Nyeri rasanya hati Jasmin saat mendengar semua apa yang di ungkapakan Arya padanya, entah apa yang suaminya rencanakan dalam pernikahan penuh dendam ini, dan mengapa dirinya yang harus menanggung semua kesalahan yang dilakukan oleh kakak laki-lakinya, yang sebenarnya tak bisa hanya menyalahkan satu pihak saja, karena dalam hal ini Maya pun ikut andil atas semua yang terjadi, tapi mengapa dia, apa salah Jasmin dalam hal ini? Hanya karena dia ada hubungan darah dengan Dimas? Lantas apa perlu dia menguras seluruh darahnya dan menggantinya dengan yang baru agar dirinya tak ada hubungan keterikatan apa-apa lagi dengan abangnya itu?Jasmin memang tak pernah setuju dan tak pernah sekalipun mendukung atas kelakuan Dimas yang merebut Maya dari Arya, meski begitu besar rasa cintanya untuk Arya, namun sebagai abang, Dimas adalah sosok kakak panutan, kasih sayangnya pada Jasmin tak bisa diragukan lagi, tulus dan sangat besar, bahkan Dimas lebih menyayangi adik perempuannya itu dar
Lama bibir Jasmin dan Arya bertaut, bahkan tangan Arya kini bergerilya di punggung istrinya itu, hingga Jasmin menepuk-nepuk dada Arya dengan kedua tangannya, oksigen di dadanya terasa habis akibat ciuman panas mereka.Tak banyak yang Arya ucapkan saat pagutan bibir mereka terurai, hanya senyum samarnya tersungging, lalu sepersekian detik kemudian tatapannya mengarah ke balkon kamar yang menghadap ke kolam renang, tepatnya ke arah dimana kinibmereka berdiri dan saling merapatkan tubuh.Pandangan Jasmin mengikuti kemana arah mata Arya menuju, seketika dia langsung mengerti, mengapa Arya melakukan ciuman itu secara tiba-tiba padanya, ternyata Maya sedang memperhatikan mereka dari lantai atas, tepatnya dari balkon kamarnya yang menghadap kolam renang langsung.'Oh karena dia!' gerutu Jasmin dalam hatinya, hampir saja dia merasa geer dengan perlakuan Arya, mengira suaminy itu mulai tertarik padanya, tapi ternyata ada penampakan di balkon yang membuat suam
Dada Arya berdesir hebat, saat bibir Maya yang sudah tiga tahun ini tak di rasainya itu menari di atas bibirnya, menuntut perlawanan dari dirinya yang seakan mendiamkannya dan tak melakukan perlawanan apapun hanya menikmati cumbuan yang dilakukan Maya padanya.Sampai beberapa menit kemudian ada sesuatu hal yang Arya sadari, jantungnya tak berdetak kencang seperti saat dirinya melumat bibir Jasmin beberapa saat lalu di tepi kolam, bahkan dia merasakan reaksi pada juniornya saat mencium bibir manis Jasmin, meski gadisitu hanya terdiam tak melawan pagutannya.Namun kali ini, saat Maya mencium dan mencumbunya, bahkan dia tak merasakan reaksi apapun dibalik celananya, semua tak berasa, hanya dadanya saja yang berdesir hebat entah karena apa, karena rindu kah, karena rasa marah kah, atau rasa yang lain yang tak dapat Arya deskripsikan dengan kata-kata, yang jelas tubuhnya sudah tak bereaksi apa-apa atas godaan Maya saat ini.Maya melepaskan tautan bibirnya, dia
Disinilah Jasmin kini berada, di rumah baru milik Arya sang suami yang baru sekitar setengah tahun ini di belinya saat dia masih berada di luar negeri, rumah itu bahkan belum sempat di isi perabot yang lengkap karena setelah menikah dia diharuskan tinggal di rumah mertuanya.Rumah yang lumayan besar dengan gaya modern itu dibeli Arya dari hasil dia bekerja keras selama ini, sementara rumah lamanya yang dulu dia tempati bersama Maya sudah lama dia biarkan kosong karena tak ingin teringat kenangan pahit yang pernah terjadi disana."Kamarmu disana, tapi tinggalkan beberapa bajumu di kamarku, jika sewaktu-waktu keluarga mu datang menginap, kau harus tidur di kamarku," Telunjuk Arya mengacung dan menunjuk sebuah pintu kamar yang letaknya agak tersembunyi karena terhalang oleh tembok penyekat ruang makan, sehingga jika dilihat sepintas, pintu kamar itu tak akan terlihat dengan jelas.Jasmin hanya mengangguk sangat pelan, bukankah tak ada pilihan lain baginy
Sampai jam sepuluh malam, tamu wanita suaminya itu belum juga pulang, padqahal dari pagi Jasmin belum makan apapun karena sibuk dengan masakan dan bersih-bersih rumah, tapi dia tak berani keluar kamar karena tak ingin membuat Arya marah dan semkin mempermalukan dan menghina dirinya di hadapan wanita bernama Gita itu.Sementara di luar kamar di teras belakang rumah, tampak Arya dan teman wanitanya mengobrol dengan serius, sesekali Gita yang duduk menempel di sebelah Arya menyandarkan kepalanya di bahu pria beristri itu, tak peduli jika ternyata sewaktu-waktu Jasmin yang notabene adalah istri dari pria itu memergoki perbuatannya."Arya, kenapa tiba-tiba kamu mengundang ku untuk datang ke rumahmu?" tanya Gita dengan suara yang di buat terdengar manja dengan kepala yang masih menyandar mesra di bahu Arya dan telunjuknya yang menggambar pola acak di dada bidang Arya, mencoba memancing hasrat pria itu.Jujur saja Gita merasa sedikit heran, selama ini dia se
Arya mendorong pintu itu dengan tergesa, saat pintu kamar itu terbuka, tampaklah Jasmin yang sedang terkulai lemah di lantai, entah sejak kapan gadis malang itu berada disana.Arya menghampiri tubuh istrinya yang tampak tak beraya itu, matanya setengah terpejam, wajahnya pucat dengan keringat dingin bercucuran di wajah an tubuhnya, bahkan tubuhnyapun terasa sangat dingin."Jasmin, Jasmin, bangun!" Arya menepuk-nepuk pipi istrinya pelan, guratan cemas tampak jelas di wajahnya.Tanpa berpikir panjang lagi dia mengangkat tubuh mungil istrinya tanpa kesulitan sedikitpun. Tak ada reaksi apapun dari Jasmin saat Arya membawa tubuhnya ke mobil dengan panik dan menidurkannya di bangku penumpang.Arya berkendara seperti kesetanan menuju rumah sakit, matanya sesekali melirik ke arah Jasmin yang tetap tak menunjukan reaksi apa-apa, bahkan kini bibirnya sudah membiru, pemandangan itu semakin membuat Arya menginjak pedal gas sedalam-dalamnya, entah mengapa
Beberapa hari berlalu, meski keadaan Jasmin belum pulih sepenuhnya, namun dia tetap menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan suaminya seperti tetap menyiapkan sarapan dan memasak untuk makan malam meskipun kadang tak tersentuh karena Arya pulang saat sudah larut malam dan mengatakan kalau dia sudah makan di luar.Sore itu entah mengapa Arya merasa sangat ingin pulang cepat, meski Gita terus merayu dan menggodanya dengan berbagai cara agar Arya tetap tinggal bersamanya lebih lama lagi, namun Arya bergeming, hatinya mengatakan kalau dia harus segera pulang. Arya tak ingin menyesal jika ini sebagai firasat buruk yang dia rasakan namun di abaikannya. Benar saja, saat dirinya baru saja hendak memasukan mobilnya ke halaman rumah, mobil mewah mertuanya sudah terlihat terlebih dahulu menempati carport rumahnya, sungguh keputusan yang tepat Arya memilih untuk pulang cepat, setidaknya dia bisa menunjukkan pada mertuanya kalau selma ini dia selalu pulang tepat waktu.
Perlahan dan dengan perasaan ragu juga jantung yang berdetak sangat kencang, Jasmin naik ke ranjang berukuran king size dengan seprei putih polos itu.Jasmin berbaring di tepi ranjang itu memberi jarak yang sangat jauh dari Arya yang terlentang di sisi sebelahnya."Aku tak suka di punggungi," ucap Arya saat Jasmin membalikan tubuhnya ke sisi berlawanan dimana Arya membaringkan tubuhnya."Maaf," lirih Jasmin yang lantas membalikan tubuhnya menjadi terllentang seperti yang dilakukan Arya saat ini.Satu, dua, sampai tiga jam berlalu belum ada satupun diantara mereka berdua yang berhasil terlelap, mereka berdua hanya saling membisu menatap langit-langit kamar, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing yang entah melqyang kemana."Kenapa kau belum juga tidur?" ujar Arya pada akhirnya setelah waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam."Emh, maaf kak, aku tidak terbiasa tidur dalam keadaan lampu menyala." Jujur Jasmin.Ary
Tiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Langkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat."Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir in
"Anak mu memang tidak bersalah, namun kau yang bersalah! Seharusnya kau tidak menikah dengan Arya, seharusnya kau tidak usah lagi muncul di kehidupan kami, lihatlah,,, kehadiran mu membuat rumah tangga kami menjadi hancur, dia ingin kembali mengejar mu, dan ingin meninggalkan ku! Kau sialan!" maki Maya pada Jasmin sambil mendorong Nirel dengan penuh emosi ke arah luar pagar pembatas, membuat Jasmin akhirnya tidak kuasa menyaksikan semua itu dan dia menjerit histeris dibuatnya. "Nirel,,, tidak,,,!!" jerit Jasmin terdengar pilu.Namun tanpa di duga Arya justru berlari secepat kilat menangkap tubuh mungli Nirel yang hampir saja terlempar dari pagar pembatas balkon, membuat Maya semakin di kuasai emosi karena merasa suaminya lebih membela Jasmin, bahkan rela mengorbankan apapun demi anak mantan istrinya itu."Sialan kau Arya, masih saja kau membela dia, kenapa selalu dia,,, dia,,,dan dia, aku memang bersalah, tapi tidak seharusnya aku di perlakukan tidak adil
Bugh,,,,Pukulan telak yang mengenai wajah Arya itu membuat pandangan Arya sedikit kabur akibat kecangnya tinju yang di layangkan Niko, beruntung dia hanya terhenyak ke sandaran jok mobil yang empuk, jika itu terjadi di luar mobil, ceritanya akan lain, mungkin dia akan tersungkur di tanah."Apa-apaan ini?" teriak Arya kesal, sambil memegangi hidungnya yang kini mengeluarkan darah segar akibat pukulan Niko.Rupanya tinju Niko tepat mengenai tulang hidung Arya sehingga seketika cairan merah kental itu mengalir dari kedua lubang hidungnya."Dimana Nirel? Kembalikan dia pada kami!" geram Niko dengan tangannya yang mencengkeram kasar bagian kerah baju Arya."Nirel? Apa maksud mu? Kenapa kau menanyakannya pada ku? aku bahkan baru saja sampai ke tempat ini!" Arya menyingkirkan tangan Niko dari hadpannya."Ini--- kau yang mengirimkan pesan ini pada kami bukan? Jika bukan kau, siapa lagi? Mengapa kau tidak pernah puas menyakiti ku? Bukank
Jasmin dan Niko di buat kalang kabut mencari-cari keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang dalam sekejapan mata saja, ada sedikit rasa sesal dalam hati keduanya karena mereka tadi mereka malah bermesraan sampai tidak sadar jika Nirel yang mereka kira aman-aman saja bermain di area halaman rumah, nyatanya kini menghilang begitu saja."Sebaiknya kita lapor polisi." ujar Jasmin pada Niko yang sebenarnya tidak kalah paniknya dari Jasmin, namun pria itu berpura-pura terlihat tegar agar tidak semakin membuat Jasmin panik."Tapi laporan kehilangan orang baru bisa di terima jika tang bersangkutan sudah menghilang 1X24 jam." jawab Niko dengan lemas. Selain tubuhnya yang terasa lelah karena sudah mengemudi selama berjam jam lamanya, pikirannya juga tidak kalah lelahnya karena harus di peras memikirkan dimana keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang."24 jam? Bagaimana jika ternyata dia tersesat di hutan, lantas bertemu dengan hewan buas? Mana bisa kita menungg
"Tidak perlu memaksakan diri untuk berusaha mencintaiku, percayalah,,, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap menunggu hingga kamu benar-benar mencintai ku." Goda Niko pagi itu saat mendapati jasmin yang sudah berada di dapur dengan wajah yang terlihat berkeringat karena menyiapkan bebrapa menu masakan.Hari ini, karena weekend Niko ingin mengajak Jasmin dan Nirel untuk pergi ke salah satu villa milik keluarganya yang berada di pegunungan, Niko ingin membuat jasmin melupakan kesdihan dan ketegangannya akibat pertengkarannya dengan Arya tempo hari, jadilah hari ini Jasmin memasak lebih banyak dari hari biasanya karena sebagian makanannya akan dia bekal untuk pejalanan yang mungkin akan di tempuh selama tiga sampai empat jam itu.Mendengar ucapan Niko, Jasmin menoleh ke arah sumber suara sambil tersenyum lebar. "Orang bilang memikat pria itu harus di mulai dari perutnya, setelah itu maka dia akan menaklukan hatinya." celoteh Jasmin, membuat kini Giliran Ni
Tok,,,tok,,,tok!Dengan penuh hati-hati Niko mengetuk pintu kamar Jasmin yang tertutup rapat.Beberpa menit berdiri di depan pintu kayu bercat coklat tua itu, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar, padahal Niko sudah mengulangi ketukan pintunya sebanyak tiga kali."Jas,,, jasmin. Ini aku, apaaku boleh masuk?" tanya Niko memanggil-manggil Jasmin yang masih memilih untuk diam tidak bersuara di dalam kamarnya."Jasmin,,, izinkan aku berbicara dengan mu," sambung Niko lagi masih tetap berusaha.Ternyata usahanya tidak sia-sia, karena suara anak kunci yang di putar dari dalam kini terdengar jelas di telinga Niko, membuat pria itu akhirnya bsa bernafas dengan lega.Jasmin membuka sedikit pintu kamarnya, dia menutupi mata sembabnya dengan rambutnya yang sengaja dia gerai menutupi sebagian wajahnya, namun semua itu sia-sia, karena Niko masih tetap bisa melihat dengan jelas sisa-sisa air mata yang tergenang di di kedua netra coklat indah it
"K-kamu mengikuti ku?" gugup Arya."Kenapa? Bukankah dengan begitu akhirnya aku jadi tahu, jika selama ini kamu di hantui rasa bersalah dan menyesal telah meninggalkan mantan istri mu, apa kamu masih mencintainya?" sinis Maya yang sontak saja membuat Arya gelagapan di buatnya. "Kau keterlaluan, bisa-bisanya kau mengikuti ku secara diam-diam seperti ini, kau anggap aku ini apa, huh?" emosi Arya tiba-tiba saja meledak, entah itu hanya untuk menutupi kegugupan dan mengaburkan kesalahannya, sehingga seolah-olah dalam hal ini Maya lah yang bersalah karena telah menguntitnya. Namun satu yang pasti, Arya kali ini sedang merasa marah dan juga kecewa dengan sikap Jasmin yang tidak memberinya kesempatan bahkan hanya untuk berbicara lebih lama lagi, sehingga Maya menjadi pelampiasan kemarahannya saat ini."Aku menganggap mu pria yang paling mengerti dan mencintai ku, namun ternyata aku salah, karena teryata kau mencintai orang lain, bukankah aku yang seharusnya bert
"Jasmin, apa dia putri ku?" tanya Arya yang menjegal langkah Jasmin dan Nirel dan berdiri mengghalangi langkah ibu dan anak itu."Apa kau mabuk? Beraninya mengatakan hal itu di depan anak ku, tentu saja ini anak ku, bukan anak mu. Dasar pria gila!" Jasmin menyingkirkan tubuh Arya yang menghalanginya dengan mendorongnya kasar.Sungguh Jasmin tidak menyangka jika Arya akan seberani itu mempertanyakan mengenai status Nirel, bahkan di hadapan putrinya secara langsung, apa Arya tidak memikirkan bagaimana psikologi Nirel nantinya setelah mendengar pertanyaannya itu. Nirel mungkin masih kecil, tapi bocah itu pasti mengerti, karena entah mengapa bocah itu selalu lebih pintar di banding bocah-bocah seusianya."Jasmin, tunggu aku! Ada hal yang harus kita bicarakan." Arya masih berusaha mengejar Jasmin yang terus menghindar dari Arya dan melangkah dengan langkah yang tergesa agar bisa lebih cepat meninggalkan pria yang pernah menyakiti dirinya di masa lalu itu, Jasmi