Pagi hari, kedua kakak beradik tengah sarapan bersama, ditemani oleh kedua orang tuanya. Mereka adalah Deandra dan Kiana. Saudara kandung yang memiliki karakter berbeda, begitu juga dengan ilustrasi cinta keduanya.
"Dean, bagaimana kuliah mu, Nak?" tanya Pak Dirto Chandra, yang tak lain adalah ayah Deandra dan Kiana.
"Baik, Pah," jawab Deandra.
"Aduh, Nak! Kamu ini jangan cuek-cuek dong, pantas saja jomblo terus," ucap Diana Dewi, mamah dari Deandra dan Kiana. Perkataan sang mamah, sukses membuat Deandra tersedak.
"Hati-hati dong, Kak! Kalau kenyataan, enggak usah kaget kali," ucap Kiana seraya memberikan segelas air kepada sang kakak.
"Diam, kamu!" titah Deandra seraya menatap tajam sang adik.
"Sudah-sudah, dilanjut dulu sarapannya, nanti kamu terlambat loh, Kiana," jelas Mamah Dewi.
"Kamu juga, Kiana. Awas ya, kalau sampai Papah dengar lagi, kamu pergi ke tempat seperti itu," ucap Papah Dirto.
"I--iya, Pah. Enggak lagi, kok," jawab Kiana terbata seraya menunduk.
Deandra yang melihat sang adik tengah ketakutan, ia berusaha memberi ketenangan kepada sang adik.
"Papah, sama Mamah, tenang saja! Selagi ada Dean, semua tidak akan terulang lagi," ucap Deandra seraya merangkul pundak sang adik.
"Iya, Nak. Kami percaya sama kamu, tolong jagain adik kamu ya, Dean!" titah Mamah Dewi.
"Iya, Mah," sahut Deandra.
"Kalau gituh, kami berangkat dulu ya, Mah, Pah. Nanti Kiana terlambat ke sekolahnya, sekalian Dean mau singgah ke kos Andre dulu," Ucap Deandra seraya mencium tangan sang mamah dan sang papah secara bergantian, yang diikuti oleh Kiana.
"Assalamu'alaikum," ucap Deandra dan Kiana.
"Wa’alaikumssalam, hati-hati, Nak!" teriak Mamah Dewi.
Deandra memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, seperti rutinitasnya, Deandra harus mengantar sang adik terlebih dahulu sebelum ke kampus.
"Terima kasih, ya, Kak. Kakak hati-hati ke kampusnya," ucap Kiana seraya mencium tangan sang kakak.
"Iya, belajar yang benar!" titah Deandra, seraya mengacak rambut sang adik.
Setelah mengantar sang adik, Deandra segera melajukan mobilnya menuju ke tempat kos Andre sahabatnya.
* * *
"Kiana!" panggil Mika sahabatnya.
"Iya, Mik?" sahut Kiana.
"Itu tadi abang lo, yang tampan itu, 'kan?" tanya Mika dengan raut wajah berbinar.
"Jangan macam-macam, lo!" ucap Kiana ketus.
"Ya, elah ... lo enggak ngedukung banget, sih, sama sahabat sendiri," ucap Mika memelas.
"Enggak bisa, Mika! Ada Putra yang suka sama lo, gue enggak mau sahabat gue sakit hati, Mika!" ucap Kiana penuh penekanan.
"Terus gue bukan sahabat lo, Kian?" tanya Mika dengan raut wajah sendu.
"Ah! Baperan banget lo, mah. Ayo kita jajan seblak, nanti gue yang bayar," ujar Kiana.
"Ya, sudah, enggak jadi marah gue. Ayolah, buruan," ucap Mika dengan raut wajah kembali
ceria.
"Giliran gratisan cepat lo, mah, Mik!" ujar Kiana malas.
"Ah, lo kaya enggak tahu saja, gue lagi mengirit duit untuk bayar kosan," jelas Mika.
"Dikasih tahu, lo tinggal di rumah gue saja," ucap Kiana seraya memakan seblaknya.
"Sebenarnya gue ingin banget, sih, sekalian biar bisa dekat sama abang lo," ucap Mika seraya membayangkan Deandra.
Brak!
"Buset, dah! Kian lo itu kenapa, sih? Doyan banget bikin kaget gua," ucap Mika, ia tersadar dari khayalannya akibat gebrakan meja.
"Gue sudah bilang, jangan bawa-bawa, Kak Dean," ucap Kiana seraya menatap tajam Mika.
"Iya-iya, maaf Kiana!" ucap Mika dengan nada pelan.
"Bagus!" sahut Kiana seraya mengacungkan jempolnya.
"Sebenarnya, gue juga ingin tinggal serumah sama lo, tapi gue enggak enak sama orang tua lo," jelas Mika dengan raut wajah serius.
"Mereka mah, enggak masalah, kok. Tapi kalau sama gue, lo tetap harus bayar dong, biar hanya setengahnya doang," ucap Kiana yang hendak meminum just manggahnya.
Bugh!
"Uhuk ... uhuk ...!" Kiana terbatuk saat pundaknya dipukul oleh Mika.
"Ya, ampun ... Mika! Lo sengaja mau bunuh gue, ya?" ucap Kiana setengah berteriak.
"Memang! Biar gue bisa embat, Bang Dean," ucap Mika.
"Hehehe ... canda, kok," ucap Mika lagi seraya cengengesan, ketika melihat perubahan pada raut wajah Kiana.
"Awas lo, ya!" ucap Kiana seraya menunjuk Mika.
"Iya-iya, enggak percayaan banget sama gue, Na," ucap Mika.
"Enggak semudah itu, Mika! sudah ah, mending kita ke kelas sekarang, yuk!" ajak Kiana, lalu diangguki oleh Mika.
* * *
Di sisi lain, Deandra dan Andre sahabatnya baru tiba di sebuah universitas perguruan tinggi, tempat di mana mereka kuliah.
"Dean, coba lo lihat deh!" titah Andre.
"Apaan?" tanya Dean.
"Itu, cewek di depan kita, kayanya mau nyemperin lo deh," jelas Andre seraya menunjuk ke arah Karina.
"Terus?" tanya Deandra cuek.
"Peka dong, dia itu suka sama lo," jelas Andre lagi.
"Enggak penting," sahut Deandra acuh.
"Apa, sih, kurangnya? Dia cantik, Man, bintang kampus lagi," ucap Andre setengah memuji.
"Lo tertarik? Bungkus!" ucap Deandra cuek.
"Hai, pagi Dean, Andre?" sapa Karina seraya tersenyum manis.
"Pagi, Karina," sahut Andre, seraya menyenggol lengan Dean.
Bukan menyahut sapaan karina, Deandra malah melangkah pergi ketika melihat sosok Gino memasuki gedung rektor.
"Gino!" panggil Deandra.
"Eh, sudah datang lo?" sahut Gino seraya menoleh, ketika merasa namanya dipanggil.
"Ya," sahut Dean cuek.
"Ada Karina, kenapa lo tinggal?" tanya Gino.
"Hubungannya sama gue?" tanya Deandra seraya menatap Gino.
"Kenapa lo ... enggak coba buka hati buat dia, sih?" tanya Gino seraya menepuk pundak Deandra.
"Ada alasan, kenapa gue harus ngelakuin itu?" tanya Deandra lagi seraya menyeritkan alisnya.
"Ya, maksud gue ... lo hargai gituh perasaannya dia, lagian dia cantik, Man!" jelas Gino.
"Tapi angkuh! Gue enggak suka cewek belagu," ucap Deandra. Ia melangkah pergi dari sana, ketika sosok Karina kembali berjalan ke arahnya.
Kepergian Deandra disusul oleh Andre dan Gino. Sebelum menyusul langkah Deandra, Gino sempat berbicara kepada Karina.
"Mending lo menyerah, Kar. Deandra enggak tertarik, sama cewek belagu kaya lo," jelas Gino. Setelah mengatakan itu, Gino dan Andre meninggalkan Karina.
Karina terdiam membeku di tempatnya, benarkah Deandra tak menyukainya karena ia dianggap sombong. Lama bergulat dengan pikirannya, Karina akhirnya menyunggingkan senyum manisnya.
'Gue tau harus apa, sekarang,' ucap Karina membatin.
"KARINA!" teriak dua orang gadis dengan pakaian tak kalah glamor seperti Karina.
"Ya?" sahut Karina.
"Ngapain lo diam di sini, Kar?" tanya salah satu temannya yang bernama Ria.
"Iya, Kar. Mending ke kedai?" ajak keduanya seraya menarik lengan Karina.
"Eh ... iya-iya," sahut Karina.
* * *
Saat tiba di kedai, Karina melihat sosok Deandra dan kedua temannya tengah berada di sana. Ia tersenyum simpul, dan berniat memulai rencananya.
"Kar, di sana saja yuk," ajak Ria, seraya menunjuk salah satu meja yang tak jauh dari tempat Deandra.
"Boleh-boleh," sahut Karina antusias.
Meja yang ditunjuk oleh Ria tadi, ternyata sudah ada lebih dulu yang menempatinya. Namun, seperti biasa mereka akan mengusir siapa pun yang lebih dulu duduk di sana.
"Woi! Lo semua pin---" Ucapan Hilda yang merupakan teman Karina terhenti, oleh Karina yang mencegahnya.
"Enggak usah Hil, biar kita cari tempat lain saja," ucap Karina. Hal tersebut sukses membuat kedua mata Hilda dan Ria membola, tak percaya.
"Hil, gue mimpi?" tanya Ria seraya menyenggol Hilda.
"Gu--gue rasa, enggak deh, Ri," sahut Hilda.
"Kesambet apaan tuh, anak?" sambung Hilda.
"Gue rasa, dia sedang menjalankan sebuah misi deh," jelas Ria.
"Hei! Kenapa jadi malah bisik-bisik, sih," ucap Karina kesal.
"Eh, enggak, kok. Yaudah, yuk ... nyari tempat lain," ajak Hilda. Ketiga gadis tersebut berpindah mencari meja yang lain.
Semua penghuni kedai sempat melongo tak percaya, melihat pemandangan langka dari seorang Karina. Termasuk Deandra dan kedua temannya, yang saat itu berada di sana.
'Aneh,' ucap Deandra dalam hati.
"Eh, lo pada aneh enggak, sih? Sama perubahan Karina barusan?" tanya Andre seraya melirik kedua temannya seraya bergantian.
"Biasa saja," sahut Deandra acuh.
'Sepertinya, Karina paham apa yang gue ucapin tadi,' batin Gino.
Pagi hari, kedua kakak beradik tengah sarapan bersama, ditemani oleh kedua orang tuanya. Mereka adalah Deandra dan Kiana. Saudara kandung yang memiliki karakter berbeda, begitu juga dengan ilustrasi cinta keduanya.
"Dean, bagaimana kuliah mu, Nak?" tanya Pak Dirto Chandra, yang tak lain adalah ayah Deandra dan Kiana.
"Baik, Pah," jawab Deandra.
"Aduh, Nak! Kamu ini jangan cuek-cuek dong, pantas saja jomblo terus," ucap Diana Dewi, mamah dari Deandra dan Kiana. Perkataan sang mamah, sukses membuat Deandra tersedak.
"Hati-hati dong, Kak! Kalau kenyataan, enggak usah kaget kali," ucap Kiana seraya memberikan segelas air kepada sang kakak.
"Diam, kamu!" titah Deandra seraya menatap tajam sang adik.
"Sudah-sudah, dilanjut dulu sarapannya, nanti kamu terlambat loh, Kiana," jelas Mamah Dewi.
"Kamu juga, Kiana. Awas ya, kalau sampai Papah dengar lagi, kamu pergi ke tempat seperti itu," ucap Papah Dirto.
"I--iya, Pah. Enggak lagi, kok," jawab Kiana terbata seraya menunduk.
Deandra yang melihat sang adik tengah ketakutan, ia berusaha memberi ketenangan kepada sang adik.
"Papah, sama Mamah, tenang saja! Selagi ada Dean, semua tidak akan terulang lagi," ucap Deandra seraya merangkul pundak sang adik.
"Iya, Nak. Kami percaya sama kamu, tolong jagain adik kamu ya, Dean!" titah Mamah Dewi.
"Iya, Mah," sahut Deandra.
"Kalau gituh, kami berangkat dulu ya, Mah, Pah. Nanti Kiana terlambat ke sekolahnya, sekalian Dean mau singgah ke kos Andre dulu," Ucap Deandra seraya mencium tangan sang mamah dan sang papah secara bergantian, yang diikuti oleh Kiana.
"Assalamu'alaikum," ucap Deandra dan Kiana.
"Wa’alaikumssalam, hati-hati, Nak!" teriak Mamah Dewi.
Deandra memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, seperti rutinitasnya, Deandra harus mengantar sang adik terlebih dahulu sebelum ke kampus.
"Terima kasih, ya, Kak. Kakak hati-hati ke kampusnya," ucap Kiana seraya mencium tangan sang kakak.
"Iya, belajar yang benar!" titah Deandra, seraya mengacak rambut sang adik.
Setelah mengantar sang adik, Deandra segera melajukan mobilnya menuju ke tempat kos Andre sahabatnya.
* * *
"Kiana!" panggil Mika sahabatnya.
"Iya, Mik?" sahut Kiana.
"Itu tadi abang lo, yang tampan itu, 'kan?" tanya Mika dengan raut wajah berbinar.
"Jangan macam-macam, lo!" ucap Kiana ketus.
"Ya, elah ... lo enggak ngedukung banget, sih, sama sahabat sendiri," ucap Mika memelas.
"Enggak bisa, Mika! Ada Putra yang suka sama lo, gue enggak mau sahabat gue sakit hati, Mika!" ucap Kiana penuh penekanan.
"Terus gue bukan sahabat lo, Kian?" tanya Mika dengan raut wajah sendu.
"Ah! Baperan banget lo, mah. Ayo kita jajan seblak, nanti gue yang bayar," ujar Kiana.
"Ya, sudah, enggak jadi marah gue. Ayolah, buruan," ucap Mika dengan raut wajah kembali
ceria."Giliran gratisan cepat lo, mah, Mik!" ujar Kiana malas.
"Ah, lo kaya enggak tahu saja, gue lagi mengirit duit untuk bayar kosan," jelas Mika.
"Dikasih tahu, lo tinggal di rumah gue saja," ucap Kiana seraya memakan seblaknya.
"Sebenarnya gue ingin banget, sih, sekalian biar bisa dekat sama abang lo," ucap Mika seraya membayangkan Deandra.
Brak!
"Buset, dah! Kian lo itu kenapa, sih? Doyan banget bikin kaget gua," ucap Mika, ia tersadar dari khayalannya akibat gebrakan meja.
"Gue sudah bilang, jangan bawa-bawa, Kak Dean," ucap Kiana seraya menatap tajam Mika.
"Iya-iya, maaf Kiana!" ucap Mika dengan nada pelan.
"Bagus!" sahut Kiana seraya mengacungkan jempolnya.
"Sebenarnya, gue juga ingin tinggal serumah sama lo, tapi gue enggak enak sama orang tua lo," jelas Mika dengan raut wajah serius.
"Mereka mah, enggak masalah, kok. Tapi kalau sama gue, lo tetap harus bayar dong, biar hanya setengahnya doang," ucap Kiana yang hendak meminum just manggahnya.
Bugh!
"Uhuk ... uhuk ...!" Kiana terbatuk saat pundaknya dipukul oleh Mika.
"Ya, ampun ... Mika! Lo sengaja mau bunuh gue, ya?" ucap Kiana setengah berteriak.
"Memang! Biar gue bisa embat, Bang Dean," ucap Mika.
"Hehehe ... canda, kok," ucap Mika lagi seraya cengengesan, ketika melihat perubahan pada raut wajah Kiana.
"Awas lo, ya!" ucap Kiana seraya menunjuk Mika.
"Iya-iya, enggak percayaan banget sama gue, Na," ucap Mika.
"Enggak semudah itu, Mika! sudah ah, mending kita ke kelas sekarang, yuk!" ajak Kiana, lalu diangguki oleh Mika.
* * *
Di sisi lain, Deandra dan Andre sahabatnya baru tiba di sebuah universitas perguruan tinggi, tempat di mana mereka kuliah.
"Dean, coba lo lihat deh!" titah Andre.
"Apaan?" tanya Dean.
"Itu, cewek di depan kita, kayanya mau nyemperin lo deh," jelas Andre seraya menunjuk ke arah Karina.
"Terus?" tanya Deandra cuek.
"Peka dong, dia itu suka sama lo," jelas Andre lagi.
"Enggak penting," sahut Deandra acuh.
"Apa, sih, kurangnya? Dia cantik, Man, bintang kampus lagi," ucap Andre setengah memuji.
"Lo tertarik? Bungkus!" ucap Deandra cuek.
"Hai, pagi Dean, Andre?" sapa Karina seraya tersenyum manis.
"Pagi, Karina," sahut Andre, seraya menyenggol lengan Dean.
Bukan menyahut sapaan karina, Deandra malah melangkah pergi ketika melihat sosok Gino memasuki gedung rektor.
"Gino!" panggil Deandra.
"Eh, sudah datang lo?" sahut Gino seraya menoleh, ketika merasa namanya dipanggil.
"Ya," sahut Dean cuek.
"Ada Karina, kenapa lo tinggal?" tanya Gino.
"Hubungannya sama gue?" tanya Deandra seraya menatap Gino.
"Kenapa lo ... enggak coba buka hati buat dia, sih?" tanya Gino seraya menepuk pundak Deandra.
"Ada alasan, kenapa gue harus ngelakuin itu?" tanya Deandra lagi seraya menyeritkan alisnya.
"Ya, maksud gue ... lo hargai gituh perasaannya dia, lagian dia cantik, Man!" jelas Gino.
"Tapi angkuh! Gue enggak suka cewek belagu," ucap Deandra. Ia melangkah pergi dari sana, ketika sosok Karina kembali berjalan ke arahnya.
Kepergian Deandra disusul oleh Andre dan Gino. Sebelum menyusul langkah Deandra, Gino sempat berbicara kepada Karina.
"Mending lo menyerah, Kar. Deandra enggak tertarik, sama cewek belagu kaya lo," jelas Gino. Setelah mengatakan itu, Gino dan Andre meninggalkan Karina.
Karina terdiam membeku di tempatnya, benarkah Deandra tak menyukainya karena ia dianggap sombong. Lama bergulat dengan pikirannya, Karina akhirnya menyunggingkan senyum manisnya.
'Gue tau harus apa, sekarang,' ucap Karina membatin.
"KARINA!" teriak dua orang gadis dengan pakaian tak kalah glamor seperti Karina.
"Ya?" sahut Karina.
"Ngapain lo diam di sini, Kar?" tanya salah satu temannya yang bernama Ria.
"Iya, Kar. Mending ke kedai?" ajak keduanya seraya menarik lengan Karina.
"Eh ... iya-iya," sahut Karina.
* * *
Saat tiba di kedai, Karina melihat sosok Deandra dan kedua temannya tengah berada di sana. Ia tersenyum simpul, dan berniat memulai rencananya.
"Kar, di sana saja yuk," ajak Ria, seraya menunjuk salah satu meja yang tak jauh dari tempat Deandra.
"Boleh-boleh," sahut Karina antusias.
Meja yang ditunjuk oleh Ria tadi, ternyata sudah ada lebih dulu yang menempatinya. Namun, seperti biasa mereka akan mengusir siapa pun yang lebih dulu duduk di sana.
"Woi! Lo semua pin---" Ucapan Hilda yang merupakan teman Karina terhenti, oleh Karina yang mencegahnya.
"Enggak usah Hil, biar kita cari tempat lain saja," ucap Karina. Hal tersebut sukses membuat kedua mata Hilda dan Ria membola, tak percaya.
"Hil, gue mimpi?" tanya Ria seraya menyenggol Hilda.
"Gu--gue rasa, enggak deh, Ri," sahut Hilda.
"Kesambet apaan tuh, anak?" sambung Hilda.
"Gue rasa, dia sedang menjalankan sebuah misi deh," jelas Ria.
"Hei! Kenapa jadi malah bisik-bisik, sih," ucap Karina kesal.
"Eh, enggak, kok. Yaudah, yuk ... nyari tempat lain," ajak Hilda. Ketiga gadis tersebut berpindah mencari meja yang lain.
Semua penghuni kedai sempat melongo tak percaya, melihat pemandangan langka dari seorang Karina. Termasuk Deandra dan kedua temannya, yang saat itu berada di sana.
'Aneh,' ucap Deandra dalam hati.
"Eh, lo pada aneh enggak, sih? Sama perubahan Karina barusan?" tanya Andre seraya melirik kedua temannya seraya bergantian.
"Biasa saja," sahut Deandra acuh.
'Sepertinya, Karina paham apa yang gue ucapin tadi,' batin Gino.
Masih berada di kedai, tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri meja Deandra dan teman-temannya. Penampilannya yang anggun, dan wajahnya yang terlihat imut terkesan sangat manis. Dapat ditebak, gadis tersebut adalah adik tingkat Deandra. "Maaf, Kak. Boleh aku gabung? Ada yang mau aku tanyakan sama Kak, Dean," ucap gadis tersebut seraya menunduk. "Oh, ya, sudah. Sil---" Andre menghentikan ucapannya, ketika melihat Deandra tiba-tiba menarik sebuah kursi untuk gadis tersebut. "Duduk!" titah Deandra. "Terima kasih, Kak," ucap gadis tersebut seraya tersenyum manis. Sedangkan Andre dan Gino, keduanya saling melirik ketika melihat sikap perhatian Deandra. 'Selera si Dean, lumayan juga,' batin Andre seraya menatap Deandra dan gadis tersebut. Gadis tersebut, memang benar adik tingkat mereka, yang bernama Anggun. Ia menemui Deandra unt
Pagi ini seperti rutinitas biasanya, kedua kakak beradik tersebut berada dalam mobil yang sama. "Kalau sudah pulang lebih dulu, jangan lupa kabarin Kakak," jelas Deandra. "Kemarin tuh, Kiana kepanasan Kak! Makanya Kiana palang cowo di jal---" Kiana menghentikan ucapannya, ketika sadar apa yang tengah diucapkannya. "Jadi? Kamu pulang sama laki-laki, Kian?" tanya Deandra dengan nada datar. 'Aduh ...! Pake keceplosan segala lagi,' ucap Kiana dalam hati. "Jawab, Kiana!" titah Deandra. "I--iya, Kak Dean. Tapi janji deh, Kiana enggak akan gitu lagi," ucap Kiana seraya mengangkat jarinya membentuk huruf v. "Oke, Kakak pegang janji kamu," sahut Deandra. Kiana hanya mengangguk menanggapinya. "Kamu pulang jam berapa nanti?" tanya Deandra yang kini tengah fokus menyetir. "Kayanya lebih cepa
Kiana berjalan perlahan, ke arah ruang belajar sang kakak. Jantungnya kian berdegup seiring dengan langkahnya. "Kak Dean ...," ucap Kiana dengan suara manja. Dendra dan kedua temannya, ketiganya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. "Kiana!" sahut Deandra kaget. "Kak, Kian bosan," rengek Kiana. "Eh, ada pangeran tampan," ujar Kiana seraya menatap Gino. Gino hanya melihat sekilas ke arah Kiana, setelah itu ia kembali fokus pada tugasnya. Deandra dan Andre, keduanya menyeritkan alisnya bingung, ketika mendengar nama julukan Gino dari Kiana. "Kalian berdua saling kenal?" tanya Andre, ia menatap Gino dan Kiana bergantian. "Iya, kenal." "Enggak, kenal." Kiana dan Gino sama-sama memberikan jawaban, tetapi jawaban keduanya sangatlah berbeda.  
Brayn melangkah menghampiri meja di mana kedua orang tuanya berada."Wa’alaikumssalam Nak, ayo sini duduk sayang!" seru bunda Hanum, dan yang lainnya."Wah, anak kamu tampan sekali, mirip dengan kamu, Ndra," kata Papi Bram memuji."Oh, jelas Bram! Siapa dulu dong ayahnya," jawab Ayah Andra yang dibalas gelak tawa dari oleh semua orang.Clarisa masih menunduk sembari fokus memainkan ponselnya, tiba-tiba dia melihat isi pesan yang kirim di grup chat khusus dirinya, Caca, dan Zaskia. Seketika matanya melotot melihat foto yang dikirim caca, yaitu foto sang kekasih tengah bersama seorang gadis di bioskop.‘Sialan!’ umpat Clarisa dalam hati.Ya, Clarisa memang sudah memiliki seorang kekasih yang juga cukup tampan, dan populer. Dia merupakan seorang ketua tim basket dari sekolah lain.Pikiran Clarisa tambah kalut sekarang, Arju