Beberapa hari berlalu, meski keadaan Jasmin belum pulih sepenuhnya, namun dia tetap menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan suaminya seperti tetap menyiapkan sarapan dan memasak untuk makan malam meskipun kadang tak tersentuh karena Arya pulang saat sudah larut malam dan mengatakan kalau dia sudah makan di luar.Sore itu entah mengapa Arya merasa sangat ingin pulang cepat, meski Gita terus merayu dan menggodanya dengan berbagai cara agar Arya tetap tinggal bersamanya lebih lama lagi, namun Arya bergeming, hatinya mengatakan kalau dia harus segera pulang. Arya tak ingin menyesal jika ini sebagai firasat buruk yang dia rasakan namun di abaikannya. Benar saja, saat dirinya baru saja hendak memasukan mobilnya ke halaman rumah, mobil mewah mertuanya sudah terlihat terlebih dahulu menempati carport rumahnya, sungguh keputusan yang tepat Arya memilih untuk pulang cepat, setidaknya dia bisa menunjukkan pada mertuanya kalau selma ini dia selalu pulang tepat waktu.
Perlahan dan dengan perasaan ragu juga jantung yang berdetak sangat kencang, Jasmin naik ke ranjang berukuran king size dengan seprei putih polos itu.Jasmin berbaring di tepi ranjang itu memberi jarak yang sangat jauh dari Arya yang terlentang di sisi sebelahnya."Aku tak suka di punggungi," ucap Arya saat Jasmin membalikan tubuhnya ke sisi berlawanan dimana Arya membaringkan tubuhnya."Maaf," lirih Jasmin yang lantas membalikan tubuhnya menjadi terllentang seperti yang dilakukan Arya saat ini.Satu, dua, sampai tiga jam berlalu belum ada satupun diantara mereka berdua yang berhasil terlelap, mereka berdua hanya saling membisu menatap langit-langit kamar, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing yang entah melqyang kemana."Kenapa kau belum juga tidur?" ujar Arya pada akhirnya setelah waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam."Emh, maaf kak, aku tidak terbiasa tidur dalam keadaan lampu menyala." Jujur Jasmin.Ary
Seperti mendapat lampu hijau dari Jasmin, Arya semakin bersemangat dalam melakukan aksinya, Antara bingung, takut, dan menikmati apa yang dilakukan Arya padanya, Jasmin hanya bisa terdiam, jujur saja ini pengalaman pertama baginya dalam hal-hal seperti ini, sungguh dia tak tau apa yang harus dilakukannya pada saat seperti ini.Arya yang sudah sangat berpengalaman dalam menggauli perempuan itu dengan cekatan sudah meloloskan seluruh kain penutup di tubuh Jasmin, merasa malu, Jasmin berusaha menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya dengan kedua tangannya, wajahnya pun terlihat sangat memerah karena malu, untung saja lampu dimatikan, sehingga Arya tak begitu melihat rona itu di kedua pipi Jasmin yang terasa memanas."Lepas, jangan ditutupi!" Arya menyingkirkan kedua tangan istrinya agar tak menutupi bagian bagian indah yang sangat menggoda dan menarik perhatiannya itu.Otak dan jiwa Arya sudah ditutupi oleh kabut gairah sehingga tak ada logika dan ak
Arya meraba raba kasur disebelahnya, namun sayangnya terasa kosong, tak ada sosok wanita yang tadi memuaskannya sampai dia terlelap kelelahan, hampir lima tahun lamanya tak melakukan hubungan suami istri membuat dirinya seakan kewalahan melawan nafsunya sendiri.Waktu masih menunjukkan pukul setengah empat pagi saat Arya melirik jam yang menggantung di dindingnya dengan susah payah, matanya masih sangat terasa berat saat dipaksa untuk melihat angka di dinding kamarnya itu.Kepalanya memutar ke semua penjuru kamarnya, merasa tak menemukan sosok Jasmin dimanapun, membuat pria yang masih belum mengenakan pakaiannya itu beranjak dari ranjang dan memunguti celananya yang tergeletak di lantai, lantas memakaianya dengan malas. Samar-samar terdengar suara isakan tertahan dari arah balkon kamar, membuat Arya menajamkan pendengarannya dan mencari-cari dari mana arah sumber suara itu.Perlahan Arya mendorong sedikit pintu balkonnya yang ternyata tak te
"Kak, apa aku boleh bekerja?" tanya Jasmin takut takut.Dirinya sering sekali merasa bosan sendirian di rumah karena Arya hampir setiap hari pulaang larut malam, hanya pagi seperti ini saja dia bisa bertemu dengan suaminya, dan malam kalau Arya sedang ingin menuntaskan hasratnya, selebihnya bahkan mereka hampir tak pernah saling bicara satu sama lain.Sudah hampir tiga bulan Jasmin menjalani pernikahan tak normalnya ini dengan Arya, dia selalu menjalani semua kewajibannya sebagai seorang istri, baik itu kewajiban di dapur maupun di kasur.Sayangnya dia tak pernah mendapatkan haknya sebagai istri, Arya tak pernah memberinya uang bulanan, meski kebutuhan rumah selalu dia cukupi dengan cara membelikan kebutuhan dapur dan lain lainnya, namun tak pernah sekalipun membelikan kebutuhannya,sebagai wanita tentu saja dia juga punya banyak kebutuhan untuk dirinya pribadi, namun rasanya begitu sungkan untuk meminta pada Arya, uang bulanan yang normalnya suami berikan pad
Ini hari ke empat Jasmin bekerja di hotel milik keluarganya yang masih merupakan anak perusahaan milik ayahnya dan kini di kelola Dimas, membantu sang kakak dengan menjadi wakilnya, sekaligus memastikan kalau Dimas bekerja dengan baik dan benar sesuai amanat yang di berikan Bagas padanya.Blue Palace hotel yang merupakan hotel berbintang itu menjadi tempatnya menerapkan ilmu yang di timbanya selama ini, sehingga Jasmin bisa mematahkan anggapan orang-orang kalau dirinya bekerja di hotel itu hanya karena hotel tempatnya bekerja adalah milik keluarganya, namun memang sesuai dengan jurusan public relation yang selama ini di pelajarinya.Siang itu Jasmin mengernyitkan keningnya dan mengurungkan niatnya saat akan bertemu Dimas di ruangannya yang berjarak beberapa meter dari ruangannya, Jasmin menghentikan langkahnya tepat di muka pintu ruang kerja Dimas yang tak tertutup sempurna, Gita seorang wanita yang pernah berkunjung ke rumahnya menemui suaminya itu kini terli
Sepertinya rencana jahat Arya untuk mengumpankan Gita pada Dimas berbuah hasil, Dimas sudah terlihat memakan umpan yang sengaja di berikan Arya padanya, seperti hari ini, Dimas terlihat sedang makan siang berdua dengan Gita yang akhir akhir ini selalu menempel padanya seperti lintah."Pak, apa istri anda tak marah jika anda sering keluar makan dengan saya seperti ini?" pancing Gita."Aku sudah bilang berkali-kali, jangan panggil aku dengan sebutan pak, aku jadi berasa tua, panggil saja nama ku, atau Mas terdengar lebih syahdu," goda Dimas dengan seringai nakalnya."Dan untuk masalah Maya, dia tak pernah mengekang ku, mungkin karena kami juga sudah lama bersahabat saat kami sama-sama belum menikah, jadi kami sudah saling percaya dan saling memahami masing masing." "Oh, baguslah kalau begitu, soalnya malam ini saya ingin mengajak mas untuk merayakan keberhasian pemenangan tender Multy, mas bersedia, kan?" todong Gita semakin berani tat kala Dimas member
Sementara di tempat lain, tak biasanya Arya pulang lebih awal dari biasanya, jam enam sore dia sudah sampai ke rumahnya, seperti biasanya tak ada interaksi atau obrolan apapun antara Arya dan Jasmin meski kini mereka berada dalam satu kamar yang sama.Jasmin asik mematut diri di cermin, sementara Arya yang baru saja selesai mandi pun langsung mengenakan pakaian rapi dan formal.Namun sayangnya Jasmin tak tergoda untuk bertanya kemana suaminya itu akan pergi, terserahlah, toh kalau di tanya pun jawabannya paling akan sinis dan menyakitkan, pikir Jasmin."Aku ke rumah ibu, kak." pamitnya asal. "Tunggu!" seru Arya saat Jasmin menyambar cluth nya dan hendak keluar dari kamar itu, membuat Jamin menghentikan langkahnya di ambang pintu."Kita kesana bersama, aku juga di undang ayah mu untuk menghadiri acara anniversary abang mu, akan terasa aneh dan menjadi pertanyaan jika kau datang sendiri tanpa aku." ucapnya lagi seraya menyusul Jasmin keambang p
Tiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Langkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat."Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir in
"Anak mu memang tidak bersalah, namun kau yang bersalah! Seharusnya kau tidak menikah dengan Arya, seharusnya kau tidak usah lagi muncul di kehidupan kami, lihatlah,,, kehadiran mu membuat rumah tangga kami menjadi hancur, dia ingin kembali mengejar mu, dan ingin meninggalkan ku! Kau sialan!" maki Maya pada Jasmin sambil mendorong Nirel dengan penuh emosi ke arah luar pagar pembatas, membuat Jasmin akhirnya tidak kuasa menyaksikan semua itu dan dia menjerit histeris dibuatnya. "Nirel,,, tidak,,,!!" jerit Jasmin terdengar pilu.Namun tanpa di duga Arya justru berlari secepat kilat menangkap tubuh mungli Nirel yang hampir saja terlempar dari pagar pembatas balkon, membuat Maya semakin di kuasai emosi karena merasa suaminya lebih membela Jasmin, bahkan rela mengorbankan apapun demi anak mantan istrinya itu."Sialan kau Arya, masih saja kau membela dia, kenapa selalu dia,,, dia,,,dan dia, aku memang bersalah, tapi tidak seharusnya aku di perlakukan tidak adil
Bugh,,,,Pukulan telak yang mengenai wajah Arya itu membuat pandangan Arya sedikit kabur akibat kecangnya tinju yang di layangkan Niko, beruntung dia hanya terhenyak ke sandaran jok mobil yang empuk, jika itu terjadi di luar mobil, ceritanya akan lain, mungkin dia akan tersungkur di tanah."Apa-apaan ini?" teriak Arya kesal, sambil memegangi hidungnya yang kini mengeluarkan darah segar akibat pukulan Niko.Rupanya tinju Niko tepat mengenai tulang hidung Arya sehingga seketika cairan merah kental itu mengalir dari kedua lubang hidungnya."Dimana Nirel? Kembalikan dia pada kami!" geram Niko dengan tangannya yang mencengkeram kasar bagian kerah baju Arya."Nirel? Apa maksud mu? Kenapa kau menanyakannya pada ku? aku bahkan baru saja sampai ke tempat ini!" Arya menyingkirkan tangan Niko dari hadpannya."Ini--- kau yang mengirimkan pesan ini pada kami bukan? Jika bukan kau, siapa lagi? Mengapa kau tidak pernah puas menyakiti ku? Bukank
Jasmin dan Niko di buat kalang kabut mencari-cari keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang dalam sekejapan mata saja, ada sedikit rasa sesal dalam hati keduanya karena mereka tadi mereka malah bermesraan sampai tidak sadar jika Nirel yang mereka kira aman-aman saja bermain di area halaman rumah, nyatanya kini menghilang begitu saja."Sebaiknya kita lapor polisi." ujar Jasmin pada Niko yang sebenarnya tidak kalah paniknya dari Jasmin, namun pria itu berpura-pura terlihat tegar agar tidak semakin membuat Jasmin panik."Tapi laporan kehilangan orang baru bisa di terima jika tang bersangkutan sudah menghilang 1X24 jam." jawab Niko dengan lemas. Selain tubuhnya yang terasa lelah karena sudah mengemudi selama berjam jam lamanya, pikirannya juga tidak kalah lelahnya karena harus di peras memikirkan dimana keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang."24 jam? Bagaimana jika ternyata dia tersesat di hutan, lantas bertemu dengan hewan buas? Mana bisa kita menungg
"Tidak perlu memaksakan diri untuk berusaha mencintaiku, percayalah,,, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap menunggu hingga kamu benar-benar mencintai ku." Goda Niko pagi itu saat mendapati jasmin yang sudah berada di dapur dengan wajah yang terlihat berkeringat karena menyiapkan bebrapa menu masakan.Hari ini, karena weekend Niko ingin mengajak Jasmin dan Nirel untuk pergi ke salah satu villa milik keluarganya yang berada di pegunungan, Niko ingin membuat jasmin melupakan kesdihan dan ketegangannya akibat pertengkarannya dengan Arya tempo hari, jadilah hari ini Jasmin memasak lebih banyak dari hari biasanya karena sebagian makanannya akan dia bekal untuk pejalanan yang mungkin akan di tempuh selama tiga sampai empat jam itu.Mendengar ucapan Niko, Jasmin menoleh ke arah sumber suara sambil tersenyum lebar. "Orang bilang memikat pria itu harus di mulai dari perutnya, setelah itu maka dia akan menaklukan hatinya." celoteh Jasmin, membuat kini Giliran Ni
Tok,,,tok,,,tok!Dengan penuh hati-hati Niko mengetuk pintu kamar Jasmin yang tertutup rapat.Beberpa menit berdiri di depan pintu kayu bercat coklat tua itu, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar, padahal Niko sudah mengulangi ketukan pintunya sebanyak tiga kali."Jas,,, jasmin. Ini aku, apaaku boleh masuk?" tanya Niko memanggil-manggil Jasmin yang masih memilih untuk diam tidak bersuara di dalam kamarnya."Jasmin,,, izinkan aku berbicara dengan mu," sambung Niko lagi masih tetap berusaha.Ternyata usahanya tidak sia-sia, karena suara anak kunci yang di putar dari dalam kini terdengar jelas di telinga Niko, membuat pria itu akhirnya bsa bernafas dengan lega.Jasmin membuka sedikit pintu kamarnya, dia menutupi mata sembabnya dengan rambutnya yang sengaja dia gerai menutupi sebagian wajahnya, namun semua itu sia-sia, karena Niko masih tetap bisa melihat dengan jelas sisa-sisa air mata yang tergenang di di kedua netra coklat indah it
"K-kamu mengikuti ku?" gugup Arya."Kenapa? Bukankah dengan begitu akhirnya aku jadi tahu, jika selama ini kamu di hantui rasa bersalah dan menyesal telah meninggalkan mantan istri mu, apa kamu masih mencintainya?" sinis Maya yang sontak saja membuat Arya gelagapan di buatnya. "Kau keterlaluan, bisa-bisanya kau mengikuti ku secara diam-diam seperti ini, kau anggap aku ini apa, huh?" emosi Arya tiba-tiba saja meledak, entah itu hanya untuk menutupi kegugupan dan mengaburkan kesalahannya, sehingga seolah-olah dalam hal ini Maya lah yang bersalah karena telah menguntitnya. Namun satu yang pasti, Arya kali ini sedang merasa marah dan juga kecewa dengan sikap Jasmin yang tidak memberinya kesempatan bahkan hanya untuk berbicara lebih lama lagi, sehingga Maya menjadi pelampiasan kemarahannya saat ini."Aku menganggap mu pria yang paling mengerti dan mencintai ku, namun ternyata aku salah, karena teryata kau mencintai orang lain, bukankah aku yang seharusnya bert
"Jasmin, apa dia putri ku?" tanya Arya yang menjegal langkah Jasmin dan Nirel dan berdiri mengghalangi langkah ibu dan anak itu."Apa kau mabuk? Beraninya mengatakan hal itu di depan anak ku, tentu saja ini anak ku, bukan anak mu. Dasar pria gila!" Jasmin menyingkirkan tubuh Arya yang menghalanginya dengan mendorongnya kasar.Sungguh Jasmin tidak menyangka jika Arya akan seberani itu mempertanyakan mengenai status Nirel, bahkan di hadapan putrinya secara langsung, apa Arya tidak memikirkan bagaimana psikologi Nirel nantinya setelah mendengar pertanyaannya itu. Nirel mungkin masih kecil, tapi bocah itu pasti mengerti, karena entah mengapa bocah itu selalu lebih pintar di banding bocah-bocah seusianya."Jasmin, tunggu aku! Ada hal yang harus kita bicarakan." Arya masih berusaha mengejar Jasmin yang terus menghindar dari Arya dan melangkah dengan langkah yang tergesa agar bisa lebih cepat meninggalkan pria yang pernah menyakiti dirinya di masa lalu itu, Jasmi