Beranda / Pernikahan / Terbelahnya Rindu / Bab 9: Cinta yang Terkoyak

Share

Bab 9: Cinta yang Terkoyak

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-06 09:45:52

Malam itu, Dimas duduk sendirian di ruang tamu, menatap kosong ke arah jendela yang gelap. Lampu-lampu kota berkedip di kejauhan, tapi keheningan di dalam rumah terasa begitu menusuk.

Laras sudah lama naik ke kamar, tak lagi ada percakapan-percakapan malam yang dulu selalu menghangatkan mereka.

Dimas menghela napas panjang, merasa dunia yang pernah ia bangun bersama Laras kini bagaikan cermin pecah—memantulkan serpihan-serpihan kenangan indah yang tak mungkin lagi utuh.

Sejak pengakuannya, Dimas telah mencoba segalanya untuk memperbaiki keadaan. Ia mengurangi jam kerja, meluangkan lebih banyak waktu untuk membantu Laras mengurus anak-anak, dan menunjukkan perhatian yang selama ini mungkin ia anggap sepele.

Namun, setiap usahanya terasa sia-sia. Laras tetap dingin, menjaga jarak seolah ada tembok tak kasat mata yang memisahkan mereka.

Dimas sering kali berusaha memulai pembicaraan, mencoba merengkuh Laras dalam kebersamaan yang dulu mereka miliki. Namun, setiap kali ia mendekati Laras,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terbelahnya Rindu   Bab 10: Tawaran Maaf

    Malam itu, hujan turun deras di luar, menciptakan suara gemerisik yang memenuhi ruang tamu. Dimas duduk di sofa, tubuhnya sedikit condong ke depan, seolah-olah berat dari kesalahan yang telah ia lakukan menekannya.Di seberangnya, Laras duduk dengan wajah tanpa ekspresi, namun matanya menyiratkan kepedihan yang mendalam. Mereka telah berada dalam keheningan selama beberapa menit, hanya ditemani suara hujan yang menghantam jendela.Dimas menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Selama berminggu-minggu terakhir, ia telah mencoba membuktikan niat baiknya, menunjukkan bahwa ia benar-benar ingin memperbaiki segalanya.Namun, ia tahu bahwa tidak ada tindakan yang bisa sepenuhnya menghapus luka yang telah ia berikan pada Laras.“Laras…,” ia memulai dengan nada pelan, penuh kehati-hatian. “Aku tahu mungkin ini terdengar kosong bagimu, tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Aku menyesal, Laras. Aku benar-benar menyesal.”Laras menghela napas panjang, menatap Di

  • Terbelahnya Rindu   Bab 11: Sekat yang Semakin Tebal

    Hari demi hari berlalu dalam keheningan yang dingin di rumah itu. Meskipun Dimas dan Laras tinggal di bawah atap yang sama, mereka seakan terjebak dalam dua dunia yang berbeda, masing-masing membangun tembok tinggi untuk melindungi diri dari rasa sakit yang tak kunjung reda. Laras merasa setiap langkahnya kini harus penuh kehati-hatian, seolah-olah segala hal yang ia lakukan bisa saja membuka luka yang masih basah di hatinya.Setiap pagi, Laras berusaha bangun lebih awal, menyiapkan sarapan dan bersiap untuk menghadapi hari bersama anak-anak. Ketika Dimas turun ke ruang makan, ia memastikan dirinya sudah berada di dapur atau sibuk mengurusi anak-anak di kamar. Mereka hampir tidak pernah berhadapan langsung, seolah-olah ada kesepakatan tak tertulis untuk menghindari satu sama lain.

  • Terbelahnya Rindu   Bab 12: Kebingungan Sarah

    Malam itu, Laras tengah membereskan kamar tidur anak-anak ketika Sarah, putri sulungnya yang berusia tujuh tahun, tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan wajah ragu. Mata kecilnya yang biasanya penuh semangat terlihat muram, seolah menyimpan sesuatu yang tak mampu ia ungkapkan. Laras langsung menyadari ada sesuatu yang berbeda pada anak sulungnya malam itu.“Mama…” suara Sarah terdengar pelan, hampir seperti bisikan, seolah-olah takut mengganggu keheningan.Laras menoleh, tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Sarah. “Ada apa, sayang? Kok belum tidur?”Sarah mendekat, langkahnya perlahan, dan akhirnya berhenti di samping tempat tidur. Ia menatap Laras dengan wajah polos tapi penuh keraguan. “Mama… kenapa Mama sama Papa serin

  • Terbelahnya Rindu   Bab 13: Pertemuan dengan Nina

    Laras duduk di sebuah kafe yang tak terlalu ramai di sudut kota. Tangannya meremas cangkir teh yang sudah mendingin, sementara tatapannya kosong menembus jendela kaca di sebelahnya. Ia merasa gugup, namun tekadnya sudah bulat. Hari ini, ia akan bertemu Nina, wanita yang telah mengguncang kehidupan rumah tangganya. Bukan untuk mencari alasan atau permintaan maaf, tapi untuk memahami sejauh mana hubungan antara Dimas dan wanita itu—dan mungkin, untuk menutup satu babak yang tak pernah ia bayangkan akan ada dalam hidupnya.Beberapa menit kemudian, pintu kafe terbuka, dan Nina melangkah masuk. Wajahnya tampak tegas, bahkan percaya diri, seolah-olah tidak ada yang salah dalam perbuatannya. Laras memperhatikan Nina dengan seksama saat wanita itu berjalan mendekat, men

  • Terbelahnya Rindu   Bab 14: Pecahnya Rasa Aman

    Sejak pertemuannya dengan Nina, Laras merasa dunianya semakin goyah, seolah-olah berjalan di atas lantai yang terus bergerak di bawah kakinya. Setiap hari terasa penuh kecemasan, penuh rasa was-was. Rasa aman yang dulu ia rasakan saat berada di dekat Dimas, di dalam rumah yang ia bangun bersama, kini seolah memudar. Semuanya terasa asing, sepi, dan rapuh.Setiap kali Dimas pulang kerja dan melangkah masuk, Laras merasa jantungnya berdebar keras. Bukan karena rindu atau kegembiraan seperti dulu, melainkan karena ketakutan yang kini ia coba sembunyikan dari pandangan suaminya. Ia tak tahu apa yang Dimas pikirkan setiap kali mereka berpapasan, dan itu membuatnya semakin takut akan masa depan.Ketakutan ini menjalar ke dalam rutinitas hariannya. Di pagi hari saat ia menyia

  • Terbelahnya Rindu   Bab 15: Pertanyaan Tanpa Jawaban

    Pagi itu, ketika matahari baru saja naik, Laras sedang menyiapkan sarapan di dapur ketika Sarah, putri sulungnya, muncul dengan ekspresi serius. Laras bisa merasakan tatapan Sarah yang seolah ingin mengajukan pertanyaan, namun ragu-ragu untuk mengatakannya. Dalam beberapa minggu terakhir, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kebingungan. Mereka tampak peka terhadap perubahan suasana di rumah, terutama sikap Laras dan Dimas yang kini jarang berbicara atau bercanda seperti dulu."Mama…," suara Sarah terdengar ragu. Anak itu berdiri di dekat meja, menggenggam sudut baju tidurnya dengan erat. "Kenapa Mama dan Papa sering diam? Mama sama Papa… nggak marahan, kan?"Laras berhenti sejenak, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tahu pertanyaan ini akan datang, namun ia masih belum siap untuk menjaw

  • Terbelahnya Rindu   Bab 16: Celah dalam Keputusan

    Malam itu, Laras duduk sendirian di kamar, tenggelam dalam pikirannya yang semakin kacau. Di tengah keteguhan yang selama ini ia pegang untuk tetap tinggal demi anak-anak, perlahan muncul celah-celah keraguan. Keputusan untuk bertahan yang dulu terasa kuat kini mulai goyah, tergerus oleh rasa sakit yang semakin dalam setiap kali ia melihat Dimas. Bagaimana pun ia mencoba bertahan, setiap hari rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang tak kunjung sembuh.Anak-anak telah tidur di kamar mereka, terlelap dalam dunia tanpa beban. Laras menatap foto keluarga di meja kecil di samping tempat tidur. Foto itu diambil dua tahun lalu, saat mereka sekeluarga berlibur ke pantai. Wajah Dimas, Sarah, Naya, dan Raka di foto itu tersenyum cerah, penuh kebahagiaan yang kini terasa seperti kenangan yang hampir tak dapat ia jangk

  • Terbelahnya Rindu   Bab 17: Bayangan Masa Lalu

    Sejak keputusan yang mulai terbentuk di hatinya, Laras mendapati dirinya sering tenggelam dalam pikiran tentang masa lalu. Bayangan-bayangan lama yang selama ini ia abaikan mulai muncul satu per satu, seolah-olah berusaha memberi tahu sesuatu yang selama ini tak ia lihat. Tanda-tanda kecil yang dulu ia anggap sepele, kini terasa seperti potongan-potongan teka-teki yang, jika digabungkan, membentuk gambaran yang lebih jelas tentang pengkhianatan Dimas.Malam itu, Laras duduk di ruang tamu, menatap layar ponselnya yang diam. Beberapa tahun lalu, Dimas pernah tiba-tiba menonaktifkan ponselnya dengan alasan agar bisa fokus pada pekerjaan yang katanya menumpuk. Saat itu, Laras percaya tanpa banyak bertanya. Kini, ketika ia mengingat kembali momen itu, ia mulai merasa ada yang janggal. Kenapa Dimas perlu menonaktifkan p

Bab terbaru

  • Terbelahnya Rindu   Bab 82 - Konflik Hati Dimas

    Dimas duduk sendirian di dalam mobilnya, menatap gedung rumah yang dulunya ia anggap sebagai tempatnya pulang. Malam sudah larut, dan lampu di ruang tamu masih menyala, tanda bahwa Laras mungkin belum tidur. Hatinya terasa hampa. Pikiran tentang pertemuannya dengan Laras di ruang tamu beberapa malam lalu terus menghantui, mengingatkan dirinya pada pengakuan yang akhirnya keluar dari mulutnya, sesuatu yang selama ini ia coba hindari.Ia tahu bahwa Laras akan benar-benar pergi kali ini. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Dimas merasakan kesungguhan dalam tatapan dingin Laras, dalam suara yang penuh ketegasan ketika ia memutuskan untuk tidak lagi bertahan dalam pernikahan mereka. Dimas menunduk, merasakan kesedihan yang mendalam menyelimutinya, sebuah perasaan yang lama

  • Terbelahnya Rindu    Bab 81 - Pertemuan di Kantor Pengacara

    Pagi itu, Laras memasuki gedung kantor pengacara dengan perasaan yang campur aduk. Tangannya sedikit gemetar saat ia mendorong pintu kaca, dan ada sedikit keraguan yang menghantui langkahnya. Namun, ia tahu bahwa keputusan ini adalah yang terbaik. Setelah malam penuh pengakuan yang menghancurkan dari Dimas, Laras menyadari bahwa ia harus mengambil tindakan untuk dirinya sendiri dan untuk masa depan anak-anaknya.Ruang tunggu kantor pengacara terlihat tenang dan profesional, dengan sofa berwarna abu-abu dan dinding berhiaskan lukisan-lukisan minimalis. Laras duduk di salah satu sofa, menatap tangan di pangkuannya sambil berusaha menenangkan dirinya. Ia sudah membuat janji dengan salah satu pengacara yang terkenal kompeten dalam kasus-kasus perceraian. Meskipun berat, L

  • Terbelahnya Rindu    Bab 80 - Pengakuan di Malam Hari

    Malam itu, Laras duduk di ruang tamu, memandangi cahaya lampu yang temaram. Anak-anak sudah tertidur di kamar mereka, dan keheningan malam seakan menjadi latar bagi perasaan-perasaan yang selama ini ia sembunyikan. Ia memejamkan mata sejenak, merasakan lelah yang menguasai tubuh dan pikirannya. Namun, malam itu, ada sesuatu yang membuatnya tetap terjaga, sebuah firasat bahwa akan ada hal besar yang akan terungkap.Suara pintu yang terbuka membuyarkan lamunannya. Dimas pulang, wajahnya terlihat letih dan tegang. Langkahnya terasa berat saat ia memasuki ruangan, dan tanpa berkata apa-apa, ia duduk di sofa di hadapan Laras. Keheningan yang tercipta begitu pekat, seolah-olah ada dinding tak terlihat yang membatasi mereka.Laras menatap Dimas, merasakan jarak yang begitu be

  • Terbelahnya Rindu    Bab 79 - Kembali ke Rumah yang Kosong

    Malam itu, Laras pulang ke rumah dengan langkah gontai, seolah-olah beban yang ia bawa semakin bertambah berat. Seluruh tubuhnya terasa lelah, namun bukan hanya karena keletihan fisik, melainkan kelelahan emosional yang menggerogoti dari dalam. Begitu pintu rumah tertutup di belakangnya, Laras terdiam sejenak, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan.Rumah ini terasa begitu sunyi, begitu kosong, meskipun ia tahu anak-anak sedang tertidur di kamar mereka. Kepergian Andi telah menciptakan lubang yang dalam di hatinya, sebuah kehampaan yang tak mudah diisi. Laras mulai menyadari betapa besar ketergantungannya pada Andi selama ini, betapa Andi selalu menjadi pelindung dan pemberi kekuatan di tengah badai yang menerjang rumah tangganya.Ia mengedarkan pandangannya ke seke

  • Terbelahnya Rindu    Bab 78 - Pernyataan Cinta

    Pagi itu, Laras duduk sendirian di taman, menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Ia menunggu Andi, meskipun pertemuan ini terasa berat. Setelah beberapa minggu berlalu sejak Andi mengatakan ingin menjauh, Andi tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu. Laras menerima ajakan itu dengan perasaan campur aduk—ada kerinduan, ada juga rasa takut.Tak lama kemudian, Andi muncul di hadapannya dengan senyum lembut yang begitu Laras kenal. Senyum yang selama ini membuatnya merasa diterima, dipahami, dan dihargai. Senyum yang selalu berhasil membuat dunianya terasa sedikit lebih ringan.“Hai,” sapa Andi pelan, matanya penuh perhatian.Laras tersenyum tipis, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang tak biasa. “Hai, Andi. Kamu baik-baik aja?

  • Terbelahnya Rindu    Bab 77 - Pertemuan Terakhir Andi

    “Kamu beneran mau pergi?” Laras menatap Andi dengan mata penuh tanya, tapi jauh di dalam hatinya ia tahu jawabannya. Andi mengangguk perlahan, menatapnya dengan pandangan yang lembut namun penuh ketegasan.Keduanya duduk di taman kota yang sepi, sebuah tempat yang selama ini menjadi tempat pelarian Laras saat ingin bicara dengan Andi, saat dunia terasa begitu menghimpitnya. Namun, kali ini, ada keheningan yang berat di antara mereka, keheningan yang menyimpan begitu banyak kata tak terucap, begitu banyak perasaan yang terpendam.“Aku pikir… ini saat yang tepat, Laras,” kata Andi akhirnya, suaranya terdengar lembut namun penuh keputusan. “Kamu tahu aku selalu ada untukmu. Tapi sekarang, kamu perlu waktu untuk diri sendiri, untuk menyelesaikan semuanya tanpa… gangguan dari

  • Terbelahnya Rindu   Bab 76 - Pertemuan Rahasia Dimas

    Sore itu, Laras berdiri terpaku di depan kafe kecil di pinggir kota, dadanya terasa sesak. Ia tidak sengaja menemukan tempat ini saat ia berbelanja kebutuhan rumah tangga, namun pandangannya terpaku pada pemandangan di dalam kafe, tepat di sudut ruangan yang jauh dari pandangan umum.Di sana, Dimas duduk berhadapan dengan Nina, wanita yang telah mengguncang kehidupannya. Laras mengamati mereka dari balik kaca, bersembunyi di balik tiang toko di dekatnya. Meskipun hatinya berdebar-debar dan telinganya berdengung, ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk tetap melihat apa yang terjadi di hadapannya.Dimas terlihat berbicara dengan nada serius, sementara Nina terlihat sesekali menyeka air mata dengan saputangan. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi dari cara mereka salin

  • Terbelahnya Rindu   Bab 75 - Raka yang Tersesat

    “Mama, kenapa Papa jarang di rumah?” suara kecil Raka yang penuh kebingungan mengambang di udara, membuat hati Laras serasa dihantam oleh kenyataan yang ia coba hindari selama ini.Laras menatap putranya yang baru berusia dua tahun itu dengan perasaan campur aduk. Raka menatapnya dengan mata bulat yang besar, penuh kepolosan dan rasa ingin tahu yang begitu tulus. Ia tahu, di usia sekecil itu, Raka mungkin belum sepenuhnya mengerti tentang absennya Dimas dari rumah. Namun, anak sekecil itu memiliki hati yang peka, dan setiap ketidakhadiran atau perubahan dalam rutinitas akan dengan mudah ia sadari.“Papa lagi sibuk kerja, Sayang,” jawab Laras, mencoba tersenyum. Senyum yang terasa getir, seolah bibirnya sulit melengkung tanpa ada rasa sakit di baliknya.

  • Terbelahnya Rindu   Bab 74 - Perasaan yang Tak Bisa Dihindari

    “Kamu tahu, Ras, aku nggak akan kemana-mana,” suara Andi terdengar lembut di seberang telepon, membungkus hati Laras yang tengah bergemuruh.Laras menghela napas panjang, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang menghantui pikirannya. Setiap kali ia mendengar suara Andi, ada rasa damai yang memenuhi hatinya, seolah-olah menemukan tempat perlindungan di tengah badai yang tak kunjung reda. Suara Andi selalu berhasil membuatnya merasa diterima, seolah tak ada yang perlu disembunyikan, seolah ia bisa melepaskan semua kepenatan tanpa takut dihakimi.“Aku tahu, Andi. Kamu selalu di sana, dan aku… aku nggak tahu harus bilang apa,” jawab Laras, suaranya bergetar samar. “Aku nggak mau kamu terlalu terbebani sama semua masalahku.”Di ujun

DMCA.com Protection Status