Happy Reading*****Mengambil air minum dan meminumnya. Sekali lagi, Fandra menatap sang pujaan sebelum membuka suara untuk menjawab pertanyaan Mahmud.Ditatap seperti itu, Wening salah tingkah. Lelaki yang berusia jauh di bawahnya itu selalu saja bisa membuatnya bertanya- tanya dalam hati. Apa tujuan Fandra mendekatinya."Restu itu memang belum Bapak berikan, tapi bukan berarti nggak akan diberikan. Saya akan tetap berusaha dan tentunya berdoa lebih keras supaya Allah mengabulkan. Semua yang nggak mungkin akan terjadi jika Allah sudah menetapkan. Saya sangat percaya Allah akan mengabulkan semua doa-doa yang dipanjatkan hamba-Nya." Mengakhiri jawabannya, Fandra kembali melirik sang pujaan."Bagaimana jika Allah nggak pernah menakdirkan kamu dengan Wening?" tanya Mahmud."Jika Allah menetapkan demikian. Maka, saya akan tetap menjalin silaturahmi dengan baik pada Bapak dan keluarga lainnya. Asal Mbak NIng bahagia dan Allah rida, Insya Allah saya ikhlas menerima."Mahmud menghela napas p
Happy Reading*****"Mau tak lempar pake sendal biar tambah sakit." Wening sudah ancang-ancang akan membuka sepatu heels-nya. "Aduh, calon istri kok kejam sekali. Kalau sampai aku terluka, Mbak juga yang susah." Fandra mengedipkan sebelah matanya. Namun, si gadis malah mengerucutkan bibir."Sana pergi!" usir Wening, "aku bakalan telat kalau nuruti kamu ngobrol gini.""Baiklah tuan putri sesuai permintaan, hamba akan pergi. Tapi, akan mengawal sampai tuan putri sampai di kantor dengan selamat." Tak lupa, lelaki itu mengedipkan sebelah mata. Bibir sedikit maju seperti hendak mencium.Berusaha tak peduli dengan perkataan dan tingkah Fandra, Wening menaiki, lalu melajukan motor. Dari teras rumahnya, Rahmat serta seluruh keluarga menyaksikan interaksi keduanya dan tersenyum. "Mbakmu itu, umur sudah hampir tiga puluh masih saja jutek pada cowok. Bapak kok berharap kalau mereka berjodoh. Nak Fandra itu terlihat perhatian dan baik pada semua orang," ucap Rahmat."Ibu sependapat dengan Bapak
Happy Reading*****Tangan kanan Ramadan terangkat dengan kelima jarinya tegak ke atas. "Pokoknya jangan sampai Papa melihat wajah Wening cemberut gara-gara ulahmu," ucapnya, "sekarang kita bahas pekerjaan. Kalian berdua harus menemui tamu yang baru saja datang dari Surabaya. Dia jauh-jauh nyari garmen kita padahal di tempatnya begitu banyak garmen besar yang bisa memenuhi permintaan baju untuk menyuplai tokonya. Papa minta kamu bisa membuat kesepakatan dengan beliau. Akan sangat menguntungkan jika kita bisa bekerja sama. Order yang dia lakukan jelas berlanjut dan dengan jumlah besar. Dia memiliki banyak banyak reseller saat menjalankan usaha.""Hmm," jawab Ibra. Dia terlihat menyimpan amarah karena perkataan Ramadan."Kamu bisa, kan, Ning? Bekerja dengan cowok menjengkelkan macam putra saya ini.""Pa, bisa tidak, jangan merendahkan aku terus," protes Ibra. Sengaja membuang muka agar tidak terlalu kentara kemarahannya pada si gadis.Ramadan tertawa keras mendengar protesan sang putra.
Happy Reading*****Perempuan yang berada di sebelah klien Ibra, tersenyum. "Kalian berdua ini lucu sekali. Segeralah menikah supaya tidak terhindar dari fitnah."Sekali lagi, Wening menggeleng dengan sangat cepat. "Saya bukan calon menantu Pak Ramadan. Kami berdua tidak ada hubungan apa pun kecuali hubungan pekerjaan," jelas si gadis.Si klien lelaki makin mengeraskan tawa. Sambil duduk, dia menatap Ibra dan Wening bergantian. "Semoga disegerakan," ucapnya kemudian.Ibra dan Wening sama-sama terdiam. Putra semata wayang Ramadan bahkan tidak mengetahui dengan hatinya sendiri mengapa dia bisa menjawab seperti itu tadi. "Kalian sudah memesan makanan?" tanya lelaki di sebelah Ibra, klien mereka yang bernama Wijaya."Kami baru pesan minuman saja," jawab Ibra."Apa kalian sudah sarapan," sahut perempuan di sebelah Wijaya."Kalau saya sudah, Bu. Nggak tahu kalau Pak Ibra."Saya juga sudah. Silakan saja misal Bapak atau Ibu mau sarapan terlebih dulu. Kami akan menunggu, santai saja." Ibra t
Happy Reading*****"Tidak perlu sepolos itu untuk menutupi hubungan kalian itu seprti apa sebenarnya. Apalagi berpura-pura jika kamu tidak mengetahui bahwa Fandra adalah salah satu pemilik kafe ini." Tatapan Ibra tajam menghunus jantung Wening. Seolah gadis itu adalah penjahat yang ketahuan melakukan kesalahan."Maksud Bapak apa?" "Sudahlah," kata Ibra, "sebaiknya kita turun sekarang. Tidak enak membuat Pak Wijaya dan istrinya menunggu." Membuka pintu dan turun. Ibra bahkan mengabaikan Wening yang berjalan tergesa mengikuti langkahnya yang lebar dan panjang.Maklum, Wening tergolong gadis mungil dengan tinggi 150 cm. Jika dibanding dengan atasannya, mungkin gadis itu cuma di atas pinggang Ibra.Melewati pintu masuk kafe, beberapa karyawan sudah menyapa keempat pelanggan yang baru masuk. Salah satu pegawai bahkan langsung menyapa Wening dengan menyebutkan namanya."Wah, Mbak Wening pasti ada janji sama Mas bos. Makanya, sejak pagi Mas bos sudah standby di dapur membuat menu favorit k
Happy Reading*****"Masih menyangkal kalau kamu tidak janjian ketemu sama Fandra di kafe miliknya?" kata Ibra setelah lelaki berkumis tipis itu meninggalkan meja mereka untuk membuatkan pesanan makanan yang diminta oleh Sarah. "Terserah penilaian Bapak. Saya jelaskan sampai berbusa pun tidak akan pernah digubris. Benar jika Jalaludin Rumi berkat bahwa kita nggak perlu menjelaskan sesuatu kepada orang yang nggak menyukai kita. Apa pun kebenaran yang kita sampaikan tetap buruk di mata para pembenci." Wening bahkan membuang muka. Malas sekali menghadapi Ibra yang pemarah dan tidak jelas tersebut.Beberapa saat kemudian, Fandra datang membawa nampan berisi makanan pesanan Sarah. Senyumnya menghiasi wajah membuat lelaki yang duduk di sebelah Wening makin cemberut.Melirik sebentar ke arah piring Wening. Fandra membuka suara. "Cobain, deh, Mbak. Pancake itu khusus dibuat untuk Mbak Ning seorang dengan tambahan bumbu cinta dan segenap kasih sayang.""Lho, Mas ini pacarnya Mbak Wening apa g
Happy Reading*****"Maaf, saya nggak punya kewajiban untuk menjelaskan. Anda cuma atasan saya di sini. Segala hal yang menyangkut urusan pribadi. Sebaiknya nggak perlu dibahas di kantor. Permisi." Wening mengambil bekal yang diberikan oleh Fandra dari tangan Bella.Mengucap kata terima kasih, lalu segera berlalu dari hadapan Ibra. Menaiki tangga menuju lantai ruangannya, si gadis tidak sadar jika atasannya memperhatikan. Menghela napas panjang, lelaki dengan kulit kuning langsat itu meninggalkan meja resepsionis.Bella terdiam ketika kedua petinggi garmen sudah berada di lantai ruangan masing-masing. Merasa kepo, perempuan dengan rambut selalu dikuncir kuda itu menelepon Wening. Cukup sekali deringan, panggilannya sudah diangkat oleh orang yang dituju."Halo, Wening di sini. Ada yang bisa dibantu?""Mbak, ini Bella. Pak Ibra kenapa sih? Kenapa dia terlihat marah pas aku nyebut mas ganteng ayangnya Mbak Wening." Bella sengaja memelankan suaranya supaya tidak membuat orang lain juga k
Happy Reading*****Ramadan mengeraskan tawa. Putra semata wayangnya terlihat panik, marah, malu dan entah apalagi rasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan Ibra saat ini. Sementara itu, Wening malah diam menunduk.Melihat tingkah bawahannya yang kurang nyaman, Ramadan kembali berkata. "Lupakan pertanyaan Bapak tadi, Ning. Sekarang, ayo bahas pekerjaan. Bagaimana perkembangan orderan milik Pak Wijaya? Sudah sejauh mana sample pakaian-pakaian itu?"Ibra menghela napas lega demikian juga Wening. Sang gadis mulai mengangkat kepala dan memberikan berkas yang dia bawa pada Ramadan. "Sembilan puluh persen. Semua sample sudah jadi, Pak. Tinggal perbaikan sedikit, lalu fitting. Setelahnya baru bisa grading size," jelas Wening."Untuk bahan, apa semua sudah siap, Ib?" Ramadan menatap putranya."Dari laporan bagian gudang. Kain sudah didatangkan. Untuk kain motif khusus sesuai permintaan Pak Wijaya juga sudah mulai dikerjakan oleh pihak printing. Tapi, ada sedikit kendala, Pa." Ibra menegakk