Keesokan harinya Wulan terbangun dari tidurnya. Wanita itu terbangun karena merasakan tendangan kecil pada kakinya. "Hei, bangun! Ayo cepat bagun!" bentak Panji salah satu preman yang membangunkan tidurnya.Wulan, wanita berparas cantik itu, perlahan membuka kelopak matanya. Wulan kemudian menggerakan kedua tanganya yang ternyata, sudah tidak terikat. Rupanya Panji si preman yang menculiknya itu, sudah membuka ikatan tangannya."Bangun dan makanlah." Panji kembali berkata seraya nyodokkan nampan berisikan bubu ayam dan segelas air putih."Terima kasih Paman," ucap Wulan berterima kasih. Namun, wanita itu tetap pada posisinya. Makanan di depannya itu sama sekali tidak ia sentuh. Wulan masih ingat betul tentang perkataan dua preman yang menculiknya itu. Bahwa mereka akan melenyapkan bayi yang ada di dalam kandungannya.Wulan berpikir bukan tidak mungkin, jika mereka menaruh sesuatu ke dalam bubur yang mereka berikan bukan? Meski Wulan nyatanya saat inj sangat lapar. Akan tetapi wanit
Dikediaman keluarga Aditama, Nyonya Laura terus terisak. Wanita paruh baya itu menangisi putri tercintanya yang kini entah dimana. Karena hingga kini polisi belum juga menemukan petunjuk kemana penculik itu membawa Wulan.Rupanya penculik itu sempat mengganti mobil, yang mereka kendarai. Hal itulah yang menyebabkan susahnya melacak keberadaan Wulan. Meski begitu, Tuan Prabu dan Nyonya Laura tak kehilangan harapannya. Kedua orang tua paruh baya itu, tetap mengusahakan yang terbaik untuk mencari keberadaan Wulan.Sedangkan Damar disana sangat sibuk. Hingga pria itu tak sempat menelpon kerumah. Dan, sampai saat ini, pria itu bahkan tak mengetahui yang dialami oleh Wulan. Tuan Prabu dan Nyonya Laura juga berencana tidak akan menceritakan tentang penculikan Wulan pada Damar. Mereka sudah, menyusun alasan dan kata-kata saat Damar menelpon nantinya.Itu semua Tuan Prabu lakukan agar tidak, membuat pikiran putranya terganggu karena masalah penculikan Wulan. Tuan Prabu yakin jika putranya itu
"Ok Jo kamu jaga depan kalau Bos datang, langsung kabari aku, aku akan pura-pura mengikat dan menutup mata Wulan," ujar Panji pada Parjo."Ok, aku akan berjaga di depan. Wulan, paman harap kamu akan baik-baik saja dan selamat, lari lah, pergi sejauh mungkin, dan bangunlah kehidupanmu sendiri bersama anakmu, disini memang keluargamu tapi, disini juga adalah sarang maut mu, paman hanya bisa berdoa semoga suatu hari nanti kita akan bertemu kembali, dan kami berdua janji akan berubah, berubah untuk hidup yang lebih baik lagi, dan kami minta maaf sudah menculik mu," ujar Parjo memberi nasehat dan meminta maaf. Mendengar perkataan Parjo, sontak membuat Wulan terisak. Kata-kata Parjo membuat wanita itu tanpa sadar meneteskan air mata. Bumil itu begitu tersentuh dan tak bisa berkata-kata. Wanita itu hanya terisak sambil mengangguk kemudian berucap."Terima kasih Paman," ucap Wulan singkat diiringi tangis yang semakin menjadi. Tak ingin berlama-lama, Parjo kemudian melangkah pergi meninggalka
Damar begitu bersemangat, pria itu bekerja tak kenal lelah. Hampir seluruh waktunya ia habiskan dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Itu semua ia lakukan agar pekerjaannya cepat selesai dan dia bisa pulang untuk menemui Wulan. Kali ini, pria itu bertekad akan melindungi Wulan secara terang-terangan. Dan mengakui Wulan sebagai istrinya apapun yang terjadi. Kali ini Damar akan langsung bicara pada mamah dan papahnya mengenai pernikahan rahasianya dengan Wulan dua bulan lalu. Damar juga akan langsung mengakhiri pernikahannya dengan Elga. "Tuan muda Damar sepertinya ada sesuatu dibalik semua ini, kau begitu bersemangat," ujar Jhon, asisten Tuan Prabu yang ditugaskan di Jerman untuk mengawasi kantor cabang yang ada di sana."Ah ... Paman bisa saja. ya Paman memang ada seseorang yang aku cintai yang membuat aku ingin cepat pulang." Damar tersenyum sambil menerawang membayangkan wajah Wulan."Apa wanita itu adalah Elga? Ah maaf paman terlalu kepo," ucap Jhon keceplosan. Pria paruh baya it
"Wulan," gumam Damar langsung terdiam menatap kembali bingkai foto Wulan yang pecah karena terjatuh. Pria itu seketika dilanda kegelisahan, hatinya sedari tadi menjadi tak keruan memikirkan Wulan. "Sepertinya, Aku harus menelpon Papah dan Mamah, iya aku akan menanyakan keadaan Wulan sekarang." Damar langsung meraih telponnya kemudian menghubungi keluarganya di Indonesia.Panggilan Damar tak langsung diangkat. Membuat pria itu semakin gelisah. Tak pantang arah, Damar kembali menelpon untuk yang ke dua kalinya. "Hallo Assalamualaikum...." sapa Nyonya Laura dengan suara sumbangnya. Iya, setelah beberapa kali Damar menelpon, akhirnya telponnya pun tersambung."Waalaikumsalam Mamah, em ... mamah sehat kan?" Damar bertanya kabar sang mamah dengan nada khawatir. Setelah mendenagar suara sang mamah yang terdengar serak. "Baik Nak, kamu gimana kamarnya?""Baik juga Mah, em ... bagaimana kabar Papah dan Wulan?" Pertanyaan Damar sontak membuat Nyonya Laura kembali terdiam. Air matanya kembali
Wulan perlahan membuka kelopak matanya. Kesadaran wanita itu rupanya mulai kembali. Wulan kemudian mengedarkan pandangannya kesegala arah. Betapa terkejutnya wanita itu ketika melihat kesekitar ruangan tempatnya berada saat ini.Wulan tertegun saat melihat tanganya yang terpasang selang infus. Sementara luka tembak dibahunya yang sudah dibalut dengan perban. Bajunya pun sudah berganti dengan piyama tidur berwarna peach, yang bersih dan harum.Wulan kembali mengamati sekeliling, ruangan. Ruangan yang didominasi warna hitam dan beberapa sentuhan warna gold, membuat kesan manly yang begitu terasa. Jantung Wulan sontak, berdetak kencang, wanita itu benar-benar takut. Apakah ia kembali tertangkap oleh Tantri dan antek-anteknya. Apakah ia kembali tertangkap dan kali ini Tantri telah menjualnya. Dan mungkinkah saat ini dirinya tengah berada ditempat seseorang yang telah membelinya.Berbagai pertanyaan dan pikiran buruk terus menerus berputar di kepalanya. Tak ingin kembali menjadi tawanan. Wu
Nyonya Laura dan Tuan Prabu terdiam tak percaya. Kedua orang tua paruh baya itu begitu tercengang mendengar kenyataan tentang pernikahan anak-anak mereka. "Apa! Apa maksudnya perkataanmu, Damar apa itu benar?" ujar Nyonya Laura terdiam linglung mendengar pernyataan Elga yang begitu mengejutkan."Jangan pernah bicara omong kosong!" Tuan Prabu membentak Elga seraya melotot marah."Aku tidak sembarangan bicara liat! Liat Damar sekarang! Jika aku sembarangan bicara kenapa dia diam!" Elga menunjuk kearah Damar yang terdiam membeku. Pria itu merasakan lidahnya kelu, tak tahu harus bicara apa."Damar, apa ini Nak?" Panggil Nyonya Laura dengan mata berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu memandang penuh tanda tanya pada sang putra. Karena sedari tadi Damar hanya terdiam tanpa kata."I-iya Pah, semua yang dikatakan oleh Elga memang benar, aku dan Wulan sudah menikah tiga bulan lalu, dan kami saling mencintai," ucap Damar lirih seraya menatap wajah kedua orang tuanya."Apa, tidak mungkin!" Nyonya L
"Apa! Dimana Bi!" tanya Rayan bersemangat."Tanda itu Bibi pernah melihatnya di pinggang Nona i-tu Tuan muda." Bi Ambar sedikit ragu seraya menunjuk kearah ranjang tempat dimana Wulan sedang terlelap tidur di atasnya."Hah! Bibi yakin! Bibi tidak salah lihat kan?" ujar Rayan begitu tak bisa mengendalikan diri. Pria itu langsung menghampiri asisten rumah tangganya dengan antusias. Rayan tak bisa mengabaikan begitu saja apa yang asisten rumah tangganya itu katakan."Iya Tuan muda, Bibi pernah melihatnya ketika Bibi mengganti pakaiannya, dengan sangat jelas bibi melihat tanda itu Tuan." Bi Ambar begitu yakin pernah melihat tanda itu di pinggang Wulan."Bi, bisakah kau memfotonya untuk ku, em ... hanya tandanya saja, kau bisa melakukanya sekarang?" pinta Rayan ingin melihat tanda yang kemarin Bi Ambar lihat di pinggang Wulan. "Baik Tuan muda, saya akan memfotonya untuk ada." Bi Ambar langsung menyanggupi permintaan sang majikan. Rayan kemudian keluar dari kamar yang Wulan tempati. Perlaha
"Mommy...." Kejora mengigau terbangun dari tidurnya. Mendengar panggilan Kejora. Sontak saja membuat keduanya tersentak kaget. Wulan dan Damar yang tengah diselimuti hasrat yang menggebu. Langsung berhambur mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polos mereka. Untung saja di meja dekat sofa ada dua handuk kimono yang disiapkan oleh pihak hotel. "Mommy sama Daddy, abis mandi ya? Kok pakai kimono?" tanya Kejora polos menatap kedua orang tuanya yang sama-sama hanya memakai handuk kimono. Belum lagi pandangan aneh gadis kecil itu yang menatap Ke arah pakaian yang berserakan dilantai. "Em, i-iya sayang Daddy dan Mommy tadi—" Wulan yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh Damar. "Mommy sudah selesai mandi, sekarang gantian Daddy yang mandi" jawab Damar memotong perkataan Wulan seraya memungut pakaian mereka yang tercecer. "Say-ang, Kejora kenapa bangun nak?" Kini Wulan bertanya seraya mendekat pada sang putri. "Tidur lagi ya sayang. Em ... Daddy ke kamar mandi dulu ya Nak," ujar
Jam 14.30 Tuan Leo dan Nyonya Nesa akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Kedua orang tua itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat sang putra di rawat. Diantar sopir kantor yang sudah disiapkan oleh Livi. Kedua orang tua paruh baya itu akhirnya sampai setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam. Dengan tergesa-gesa kedua orang tua itu langsung bergegas menuju ruangan tempat sang putra dirawat. "Rayan!" Panggil Nyonya Nesa begitu wanita paruh baya itu membuka pintu kamar rawat putranya. "Mommy?" Rayan berujar lirih melihat sang mommy yang baru saja masuk. "Bagaimana keadaan mu Nak?" tanya Nyonya Nesa dengan wajah penuh kekhawatiran. "Bagaimana luka mu Ray?" Tuan Leo berkata dengan wajah yang terlihat lebih tenang dari sang istri. "Aku baik Mom, Dad," jawab Rayan pada kedua orang tuanya. "Bagaimana bisa kau sampai dikeroyok oleh begal hem?" Tuan Leo langsung bertanya kronologi, bagaimana sang putra bisa bertemu dan dikeroyok oleh para begal. "B
Malam itu juga, Damar beserta seluruh keluarga kecilnya akhirnya pergi menyusul Nyonya Nesa dan Tuan Leo ke Indonesia. Damar tersenyum semringah manakala rencananya kini berhasil dengan sempurna. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Jika Damar dan kedua putra putri begitu bahagia. Lain halnya dengan Wulan, wanita itu sejak tadi hanya diam. Bukan karena tidak ingin ke Indonesia dalam lubuk hati Wulan sebenarnya ingin sekali pulang dan menjenguk papah dah mamahnya. 'Rencana pertama berjalan mulus semoga rencana berikutnya akan berjalan mulus juga," gumam Damar dalam hati. Pria itu begitu itu yakin dengan rencana keduanya yang telah ia susun sedemikian rupa. Sementara di lain tempat, "Zetta cukup! Aku harap kau sadar posisi mu saat ini!" ujar Steven menarik pergelangan tangan Zetta seraya menatap tajam gadis berambut indah itu. "Kak Steve, tapi kita tidak bisa meninggalkan Om ini sendiri, kita tunggu keluarga Om ini datang dulu ya." Zetta menolak pelan keinginan Stev
Damar memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Senyum cerah masih awet menghiasi wajahnya. Pria itu begitu yakin jika kali ini dirinya bisa membawa Wulan pulang ke Indonesia. "Daddy apa kita akan pergi menyusul Oma dan Opa ke Indonesia bersama Mommy?" tanya Kejora polos ketika mereka berjalan menuju ruang Wulan. "Of course sayang, kita akan ke Indonesia bersama Mommy menyusul Oma dan Opa dan bertemu Nenek dan Kakek." Damar tersenyum membuat kedua buah hatinya pun ikut tersenyum. Kini mereka telah sampai di depan ruangan Wulan. "Hi suster Catlin apa kabar?" sapa Wulan pada suster Catlin suster yang biasa menjadi pendamping sang mommy. "Hai, Kejora cantik, kabar ku baik, em ... hai Bintang." Suster Catlin membalas seraya menyapa Bintang. Namun pandangan suster Catlin juga tak luput memandang Damar yang berdiri menggendong Kejora. Suster Catlin masih ingat betul dengan sosok Damar yang kala itu membuat Wulan bereaksi keras terhadapnya saat dirinya tengah merawat Damar. 'Siapa s
Damar akhirnya membawa putra putrinya pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Fernando. Bagaimana pun, pria itu tak bisa serta merta membawa si kembar ke Indonesia tanpa berbicara terlebih dahulu pada mommy dan Daddy mertuanya. Damar masih memiliki akal sehat dan sopan satun. Pria itu akan mendiskusikan terlebih dahulu pada mertuanya dan meminta pendapat kedua mertuanya itu. "Assalamualaikum Oma!" "Assalamualaikum!" ucap si kembar dan Damar yang baru saja tiba di rumah keluarga Fernando. "Waalaikumsalam sayang cucu Oma, sayang kalian ganti baju dulu ya, ada hal penting yang mau Oma bicarakan sama Daddy kalian." Nyonya Nesa memberi titah pada si kembar yang langsung diiyakan oleh keduanya. "Damar nak, kebetulan mommy mau bicara," ujar Nyonya Nesa kemudian membawa menantunya ke halaman samping rumah. Seketika, Damar pun mengangguk seraya mengikuti mommy mertuanya. "Ada apa Mom? Apa ada hal yang penting?" Damar bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Begini Mar, mommy dan Da
Nyonya Nesa begitu terkejut. Saat mendapati telpon yang mengabarkan jika putranya mengalami insiden yang mengakibatkan sang putra dirawat. Dengan panik Nyonya Nesa kemudian menghubungi sang suami. "Dad, Rayan mengalami insiden pengeroyokan begal Dad, dan sekarang dia di rawat di rumah sakit! Dad kita harus ke Indonesia sekrang Dad, Mommy akan berangkat malam ini Daddy susul saja ya kalau Daddy masih ada urusan disini," cecar Nyonya Nesa dengan paniknya. Sementara itu Tuan Leo hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan sang istri. "Sayang, tolong tenang ok, coba ceritakan dengan perlahan, hem." Tuan Leo berkata pada sang istri agar lebih tenang menceritakan apa yang terjadi pada putra mereka. "Daddy, tadi mommy telpon Rayan, panggilan mommy sedari tadi siang tidak diangkat dan baru saja mommy telpon lagi, ternyata yang angkat itu wanita, dia memberitahu jika putrinya menemukan Rayan sedang dikeroyok oleh sekelompok begal Dad. Rayan terluka dan dia sedang dirawat di rumah sakit sek
Rayan tengah mendapat penanganan insentif. Sebab luka di kepala terus mengeluarkan darah. Rupanya ada luka robek pada kepala bagian belakangnya membuat darah segar terus keluar. Sementara gadis yang mengantar Rayan juga masih setia menunggu pria itu. Gadis berambut indah itu, bahkan belum mengganti seragam sekolahnya yang kini terlihat kotor karena noda darah Rayan yang menempel disana. "Keluarga pasien! teriak dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. "Em ... saya Dok, saya yang membawa Om itu kesini," ujar gadis berambut indah itu menjawab panggilan sang dokter. "Nona, pasien membutuhkan transfusi darah kebetulan stok darah sedang habis jadi kami mencari keluarga pasien agar bisa mendonorkan darah mereka untuk pasien." Dokter itu berkata pada gadis berambut indah itu, jika Rayan sedang membutuhkan transfusi darah. "Em ... Golongan darahnya apa Dok? Mungkin saya bisa menyumbangkan darah saya untuk Om itu?" ujar sang gadis menawarkan diri. "Golongan darahnya AB."
Ardan mengepalkan tangannya. Amarahnya membuncah kala melihat Wulan yang pergi bersama Damar dan anak-anaknya. Sungguh tadinya Ardan sudah merasa menang namun, ternyata pria itu justru semakin menelan kekalahan. Bagaimana tidak, Ardan berpikir ketika ia mempublikasikan hubungannya dengan Wulan. Itu akan membuat Damar menyingkir perlahan. Alih-alih membuat Damar menyingkir. Rupanya pria itu justru malah semakin menunjukan kepemilikannya atas Wulan. Alhasil kini Ardan begitu kecewa. Karena nyatanya statusnya sebagai kekasih Wulan tidak bermakna apa-apa semua tidak ada artinya. Sementara di dalam mobil Wulan, Damar dan si kembar sedang menempuh perjalanan ke sekolah. Damar mengantarkan si kembar terlebih dahulu setelah itu barulah ia akan mengantar Wulan kerumah sakit. "Mommy, Mommy leher Mommy kenapa? Kok merah-merah? Apa Mommy sedang alergi?" tanya Kejora polos ketika melihat tanda merah di leher sang mommy. "Humm ...." Senyum Damar tertahan mendengar pertanyaan polos dari san
Malam ini adalah malam yang begitu indah bagi Dokter Ardan. Karena malam ini rencanaya menyatakan cinta pada Wulan wanita pujaannya berakhir bahagia. Enam tahun yang ia tunggu akhirnya mengalami kemajuan. Karena Wulan, kini sudah menjadi kekasihnya. Itu semua tak luput dari campur tangan Rayan, sahabat sekaligus kakak Wulan. Iya, Rayan yang tidak menyukai Damar merencanakan semua skenario drama penyakit Ardan. Karena Rayan yakin Wulan akan percaya dan menerima Ardan. Benar saja rencana mereka akhirnya berhasil. Wulan akhirnya mau menerima dokter Ardan. "Thanks Bro, kalau nggak gara-gara lu pasti nggak akan terwujud," ujar Ardan pada Rayan. Kini mereka tengah mengobrol lewat panggilan telepon. "Ya Dan, aku harap kau bisa menjaga Wulan dan membahagiakannya." Rayan meminta pada Ardan dengan tulus. "Itu sudah pasti Vi, kau jangan khawatir," jawab dokter Ardan bersungguh-sungguh. Sementara di kamar Wulan, Damar yang tengah emosi begitu bringas. Damar tidak peduli lagi jika Wulan akan