Di rumah sakit, Rebecca duduk di samping ranjang. Kepalanya bersandar di ranjang tersebut. Mata sayu itu menatap bayi mungil yang masih menutup matanya.Jemari Rebecca memainkan jemari mungil yang di beri sepotong kayu untuk menjaganya agar selang infus tidak ditarik."Sayang, sampai kapan kamu bobok, ayo dong buka mata. Kamu nggak kangen sama Bunda?" tanya Rebecca pedih.Terdengar suara ponsel berbunyi. Rebecca segera meraih benda pipih yang berada tidak jauh darinya.Matanya terbelalak ketika melihat nama yang tertera di sana. Tanpa buang waktu, Rebecca segera membuka chat yang masuk.Ada banyak chat dari nomor yang sama. Jemari dan mata Rebecca membaca dan menggeser layar secara teliti lalu membacanya perlahan."Aku tidak bermaksud menghancurkan hidupmu, kalau aku tau kedatanganku hanya akan menjadi kutukan. Aku tidak akan pernah datang mencari kalian,""Sungguh, aku sangat mencintai kalian. Tapi aku tau semua telah terlambat. Kau dan Lydora telah memilih pria lain menjadi penggant
Demian masih menatap sang istri dengan tajam. Bibir Rebecca masih menutup rapat, hanya matanya yang berkata seolah ada beban begitu berat di dalam."Rebecca, kau baik-baik saja? Percayalah semuanya akan baik-baik saja." Demian memeluk Rebecca kembali.Mungkin karena musibah ini sang istri begitu stres jadi tidak bisa berpikir dengan baik. Baby blues yang dia alami belum sembuh total masih dan harus melihat bayinya terkapar tak berdaya."Kamu istirahat di rumah, aku akan menjaga Lydora. Apa kamu mau aku bawain kasur lipat?" ucap Demian menatap dalam Rebecca.'Mas, andai kau tau kalau Lydora itu bukan anakmu, melainkan anak Dion. Apa yang akan kau perbuat?' batin Rebecca terus mengulang perkataan yang sama, tapi begitu sulit untuk di ucapkan.Demian masih memeluk Rebecca. Memberi waktu untuk Wanita itu meluapkan rasa capeknya. Dia tidak peduli dengan apa yang akan di ucapkannya. Demian yakin kalau itu hanyalah kalimat yang tidak penting....Di meja makan semua penghuni rumah sudah b
Demian dan Rebecca duduk di samping ranjang, keduanya menatap kantong darah yang menetes perlahan. Wanita itu menatap nanar ke arah bayi mungil yang masih menutup mata."Mas, aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ucap Rebecca dengan tatapan kosong."Sudahlah, jangan banyak pikiran. Aku tau kau sangat lelah. Aku yakin kalau Lydora akan segera pulang," ucap Demian melempar senyum.Rebecca menarik napas panjang, dia melempar pandangan ke arah Demian yang memberi banyak kebahagiaan untuknya.Apapun yang terjadi, dia akan menerima konsekuensinya. Dod alam hatinya masih ada perasaan bersalah pada Ayah kandung Lydora."Dengarkan aku Mas! Aku sangat berterima kasih padamu, kau telah memberiku kesempatan untuk merubah hidupku," ucap Rebecca lembut."Aku sadar aku memang tidak sebanding dengan Flora, aku harap kau memaafkan perbuatanku karena telah memisahkan kau dengan anak-anak." Rebecca menarik napas panjang.Demian bergeser dan mendekati Rebecca, dia meraih tangan Wanita itu dan menatapnya
Demian melangkah di trotoar, entah kemana kakinya akan membawa dia melangkah. Saat ini hatinya masih sangat kacau.Ujung pandangannya melihat seorang anak kecil yang sedang bermain bola dengan sanga Ayah di tepi jalan. Sepasang anak dan Ayah itu saling tertawa bahagia.Demian melewati mereka dan tersenyum kecut. Ingatannya kembali saat dirinya dan Rey sering bermain bersama. Hampir tiap weekend mereka bermain di pantai.Lalu Key, gadis cantik yang terus menganggapnya sebagai pahlawan dalam hidupnya, tapi tanpa dia sadari, dia pula yang menghancurkan hidup sang putri.Demian tidak bisa memaafkan dirinya sendiri, dia terlalu bodoh. Selama ini dia menuangkan semua kasih sayang pada anak yang bukan darah dagingnya sendiri.Kaki Demian terasa lemas. Bahkan pagi ini dia belum melahap sebutir nasi, semua kenyataan yang di ungkapk Rebecca membuatnya tidak nafsu makan."Key, Rey, Apakah kalian akan memaafkan Dady?" ksak Demian.Karena sudah tidak sanggup melanjutkan langkahnya, Demian duduk di
Demian terbaring di kasur, matanya masih mengatup rapat. Terlihat jelas kalau kalung matanya sebab. Entah apa yang terjadi padanya, yang jelas ini pertama kalinya dia melihat Demian sehancur ini.Tidak mau terjadi kesalahpahaman, Flora segera melangkah pergi. Tapi tangannya di genggam oleh orang yang terbaring tersebut."Flo, maafkan aku," ucap Demian lirih.Flora membatu, perlahan dia memutar tubuhnya dan menatap pria yang sudah membuka matanya. Wanita itu melangkah mendekat."Demian, apa yang terjadi padamu?" tanya Flora menatap lekat wajah tampan yang tampak kusam itu."Katakan kalau kau telah memaafkan ku," ucap Demian.Flora melepaskan tangannya dari genggaman pria tersebut. Kisah mereka sudah berakhir saat dia lebih memilih pergi bersama wanita lain dan meninggalkannya."Aku sudah memaafkanmu, bukankah kau sudah mengetahuinya," ucap Flora melangkah mundur satu langkah, memberi jarak antar keduanya."Aku tidak tau apa yang terjadi padamu. Tapi aku tegaskan sekali lagi, kita sudah
Revan melempar berkas ke lantai. Pria itu beranjak dari kursinya dan melangkah pergi. Sayangnya dia tidak dapat lolos begitu saja."Aku tidak akan pernah melepaskan apa yang aku inginkan," ucap Risa menghentikan langkah putranya.Revan berbalik dan duduk dengan kasar di kursi. Dia memasang wajah suram. Jemarinya berulang kali mengusap kasar wajah dengan kasar."Bagus sekali," ucap Risa penuh kemenangan."Mama, aku dan Flora sudah menikah secara resmi. Kami hanya menunggu surat, kenapa Mama mempersulit semuanya!?" ucap Revan dengan suara lantang.Risa melempar pada ke empat orang yang masih berdiri di belakang Revan. Lirikan mata Risa memberi kode agar mereka keluar dari ruangan tersebut.Tidak menunggu lama, empat orang itu melangkah pergi. Hanya tinggal Ibu dan Anak di ruangan tersebut."Kamu tau alasannya Revan, Mama yakin kau hanya ingin bermain-main dengannya. Bukankah dia adalah kisah cintamu dulu yang belum selesai?" ucap Risa menerka-nerka."Mama salah, Flora lebih dari yang Ma
Flora memungut bajunya yang berserakan di lantai. Air matanya terus mengali di pipi. Dia tidak menyangka pria yang dinikahi kemarin memiliki sifat kasar seperti ini.Wanita itu memakai bajunya satu persatu dan mulai merapikan riasan makeup nya. Sementara di sofa, Revan masih berbaring dengan tubuh polosnya itu.Pria itu menatap sang istri yang masih sesenggukan, perlahan Revan bangkit dan memeluk Flora dari belakang."Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti ini. Kau bisa pergi dariku bila hatimu masih belum bisa menerimaku," ucap Revan lembut."Aku tidak ingin mendengarkan apapun saat ini, cepat pakai bajumu," ucap Flora melepas tangan Revan.Untung saja di dalam ruangan terdapat kamar mandi, jadi dia tidak perlu repot-repot keluar ruangan untuk membersihkan diri. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi para karyawan saat melihatnya seperti ini. Revan segera meraih baju dan masuk ke kamar mandi. Sementara Flora segera membersihkan tisu yang berserakan dan beberapa benda yang te
Seorang wanita berjalan di trotoar, dia menggendong seorang bayi yang di tutup oleh selimut tebal. Bayi itu sudah tidak pucat lagi. Butuh perawatan khusus karena dia memaksa untuk menyelesaikan rawat inap bayi tersebut."Nak, Bunda janji akan merawat mu dengan baik. Kita pasti bisa tanpa Dady Demian dan Ayah Dion." Rebecca mendekap erat putrinya.Wanita itu merogoh posnelnya dan membuka satu chat dengan seseorang. Dia sana terdapat alamat tempat dimana dirinya membeli sebuah rumah.Dia ingin memulai kehidupan baru tanpa Bebena hidup dan fokus untuk membesarkan Putrinya. Kenangan Demian dan Dion akan dia tutup rapat.Rebecca melambaikan tangan saat melihat taxi yang melintas. Tanpa membuang waktu dia segera naik saat taxi berhenti tepat di hadapannya.Mobil warna biru itu melaju ketempat tujuan. Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit merek sampai di depan rumah yang cukup sederhana.Rebecca membayar taxi dan melangkah memasuki halaman rumah tersebut. Rumah itu adalah rumah asri denga