Bab 45
Carissa mengangguk dengan mantap, dia teringat perkataan ibunya yang mengatakan kalau Carissa harus menuruti keinginan suami dan mertuanya agar mereka menyayanginya. Awalnya Sergio ragu, kenapa Carissa berubah pikiran secepat itu. Kendatipun bagus, bukan? Inilah yang dia tunggu selama ini. Menunggu kesiapan Carissa mempunyai anak. “Kamu serius? Kenapa pikiranmu berubah secepat itu, bukan karena agar aku memaafkanmu saja, 'kan?” tanya Sergio, tangannya bertengger di pinggang ramping Carissa dengan perasaan gembira. Tentu saja gembira, keinginannya untuk menjadi seorang ayah akan terwujudkan jika Carissa sudah siap. “Nggak, Sayang, aku nggak mau kamu menunggu lama lagi. Harusnya aku sudah mewujudkannya dari dulu, maafin aku,” ujar Carissa begitu manja, walau dalam hatinya ia masih belum siap sepenuhnya menjadi seorang ibu. Kebanyakan, orang yang sudah mBab 46 Bu Listia meredamkan kekesalan dalam hatinya, meskipun Pak Hans teliti, ia tidak takut sama sekali. Bu Listia menyimpangkan kaki dengan menampilkan wajah arogannya. “Sebaiknya Anda jangan bermain-main dengan saya, Pak Hans, jika Anda tidak mau bernasib sama dengan sahabat baikmu itu.” Bu Listia melayangkan tatapan tajam dan peringatan, Pak Hans menyadari ada sisi berbeda dari istri majikannya ini. Wanita paruh baya di depannya meskipun terlihat anggun dan elegan, tetapi Pak Hans melihat ada sifat kejam di balik itu semua. “Apa maksud Anda berkata seperti itu? Perkataanmu Anda seolah-olah kematian Grahardi ada kaitannya denganmu,” tutur Pak Hans, dilihat dari gestur dan perkataannya, Pak Hans memang merasakan sesuatu yang mencurigakan. “Jika iya kenapa? Jika tidak kenapa? Anda lancang sekali, Pak Hans. Sudah menuduh tanpa bukti, masa iya saya mencelakai suami sendiri. Itu t
Bab 47 Pak Hans kelabakan, dia tak mungkin melakukan hal gila itu. Seumur hidup, baru kali ini Pak Hans tak menepati ucapannya. Padahal Pak Grahardi mempercayainya. “Tidak, saya tak mau melakukan hal itu. Itu hal gila, apalagi sampai memalsukan dokumen. Saya enggan merusak kepercayaan Pak Grahardi,” tolak Pak Hans, jangan sampai dia gegabah dalam bertindak. Dia bodoh dan tergoda dengan Bu Listia, padahal itu adalah jebakan. “Kenapa tidak mau? Grahardi sudah meninggal, dia sudah tiada dan tidak akan tahu. Hanya kau dan aku, kita bisa bersenang-senang seperti tadi jika kau mau membantuku, Pak Hans. Kau suka 'kan dengan kegiatan tadi?” goda Bu Listia terus saja menguji jiwa kelelakian Pak Hans. Bu Listia tahu kalau ini kelemahan pria. “Saya terpaksa karena Anda menggoda saya, Bu Listia. Saya tak akan membantu Anda, surat wasiat ini sudah akurat, tak boleh dipalsukan!” “Ayolah, Hans … aku
Bab 48 Shanika pergi ke samping rumah, gadis itu ingin menghirup udara segar di luar sembari duduk dan memasukan setengah kakinya ke dalam kolam. Malam semakin larut, tetapi rumah sudah sepi. Kesepian terus dirasakan Shanika yang berdiam seorang diri. Dia menatap jutaan bintang di langit sembari terus merapalkan doa pada Tuhan agar Pak Grahardi ditemukan dan dikebumikan dengan baik. Mengingat kenangan indah bersama sang ayah, Shanika tak bisa menahan diri untuk tak menangis. Cairan bening itu luruh, menganak sungai mambasahi wajahnya yang lebam. “Kenapa Papa pergi secepat ini, Pa? Aku nggak kuat memikul beban berat sendirian, aku kangen Papa,” isaknya menangis tersedu-sedu. Di tempat sepi ini memang tempat ternyaman untuk menumpahkan tangisan. Sementara itu, samar-samar Sergio mendengar suara tangisan seseorang, dia menajamkan pendengaran, mencari di mana suara itu berasal. Niat
Bab 49 Untuk yang kedua kalinya Carissa tersedak, dia bukan hanya terkejut, tetapi hampir jantungan saat mengetahui kalau Bu Listia dalang di balik kematian Nancy dan Grahardi. Carissa terkejut bukan main kalau ibunya memiliki sifat kejam di luar batas seperti ini hanya karena menyimpan dendam pada keduanya. “Nggak usah kaget kayak gitu, kamu pun tahu Mama melakukan ini karena apa,” ujar Bu Listia dengan santai seolah tidak ada beban, apa yang dia ucapkan barusan tak membuatnya takut. Justru Bu Listia memang ingin melenyapkan satu persatu anggota keluarga itu, agar dia puas membalaskan dendam di masa lalu. Bu Listia akan menghalalkan berbagai cara demi kepuasan dirinya. “Kenapa Mama nggak pernah memberitahuku kalau Mama dalang di balik semua itu? Dan bahkan, sekarang Mama mau merencanakan pembunuhan. Bagaimana jika ketahuan polisi? Mama bisa di penjara!” ujar Carissa mengkhawatirkan
Bab 50Pandangan Shanika menggelap. Ia dibius dan dibawah oleh orang yang tak dikenal. Di dalam mobil, Shanika ditahan oleh dua pria di sisi kiri dan kanannya.Shanika tak sadarkan diri, matanya tertutup akibat pengaruh obat bius. Melihat orang sasaran sudah berhasil dibawa, ketiga pria di dalam mobil itu bersorak.“Setelah ini kita harus pesta-pesta, Bro,” ujar pria yang sedang menyetir.Shanika dibawa ke salah tempat yang jauh dari permukiman, mobil itu berjalan menuju lautan. Sesuai arahan, mereka bertiga ditugaskan untuk melenyapkan Shanika. “Emang lo semua yakin ini orang bakalan mati kalau dibuang ke laut?” tanya pria di samping kiri. Belum yakin kalau ini cara ampun untuk menghilangkan nyawa.“Ya mikir aja, ini orang nggak sadar. Kita bakalan buang ke pedalaman, emang bakalan selamat? Ya kagak, dia gak bisa berenang kalau gak ada tenaga. Bego kok dipelihara,” sahut rekannya dengan kesal.
Bab 51 Sergio yang baru pulang kerja pun tidak tahu Shanika ke mana, dia bahkan baru kalau Shanika tidak pulang ke rumah. Padahal jam kerja sudah selesai sore, Sergio memutar otak, menerka-nerka gadis itu pergi ke mana. Dia berpikir, bahwa Shanika mungkin sengaja menghindar darinya karena ingin menjauh atau sedang di luar bersama temannya. Mungkin saja. “Kakak gak tahu kakakmu ke mana, paling lagi main sama temannya. Mending kamu tidur aja, siapa tahu nanti pulang,” kata Sergio membujuk Nevan yang sedang bersedih. Biasanya Shanika akan selalu memberitahu Nevan jika ada sesuatu, tetapi kali ini tidak ada kabar sekali. Bocah kecil itu sedih dan heran, mengkhawatirkan Shanika yang tak diketahui keberadaannya. “Nggak mau, Evan mau nunggu Kakak aja. Biasanya Kakak selalu bilang padaku jika ada sesuatu,” balas Nevan membuat Sergio mewajarkan kalau Nevan peduli pada Shanika dan heran karena
Bab 52 Pagi harinya. Setelah semalaman Sergio melakukan pencarian. Nihil, tidak ada hasil. Shanika tidak ditemukan di mana pun. Sergio juga tidak pulang, ia mencari Shanika sampai pagi tiba. Ia tak merasa kantuk, yang lebih penting keberadaan Shanika diketahui. Sergio mendatangi kantor polisi, untuk melaporkan Shanika yang diduga hilang. “Pak Sergio? Wah, selamat siang. Tak disangka saya bisa bertemu dengan Anda si sini,” sapa polisi ketika Sergio menghampiri. “Saya ingin melaporkan orang hilang, Pak. Saya ingin Anda dan pihak kepolisian melakukan pencarian,” kata Sergio bicara langsung. “Baiklah, Anda bisa jelaskan kejadiannya agar kami langsung menangani.” Sergio menjelaskan sesuai yang dia tahu pada polisi, polisi mendengarkan semua yang dijelaskan. Sampai pada akhirnya, pihak polisi pun turun tangan untuk melakukan pencarian. “Anda te
Bab 53 Kabar ditemukannya Shanika membuat rasa cemas yang tak disadari Sergio mulai berkurang, tanpa menunggu istri serta ibu mertuanya, Sergio memilih datang sendiri ke rumah sakit lantaran mereka seperti tak memiliki rasa kepedulian sama sekali. Sergio heran, di saat Shanika hilang dan sudah berhasil ditemukan pun mereka masih cuek dan santai. Sekejam-kejamnya Sergio, dia masih memiliki rasa iba pada Shanika. Sergio mendatangi salah satu rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh pihak polisi. Lumayan jauh, tetapi cepat sampai karena Sergio menjalankan mobilnya dengan begitu cepat. “Nggak, Dok, pasti ini nggak mungkin, ‘kan?” jerit seorang wanita kala Sergio sudah tiba di depan ruang inap Shanika, ia bertanya dahulu sebelum itu. “Benar, Nona, apa yang saya sampaikan itu berita benar dan tak mungkin laporan palsu,” sahut pria. Suara tangisan Shanika, Sergio bertan
Bab 70 “Apakah semua yang kulakukan padamu selama ini tak cukup membuktikan bagaimana perasaanku padamu?” tanya Sergio berbalik tanya pada Shanika yang tak bisa lagi berkata-kata. Dua insan tersebut masih bertatapan, dengan jarak begitu dekat. Shanika terharu, setelah semua penderitaan datang silih berganti, telah terganti oleh kebahagiaan yang harus ia syukuri. Kejadian masa lalu, kesalahan Sergio di masa itu memang masih melekat dalam benak Shanika. Jika dipikir lebih dalam, Sergio orang yang selalu ada membantunya. Tak seharusnya Shanika menumpahkan semua yang terjadi pada Sergio, karena dirinya juga bersalah. “Bisakah kita perbaiki kesalahan kita untuk lebih baik ke depannya, Mas? Aku tahu cara kita bersatu memang salah, tapi aku tak bisa membayangkan bagaimana kita tidak terikat dengan kontrak itu. Mungkin aku dan kamu tidak akan bisa bersama seperti ini,” ujar Shanika, ingin
Bab 71 “Nala di rumah sakit, Pa, Nala koma,” balas Shanika menahan rasa sedihnya karena Nala belum juga sadar sampai sekarang. Di saat ayahnya kembali dan ditemukan, rasanya teras kurang jika Nala tidak ada. Kurang lengkap. Pak Grahardi mengusap wajah gusar sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan perasaan terpukul. Saat kecelakaan itu terjadi, Pak Grahardi memang sedang bersama Nala. Saat itu, Pak Grahardi akan mengantar Nala sekolah, tetapi rem mobilnya mendadak blong. “Antar Papa menemui Nala, Nak, Papa ingin tahu keadaannya,” pinta Pak Grahardi, meski terlihat tegar di luar, di dalam dia begitu sedih karena apa yang terjadi pada keluarganya disebabkan oleh Bu Listia yang salah paham selama ini. “Aku akan mengobati Shanika dulu di kamar, Pa,” kata Sergio melihat ada beberapa luka di tubuh istrinya. Dahi Pak Grahardi mengkerut, tatapannya mengintim
Bab 69 Para polisi datang, langsung menghampiri Carissa dan Bu Listia yang hendak melarikan diri. Kedua kaki mereka ditembak, sehingga mereka tak bisa kabur ke mana-mana sambil menahan rasa sakit di kakinya. “Argh, lepaskan aku! Aku tidak akan mengampuni kalian! Ingat aku baik-baik, aku akan membalas dendam nanti!” teriak Bu Listia diangkat paksa oleh polisi. “Tunggu, Pak. Saya ingin bicara sesuatu,” kata Pak Grahardi sebelum Bu Listia dibawa pergi, dia harus mengatakan kebenaran agar Bu Listia tidak salah paham dan menaruh kebencian pada mendiang istrinya yang sudah dilenyapkan dengan kejamnya. “Aku dan Nancy sudah berhubungan sejak kami SMA, kami menjalin hubungan diam-diam tanpa sepengetahuan kau. Bahkan, aku dan Nancy sudah menikah saat lulus kuliah. Kami menikah dan tinggal di tempat asing, kami hidup bahagia, tapi semenjak ada kau. Nancy menderita karena aku duakan, bahkan dengan tak tahu dirinya k
Bab 68 Penutup wajah itu dilempar dengan asal, menampakan wajah si pelaku dengan jelas. Melihat itu, Shanika hampir terjerembab saat orang itu adalah Carissa. “Kak Carisssa?” pekik Shanika kaget sekaget-kagetnya. Carissa menyunggingkan senyum dengan tatapan tak bersahabatnya. “Kenapa, lo kaget?” Wanita di belakangnya pun ikut membuka, lagi-lagi Shanika dibuat tercengang karena orang yang mengincar dan menculik Nevan adalah ibu serta kakak tirinya. “Mama? Kakak? Kenapa kalian menculik Nevan dan mengincarku?” tanya Shanika pada keduanya yang berdiri sembari bersedekap dada. Pertanyaan itu dianggap angin lalu, Bu Listia langsung melayangkan tamparan serta mendorong Shanika sampai tergeletak di tanah. Plak! “Dasar anak haram, seharusnya dari awal aku menyingkirkanmu jika kehadiranmu hanya merusak kebahagiaanku dengan anakku,
Bab 67 Cukup lama mereka mencari ke seluruh penjuru rumah sakit dengan bantuan penjaga. Nihil, hasilnya tidak ada, Nevan tidak ada di sini dan dibawa lari oleh orang tak dikenal. Shanika terduduk lemas di lantai sembari menutupi wajahnya karena sudah lalai menjaga Nevan. “Maafin Kakak, gak seharusnya Kaka lalai menjagamu, Nevan,” lirih Shanika terus menyalahkan diri sendiri karena ia lalai mengawasi adiknya. Jika terjadi sesuatu pada Nevan, Shanika tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Sergio berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Shanika yang terus menangis di pelukannya. “Tenang, kita akan cari Nevan sampai ketemu, Sayang.” “Kalau begitu ayo kita cari, Mas, kita ke kantor polisi supaya dibantu mencari Nevan,” ajak Shanika tak peduli seberapa lelah dirinya, yang Shanika pikirkan soal keselamatan adiknya. Meskipun Shanika baru pulih, dia harus bisa mencari Nevan
Bab 66 Karena Pak Hans adalah orang terdekat ayahnya sekaligus juga mereka sudah bersahabat sejak kecil, Shanika berpikir kalau Pak Hans tahu sesuatu tentang kejadian di masa lalu. Mungkin dia bisa tahu soal Bu Listia yang sangat membencinya dan juga membenci sang ibu. Pak Hans menepuk pucuk kepala Shanika yang sudah ia anggap sebagai putrinya, dia merasa bersalah sudah patuh pada Bu Listia. Pak Hans enggan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. “Kamu yakin ingin tahu?” ujar Pak Hans, sebelum bercerita ia bertanya pada Shanika siap atau tidak mendengarkan ceritanya. Shanika mengangguk mantap, dia ingin tahu hal ini sejak dulu. Hanya saja Shanika tidak tahu harus menanyakan ini pada siapa, pada Mbok Cahyani, beliau tidak tahu. Selagi mereka bertemu, Shanika ingin bertanya. Ia yakin kalau Pak Hans tahu. “Aku yakin, Pak, aku siap mendengarnya. Apa pun itu,” ujar Shanika bersungguh-sung
Bab 65 Tidak tahu berapa lama mereka bercinta, sampai keduanya merasa puas hingga tertidur pulas. Sergio bangun dari tidurnya, dia menatap Shanika yang masih tidur dan memunggunginya. Sergio tersenyum tipis, mengingat momen indah semalam membuatnya enggan untuk pergi ke alam mimpi. Andai tak punya hati nurani, tak akan ia biarkan Shanika istirahat dan terus bercinta hingga pagi hari tiba. “Udah bangun, Kak?” tanya Shanika sudah bangun lebih awal, hanya saja ia masih kantuk dan juga badannya pegal. “Baru aja, morning, Baby,” bisik Sergio melingkarkan tangan kekarnya di perut rata Shanika yang tak memakai apa-apa. “Hari ini aku mau ke rumah sakit, mau jenguk Nala sama Nevan. Mumpung Nevan libur sekolah,” ujar Shanika sambil mengusap punggung tangan Sergio yang melingkar di perutnya. Ia menghela napas panjang saat Sergio melayangkan kecupan bertubi-tubi. “Aku antar.”
Bab 64 “Ya ampun, Den Gio dan Non Shanika kenapa?” pekik Mbok Cahyani ketika membuka pintu, melihat dua majikannya sudah kotor oleh telur di sekujur tubuh. Shanika dan Sergio tidak menjawab, melewati Mbok Cahyani begitu saja lantaran Shanika diam membisu sejak jadi. Sergio menuntun Shanika, menggenggam tangannya naik ke tangga untuk membersihkan diri kamar mandi mereka. Sergio juga tak banyak bicara, membiarkan Shanika sibuk dengan pikirannya. Sergio mendorong pintu kamar mandi dengan kaki, melepaskan baju yang melekat di tubuhnya karena bau anyir begitu menyeruak masuk ke indra penciumannya. “Mandi dulu, aku akan mengobati pipimu. Pipimu memar,” kata Sergio lembut, menarik Shanika ke dalam kamar mandi tanpa menutup pintu. Toh, tidak ada yang berani masuk tanpa izin dahulu. “Mandi bareng?” tanya Shanika akhirnya buka suara setelah bungkam sekian lama, Sergio mengangguk.
Bab 63 Shanika langsung menarik selimut, menutupi Sergio yang tengah dikeloni olehnya. Nevan menatap dengan bingung, membuat Shanika jadi malu. Nevan berjalan mendekat ke arah kakaknya, bocah kecil itu naik ke atas ranjang dan memeluknya. “Kok Kakak tidurnya sama Kak Gio terus, sih? Apalagi disusui, kayak tuyul. Ih, udah gede dikeloni,” ejek Nevan menatap Sergio di balik selimut tebal. Shanika menyemburkan tawa ketika Nevan begitu polosnya mengatakan demikian. Nevan memeluknya dari samping, membuat Shanika seperti punya dua bayi. Yang satu kecil, yang satu besar. “Karena Kak Gio suami Kakak, jadi tidurnya berdua. Kamu kenapa nggak tidur? Udah malam loh,” ujar Shanika membalas pelukan adiknya. “Evan kangen Nala, Kak, kapan Nala sadar? Kok Nala tidurnya lama ….” Nada sedih Nevan barusan, hati Shanika tercenung. Hatinya teriris jika Nevan sudah me