dalam pelukan serigala berbulu domba di depannya ini."Kalau Anda tidak menjawabnya, bersiaplah untuk menjawab dihadapan Tuan Argen." Suara Miria lugas, pasti membuat Ben goyah."Wahh, Miria, apa kau benar-benar tidak punya hati, kenapa kau bisa mengarang cerita seperti itu. Mana kutahu kalau ini toko temannya Argen, aku juga kaget waktu pertama kali aku melihatmu dan Argen di toko ini. Sialan! Aku mendaftar di toko ini karena aku melihat perkembangan pesat toko ini, yang bisa bersaing dengan waralba seperti toko disebrang. Itu saja nona sekretaris, aku hanya butuh uang, untuk bertahan hidup, dan toko ini menawarkan gaji yang lumayan untukku." Ben mencercau dengan jawabannya. Dia merasa difitnah oleh Miria.Aku jadi menunjukkan betapa menyedihkannya hidupku. Benar-benar deh,
"Ah, maaf Bos, apa aku boleh bawa pulang roti beruang?" Malah entah apa yang dia bicarakan."Apa sih, bawa saja." Aku pikir dia mau bicara apa gumam Ale. "Sudah ya, aku mau mencari Miria."Ben melambaikan tangan tidak rela melepas Ale, apalagi saat Ale memanggil nama Miria.Dasar serigala berbulu domba, geram dia memaki Miria.***Miria sedang tertunduk membaca ulang laporan tentang Ruben saat terdengar panggilan Ale. Dia menutup hpnya dan langsung bangun."Kau sudah turun? Apa sudah selesai bicara dengan Tuan Argen." Miria meraih tangan Ale. Membawanya duduk di kursi taman. "Kau tidak apa-apa kan?" Tangan Miria terulur memeriksa wajah, semua aman gumamnya tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik atau apa pun."Argen licik sekali, dia memanggil Ana, padahal aku belum selesai memarahinya." Ale mulai mengadu tentang apa yang terjadi di lantai atas.Hah! Apa! Aku tidak akan pernah bilang, kalau aku yang sebenarnya memanggil Ana. Sepertinya kedatangan Ana benar-benar berhasil memecahkan ke
"Ada orang di dalam rumah, aku tidak tahu siapa. Panggil bantuan dan periksa seluruh tempat yang ada disekitar sini.""Kalau begitu Anda tidak boleh masuk.""Temukan adik-adik Rene, mereka pasti disekap tidak jauh dari sini. Beri aku kode tiga kali panggilan kalau kalian menemukan mereka.""Tuan Muda, keselamatan Anda lebih utama bagi kami.""Tutup mulutmu, walaupun tanganku terluka, aku bisa mematahkan tanganmu."Pengawal itu merinding, lalu dia menundukkan kepala. Melakukan apa yang diperintahkan Gara. Sialan! Kalau aku tidak menurutinya, habislah aku. Tapi kalau sampai dia terluka, laki-laki itu lebih merinding, membayangkan hukuman apa yang akan dia terima dari Tuan Argen.Gara sudah menduga saat Rene meminta mereka menemania pulang. Memakai alasan adik-adiknya yang kangen. Dan setiap kali bicara tentang adiknya dalam perjalanan suaranya selalu bergetar. Rene meremas jemarinya seperti orang ketakutan.Dan dia bisa menduga siapa orang-orang ini."Keluarlah Nyonya, bukankah kita ha
Kenapa kakak harus mengalami hal seperti ini! Memang apa salahnya dia. Dia kan tidak bisa memilih orangtua. Kakak tidak salah! Rasanya tangisan Rene semakin mengeras.Gara yang menyadari keadaan Rene. Menggenggam tangan gadis itu. "Tenanglah Rene, aku tidak apa-apa. Adikmu semua sudah aman."Hp di saku celana Gara sudah bergetar tiga kali. Kode dari para pengawal Domaz Group."Semua sudah aman Rene, tenanglah." Gara mencium kepala Rene. Setelah gadis itu mengangguk Gara beralih pada ibu. Dia mengusap wajah ibunya. Menenangkan ibu.Kejadian cium kening itu berlangsung sangat cepat, sampai baru Rene sadari, saat adegan sudah berganti. Wajahnya memerah.Gara sudah melihat ke arah nyonya."Ah, apa Anda sudah puas sekarang?" Gara mengusap dagunya dengan lengan. "Anda sudah memukuli saya kan, saya tahu, sudah sejak lama Anda ingin melakukannya setiap kita bertemu."Nyonya tertawa sinis."Aku memang tidak bisa menyentuhmu atau pelayan rendahan itu, tapi berbeda dengan mereka. Jadi, kalau kau
Malam yang tenang di toko Daisy.Miria yang kembali datang ke toko Daisy setelah pulang bekerja. Dia mampir ke supermarket membeli beberapa bahan makanan karena Ale mengatakan ingin makan malam berdua. Ruben menyambutnya datang dengan tatapan bengis. Dasar serigala berbulu domba gumam laki-laki itu. Miria yang tahu dipelototi, mengangkat jari tengahnya sebelum masuk ke dapur.Apa! Bos Ale harus melihat tabiat pacarnya itu! Aku akan merekam kelakuan aslinya nanti.Toko Daisy sudah tutup. Tertinggalah mereka berdua. Ale dan Miria membawa makanan ke lantai atas. Mereka menikmatinya di atas karpet, sambil menyalakan beberapa lilin. Ruang lantai atas sudah tercipta suasana romantis.Semua masakan di atas meja Ale yang memasak, Miria hanya menonton sambil membantu mengelap piring dengan lap. Disertai puja dan puji tentang kehebatan Ale memasak yang tiada tandingannya. Wajah Ale yang beberapa kali merona karena malu di puji terus-terusan."Makanlah Miria." Ale mengambilkan lauk ke piring Mi
Meninggalkan Argen dan Ale berdua dalam ruangan tunggu."Kau tegang?" Argen mendekat menghampiri Ale. Meninju lengan sahabatnya. "Bagaimana perasaanmu hari ini?" Dia ingin menggoda Ale yang terlihat berdiri dengan kikuk. Beberap kali merapikan rambut yang memang sudah rapi."Senang, bahagia, aku sudah tidak sabar. Gen...""Apa?""Tapi aku gemetar tahu." Mencengkeram bahu Argen. Dia memang sok keren di depan Ana dan bilang baik-baik saja, padahal dadanya berdebar kencang. "Kau tegang tidak waktu mau menikah dengan Ana." Ada peluh yang merembes di kening Ale."Kau itu nggak ngapa-ngapain aja gemetar." Argen menjawab acuh seperti Argen biasanya."Dasar sialan!" Tapi Ale tertawa juga mendengarnya. Membuat kegelisahannya sedikit mencair. Mereka duduk di sofa sekarang. Ale masih terlihat gelisah. Beberapa kali mengusap wajahnya. Janji pernikahan, dia sudah hafal diluar kepala. Sudah dia ulang-ulang juga tadi. Dia tidak mau mengulangnya lagi, karena takut malah panik dan lupa semuanya.Ah,
Laki-laki itu menjatuhkan kepalanya di meja. Menyesali kebodohannya yang salah stategi. Dia terlalu jumawa. Diambilnya lagi undangan Miria. Dieja perlahan nama Aleando dengan sedikit geram seperti orang mengumpat. Dia laki-laki seperti apa ya, sampai bisa membuat Miria jatuh cinta.Pengacara itu sangat penasaran.🍓🍓🍓Setelah melalui proses persiapan yang melelahkan, yang lelah tentu yang berjibaku menyiapkan pesta, akhirnya hari pernikahan Miria dan Ale datang juga.Sebelumnya sempat terjadi keributan kecil karena orangtua Miria berharap gadis itu bisa pergi bulan madu setelah menikah. Orangtua Miria berharap, anaknya tidak menunda-nunda punya anak. Mumpung baru menikah, gejolak cinta masih membara."Sat set, terjang Nak Ale dan segera lahirkan anak untuknya. Kau kan tahu Miria, kami ini sudah tidak muda lagi. Yang lain di keluarga kita bahkan sudah memiliki beberap cucu. Jadi jangan menunda-nunda." Ibu bicara seenaknya membandingkan dirinya dan saudara yang sudah punya cucu."Ibu
Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pesta pernikahan. Memang. Miria juga tahu itu, karena gadis itu sudah berpengalaman menyiapkan pesta pernikahan yang bahkan skalanya jauh lebih besar. Pesta Tuan Argen dan Ana. Hingga gadis itu tahu bagaimana repotnya semua tim yang terlibat.Namun, kebahagiaan orangtua Miria karena anak sulungnya akan menikah, seperti menjadi tenaga ekstra untuk mereka. Adiknya yang sekolah di luar negri pun berencana akan pulang selama beberap hari. Damar, malah jadi jarang menyambangi toko Daisy, karena dia sudah jadi sopir khusus ibunya mengurus ini dan itu. Ayah Miria, masih datang ke toko mengawasi toko. Dia akan ikut membantu kalau akhir pekan.Seperti itulah yang terjadi, demi kebahagiaan putri yang tadinya katanya tidak tertarik untuk menikah. Mereka dengan suka cita melakukan ini dan itu.Apa yang orangtua Miria pernah katakan, kalau ada uang maka semua bisa berjalan jauh lebih gampang. Apalagi perkara mempersiapkan pernikahan. Benar-benar terbukti.
Selain karena kakek. Gumam Argen. Orangtua itu masih saja berfikir menyuruhku menikah dengan wanita berstatus sosial dan memiliki keluarga yang berkuasa. Cih, apa dia pikir aku masih anak-anak yang tidak bisa memimpin Domaz Group dengan tanganku sendiri. Argen masih merasa kakek belum sepenuhnya percaya pada kepemimpinannya mengelola Domaz Group. Hingga perlu bantuan orang lain. Dia takut, kalau Ana hamil malah akan menyusahkan gadis itu saja.Ana belum menjawab. Apa yang diucapkan Argen menyentuh keharuan hatinya. Dia memarahi dirinya sendiri. Padahal suaminya sangat memikirkannya, bisa-bisanya dia berfikir Kak Argen akan seperti kakek atau ayahnya. Mereka berpelukan, Ana minta maaf lagi sudah meragukan kesetiaan suaminya."Aku mencintaimu Ana, sangat, kau bahkan harus berhati-hati karena aku sangat mencintaimu."Aku akan melakukan apa pun untukmu. Kau bahkan sudah tahu apa yang bisa kulakukan untuk mendapatkannya kan. Bagaimana dia memperjuangkan hatinya untuk Ana, bagaimana cara d
"Apa sekarang aku harus menggantinya jadi tuan muda. Tapi dia marah, saat aku bersikap sopan padanya. Ah, entahlah. Tapi, aku penasaran, mereka ngapain sebenarnya di kamar sampai sesiang ini ya."Tegukan kopi habis, dan tirai kamar lantai atas belum terbuka.🍓🍓🍓Di bibir pantai. Ada sepatu wanita dan laki-laki tertabrak ombak. Sopir yang biasanya membisu selama bertugas mengangkat dua pasang sepatu itu, menjauhkan dari bibir pantai. Lalu dia duduk di atas pasir di dekat dua pasang sepatu itu.Sementara pemilik sepatu, sedang berjalan menyusuri pantai. Argen menggulung celananya, kaki mereka menapak pasir putih yang basah. Untuk pertama kalinya bagi Argen, sepanjang dia datang ke vila kakek, dia berada sedekat ini dengan air laut.Tangan keduanya saling terpaut. Melangkah diantara riak air yang menyentuh ujung kaki. Ombak berkejaran ke bibir pantai, suara deburan ombak terdengar menambar bebatuan di bagian pantai yang berbatu cadas."Kakak, kita duduk di sana yuk?"Argen belum menja
Matahari terbit di ufuk timur, berkas sinar keemasan memancar seperti naik ke cakrawala. Matahari seperti sejajar dengan lautan. Pemandangan matahari terbit di tepi laut memang sungguh terlihat menawan. Membius mata siapa pun yang memandang.Ana duduk bersandar dengan kaki selonjoran, dia bersandar dalam dekapan Argen yang bidang, bergelung di bawah satu selimut. Sebenarnya selimut menutupi tubuh Argen, namun karena dia dipeluk jadi ikut terselimuti. Angin pagi menerobos melalui jendela yang mereka buka, membawa angin laut yang dingin masuk ke dalam kamar. Walaupun agak dingin, namun melihat matahari keemasan yang muncul dari lautan, sudah cukup membayar rasa dingin yang mereka rasakan."Indahnya Kak." Ana memutar kepalanya, melihat wajah Argen yang memeluknya dari belakang. "Melihat matahari terbit, bersama Kakak, itu yang jauh lebih membahagiakan," ujarnya sambil memberi kecupan singkat dibibir Argen. Lalu memutar kepala lagi melihat pemandangan indah di luar sana."Hemm, kau senan
"Saya suka wanita yang umurnya lebih tua dari saya Kek." Will menyambar sebelum ayahnya menjawab.Kenapa kakek tertarik dengan pernikahan cucu yang sudah dibuangnya. Pikir Will.Secepat kilat ayah Will memukul kepala anaknya karena sudah lancang menjawab. Tatapan ayah Will menusuk tajam, membuat Will menghela nafas."Maaf Kek, saya pikir kakek mau menjodohkan saya. Jadi saya mengatakan kriteria wanita idaman saya. Saya ingin menikah dengan wanita yang lebih tua dengan saya."Ayah mencubit pinggang Will. "Karena bergaul dengan Argen kau jadi pintar bicara ya." Kakek sepertinya tidak marah dengan sikap kurang ajar Will. Mungkin di mata kakek di kening Will tertulis nama sahabat Argen. Jadi Will sedikit mendapat keistimewaan. "Aku tahu banyak yang sudah kau lakukan untuk Argen."Deg. Will mulai takut. Kakek ini seperti harimau pengintai. Cuma berlaku untuk Argen. Dia mencaritahu semua orang yang ada di sekeliling Argen. Membiarkan kalau berguna untuk Argen. Menghancurkannya kalau dia cu
Sampailah mereka ke tempat yang mereka tuju. Ramai, banyak muda mudi, sedang memilih makanan mana yang akan mereka makan.Ale bilang ingin makan mi, jadilah mereka makan di kedai mi. Duduk sambil beratap langit malam. Tempat ini pasti bubar kalau hujan jatuh dari langit. Karena payung lebar di atas mereka tidak mungkin bisa menangkal air dan angin yang menerjang bersamaan."Miria..."Miria mengangguk sambil menyeruput kuah mi yang masih panas. Mengusap bibirnya dengan tisyu. Menunggu perkataan Ale selanjutnya."Rumahku yang di gang sempit itu apa aku jual saja ya. Uangnya bisa kita pakai membeli rumah baru?" Ale cuma sesekali pulang, walaupun sebenarnya dia sayang dengan rumah itu. "Tapi, aku juga belum bertanya pada Ana." Bingung sendiri dia. Meneguk air putih di gelasnya.Rumah kenangan orangtuanya, namun dia pun tidak mau tinggal di rumah itu sendiri karena merasa kesepian. Hingga sekarang toko Daisy adalah rumahnya."Ale, apa kau mau tinggal diapartemen? Dibawah rumah Tuan Argen d
Di waktu yang bersamaan di toko roti Daisy.Ruben sedang duduk di belakang kasir, karena Lila pulang cepat hari ini dia menggantikan gadis itu. Ada keperluan keluarga begitu izin Lila pada Ale, hanya mengatakan alasan aslinya pada Ale. Sementara pada Ben dia hanya bilang ada urusan dengan orangtuanya.Dia melamun, saat tidak ada pembeli roti. Mengelap kaca etalase yang sebenarnya sudah kinclong dari tadi. Membayangkan, saat ini apa yang terjadi di rumah vila kakek ya. Apa Argen sudah bisa makan dengan lahap ya sekarang? karena ada istri yang sepertinya sangat dicintainya itu, sepertinya dia baik-baik saja.Hah! Dia menghela nafas sambil menggosok meja kasir sekarang. Kuat-kuat. Kenapa juga mengkhawatirkan Argen pikirnya. Bocah itu tetap hidup bahagia dan sempurna tanpa perlu kau cemaskan Ben. Begitu hatinya ditampar kesadaran.Tapi, dia kan sudah sebaik itu pada keluargaku. Wajarlah aku khawatir, ini bentuk teimakasihku pada semua bantuannya. Ah, entahlah. Ben berhenti memikirkan pe