42Gedung pertemuan besar di salah satu hotel bintang lima di Kota Bandung, pagi menjelang siang itu terlihat ramai pengunjung. Berbeda dengan resepsi pertama yang jumlah tamunya dibatasi. Pada perhelatan akbar kedua, Hadrian dan keluarga mengundang banyak orang. Selain mengirimkan kartu undangan fisik, mereka juga mengundang melalui undangan online, yang disertai barcode. Sebab itu, petugas ring tiga menggunakan 4 alat pemindai agar pekerjaan mereka bisa cepat dikerjakan. Selanjutnya, para tamu diarahkan petugas ring dua ke deretan stand makanan serta minuman. Bila tamu VIP yang datang, panitia penyambut tamu mengarahkan mereka ke jalur khusus. Supaya tidak antre lama, seperti tamu biasa. Jam 1 siang, tempat kosong di sisi kiri ruangan, menjadi pusat pandangan pengunjung. Lampu-lanpu sorot diarahkan ke sana. Sedangkan lampu-lampu lainnya diredupkan. Bunyi kecapi menyapa indra pendengaran penonton. Mereka memerhatikan sekelompok orang yang muncul dari sisi kanan dan kiri tempat
43Ruangan luas di restoran milik Hadrian malam itu terlihat ramai orang. Mereka kompak menggunakan baju putih berbagai model, dan celana jin biru. Hadrian dan Zaara berdiri di ujung tengah sambil memegangi mikrofon. Mereka menunggu Fikri dan Khairani yang bertugas sebagai MC, menyelesaikan dialog pembuka. Selanjutnya giliran pasangan pengantin baru yang menyampaikan isi hati mereka pada khalayak. "Aku dan Zaara, mengucapkan berjuta terima kasih pada seluruh pendukung acara akad nikah, pesta pertama dan kedua," ujar Hadrian memulai pidatonya. "Kami tahu, kalian sudah lelah. Enam pesta pernikahan berlangsung berurutan. Ditambah lagi dengan acara Hisyam dan Utari, yang akan dilaksanakan sebentar lagi," sahut Zaara. "Sebab itu, kami memberikan souvenir yang berbeda. Yang bisa menunjang fisik kalian untuk meneruskan tugas di akhir tahun ini," cakap Hadrian. Zaara mengangkat tas belanja dengan tangan kiri. "Ini isinya, set mug, botol minuman, gula, kopi, teh, kue-kue, dan vitamin untu
44"Satu. Power Rangers merah. Padre Alvaro Gustav Baltissen. Dua, Power Rangers emas, Papi Yanuar Kaisar Ming Sipitih. Tiga, Power Rangers putih, Ayah Wirya Arudji Kartawinata," cakap Banim, anggota pengawal muda Jakarta."Empat, Power Rangers biru, Abah Zulfi Hamizhan. Lima, Power Rangers kuning, Bapak Yoga Pratama. Enam, Power Rangers hijau, Abi Andri Kaushal," cetus Azmari, tim pengawal London."Tujuh, Power Rangers hitam, Romo Haryono Abhisatya Putra Daryana. Delapan, Power Rangers marun, Papa Galang Ahmadi. Sembilan, Power Rangers ungu. Ayah Aswin Adiwiguna," imbuh Harzan, tim pengawal Australia."Sepuluh, Power Rangers cokelat, Bapak Satrio Dwi Harja. Sebelas, Power Rangers hijau muda. Ayah Salman Cahyadi. Dua belas, Power Rangers biru muda, Appa Nugraha Siswoyo," ungkap Dipta, tim pengawal Thailand."Tiga belas, Power Rangers krem. Ayah Jaka Rustaman. Empat belas, Power Rangers oren, Papa Mardi Fardhani. Lima belas, Power Rangers hijau army. Bapak Edwin Riswandi. Enam belas, P
45Hadrian dan Zaara mengantarkan kepergian rombongan bus yang akan kembali ke Jakarta, pagi menjelang siang itu. Pasangan pengantin baru akan pulang ke Ibu Kota, Sabtu nanti. Setelahnya, Hadrian dan Zaara menaiki mobil Raid. Mereka mengikuti mobil terdepan milik Linggha, yang hendak kembali ke rumahnya. Sepanjang jalan menuju rumah Ana, Hadrian sibuk berbalas pesan dengan rekan-rekannya di grup 1 PG. Mereka tengah membicarakan runutan acara pernikahan Hisyam dan Utari, yang akan dilaksanakan akhir pekan nanti. Hadrian menyadari bila dirinya tidak bisa hanya datang menjadi tamu. Selain karena segan pada Heru, Hadrian juga berusaha membalas budi pada Hisyam yang telah ikut menyukseskan pernikahannya. Ditambah lagi, Utari adalah sahabat dekat Zaara. Hingga Hadrian memutuskan untuk berperan aktif dalam acara Hisyam dan Utari, meskipun tidak diminta. "Kang, yang ini, bagus nggak?" tanya Zaara sembari memperlihatkan foto tas bermerek mahal, di ponselnya. "Bagus. Berapaan itu?" Hadria
46Aroma harum menguar dari bumbu yang tengah ditumis Hadrian. Zaara menutup hidungnya, sebelum dia bersin-bersin karena tajamnya bau bawang dan kawan-kawannya. Kendatipun harus menahan untuk bersin kembali, Zaara tetap bertahan mendampingi suaminya di dapur. Gerakan tangkas Hadrian saat memasak, membuat Zaara kagum. Perempuan berhidung mancung terus mengamati lelakinya yang sedang menumis kangkung, sekaligus menggoreng ikan. Dia terkejut ketika Hadrian memintanya mengulek bawang, cabai dan tomat. "Aku nggak bisa ngulek," cakap Zaara. "Dicobalah. Belajar dulu," sahut Hadrian. "Akang aja." "Enggak lihat tanganku dua-duanya sibuk?" "Aku yang ngaduk sayurnya." "Bisa?" "Iya." Hadrian bergeser ke kiri. Dia memulai mengulek dengan cepat, sembari melihat ikan yang sedang digoreng. "Ra, ikannya dibalik," pinta Hadrian. Dia termangu saat menyaksikan sang istri membalik ikan dari jarak jauh. "Gimana mau ngebalik kalau jauh begitu?" ledeknya. "Aku takut kena minyaknya," sahut Zaara.
47Jalinan waktu terus bergulir. Deretan pesta telah usai. Dimulai dari pernikahan Rangga dan Zaheera, dilanjutkan dengan dengan acara Hadrian dan Zaara. Berikutnya, pernikahan Farisyasa dan Lilakanti yang menyelinap di tengah-tengah. Ditutup oleh resepsi Hisyam dan Utari yang berlangsung meriah. Pagi itu, Hadrian menyempatkan diri ni diri ke kantor. Aprilia begitu senang dengan kehadiran bosnya, dan langsung menyuguhi Hadrian dengan dua tumpuk berkas. Aprilia memasang tampang santai. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh tatapan tajam sang bos, yang kesal dengan hadiah tersebut. Aprilia mengambil berkas pertama dan membukanya. Kemudian dia mengangsurkan benda itu, dan meminta Hadrian membacanya. "Aku lagi malas baca. Kamu saja yang diktekan," tukas Hadrian. "Tugas Bapak hanya membaca, lalu tanda tangan. Beres," sahut Aprilia. "Aku masih dalam hawa libur. Nggak mau kerja." "Oke. Berarti jangan salahkan aku kalau perusahaan ini bangkrut." Hadrian berdecih. "Kenapa kamu selalu
48"Kelompok satu ini, isinya memang kocak semua," imbuh Andri. "Lanjut, Dri." "Siap." Andri berpindah ke orang selanjutnya. "Yang ini, saya kayak pernah lihat," tukasnya. "Ya, Bang. Kita pernah ketemu di kantor Om saya," jawab pria muda berkulit putih. "Silakan jelaskan dirimu." "Halo, salam kenal. Saya, Rawaya Diratama. Usia 25 tahun dan masih jomlo. Saya tinggal di rumah orang tua di Bandung. Sepupu saya, Drew, yang mengajak saya gabung ke PCD." "Beuh! Drew bawa pasukannya ke sini. Makin banyak tim pebisnis muda Bandung!" pekik Andri yang disambut tepuk tangan penonton. Andri berpindah ke antara kedua pria dan merangkul pundak mereka dengan santai. "Yang dua ini, kita lewatkan saja. Nggak perlu dikenalkan," candanya. "Janganlah, Bang. Aku mau sekalian promosi diri. Kali di sini punya saudara perempuan yang bisa dikenalkan padaku," kilah pria berbadan tinggi. "Bukannya sudah punya gebetan?" "Aku ditolak." "Kenapa?" "Katanya, aku terlalu ganteng." Andri melengos. Kemudia
49Hadrian tiba di rumahnya menjelang jam 10 malam. Dia dan Kirman masuk dari pintu penghubung dengan garasi, kemudian mereka berpencar menuju kamar masing-masing. Kondisi ruang tidur utama yang remang-remang, menjadikan Hadrian tidak melihat jelas Zaara yang sedang terlelap sembari miring ke kanan, menghadap jendela. Hadrian membuka kancing kemejanya, lalu melepaskan benda itu dan melemparkannys ke keranjang khusus pakaian kotor. Belasan menit berlalu, Hadrian sudah keluar dari toilet sembari menggigil. Dia menggerutu karena meyakini jika badannya tengah protes, hingga menderita demam. Seusai berganti pakaian, Hadrian mengambil ponsel dan kabel pengisi daya dari tas kerja. Dia berpindah duduk ke tepi kasur, lalu memasang kedua benda itu, dan mengaktifkan sakelar penghubung dengan colokan listrik. Hadrian menyambar botol di meja kecil, lalu meneguk airnya beberapa kali. Setelahnya, lelaki berkaus hijau lumut menarik selimut dan membungkus dirinya dengan benda tebal itu. Puluhan