Brayn melangkah menghampiri meja di mana kedua orang tuanya berada.
"Wa’alaikumssalam Nak, ayo sini duduk sayang!" seru bunda Hanum, dan yang lainnya.
"Wah, anak kamu tampan sekali, mirip dengan kamu, Ndra," kata Papi Bram memuji.
"Oh, jelas Bram! Siapa dulu dong ayahnya," jawab Ayah Andra yang dibalas gelak tawa dari oleh semua orang.
Clarisa masih menunduk sembari fokus memainkan ponselnya, tiba-tiba dia melihat isi pesan yang kirim di grup chat khusus dirinya, Caca, dan Zaskia. Seketika matanya melotot melihat foto yang dikirim caca, yaitu foto sang kekasih tengah bersama seorang gadis di bioskop.
‘Sialan!’ umpat Clarisa dalam hati.
Ya, Clarisa memang sudah memiliki seorang kekasih yang juga cukup tampan, dan populer. Dia merupakan seorang ketua tim basket dari sekolah lain.
Pikiran Clarisa tambah kalut sekarang, Arjuna menghianatinya ditambah dengan perjodohan ini. Setelah ini Clarisa ingin sekali membalas perbuatan Arjuna, tetapi ia takut pria yang dijodohkan kepadanya saat ini, tak lebih tampan dari Arjuna. Ia masih terus di posisi awalnya, menunduk. Ketakutan seketika menyelimuti dirinya. Rasa takut Clarisa tentang bapak-bapak yang dalam mimpinya dijodohkan dengan dirinya, terus terngiang-ngiang, saat itu. Apa lagi perasaannya sekarang mulai tidak nyaman, seperti akan terjadi sesuatu yang buruk sebentar lagi.
"Ehem! Kalau gitu langsung mulai saja ya, niat baik kita ini," kata Ayah Andra memecah suasana.
"Begini, sebelumnya kita sudah membicarakan hal ini. Jadi, sekarang kita tinggal tanyakan saja kepada anak-anak kita tentang perjodohan ini," ucap Ayah Andra lagi.
"Kalau kami, sih, sebagai orang tua sangat setuju, iya ‘kan, Mi?" kata Papi Bram, yang dibalas anggukan oleh Istrinya.
"Ya sudah! Kalau gitu sekarang kita tanya anak-anak kita saja ya. Kamu bagaimana Nak, apa kamu bersedia Ayah jodohkan dengan putri teman Ayah ini?" tanya Ayah Andra kepada putranya Brayn.
"Aku mengikut Ayah, sama bunda saja. Pilihan kalian, pasti yang terbaik untukku," jawab Brayn dengan bijak. Kedua orang tuanya dan orang tua Clarisa tersenyum lega mendengar hal itu.
Ya, Brayn tidak kaget pasalnya sebelum berangkat, Ayahnya sudah memberitahukan tentang hal ini sepulangnya dari kantor tadi sore.
"Lalu bagaimana dengan putrimu?" tanya Ayah Andra pada Papi Bram.
"Kamu tenang saja Ndra, putriku sudah setuju jauh sebelum kita berangkat kesini," jelas Papi Bram.
"Alhamdulillah," terdengar suara lega dari semua orang.
"Kalau gitu mari kita makan! Brayn, Clarisa ayo Nak," panggil Bunda Hanum.
Clarisa sejenak berpikir, Brayn? Seperti tidak asing nama itu, Clarisa teringat seseorang sekarang, tapi tidak mungkin. Bisa saja orang lain, yang kemungkinan namanya sama, pikir Clarisa lagi.
Perlahan tapi pasti, Clarisa mulai mendongakkan wajahnya dengan perasaan tak karuan.
Degh!
Tubuhnya seketika mematung, degup jantungnya seakan berhenti, matanya melotot sempurna saat menangkap sosok pria yang tengah duduk di depannya sekarang. Pria yang sangat ia kenali selama ini, yaitu sang ketos yang paling dia benci di sekolahnya. Perasaan Clarisa kembali kecewa semua tidak seperti yang dia harapkan sebelumnya. Namun tak mengapa, dari pada bapak-bapak ubanan, yang selalu terbayang-bayang dipikirkannya itu.
Malam itu Brayn terlihat sangat tampan dan dewasa. Kemeja biru tua yang melekat di tubuh atletisnya, sangat kontras menyatu dengan warna kulit putihnya. Rambut hitam pekat tertata sangat rapi, rahang kokoh dan mata elangnya menambah aura yang terpancar dari pemuda itu. Akan tetapi, karena rasa tidak suka Clarisa terhadap Brayn, membuatnya tidak dapat melihat kelebihan yang terdapat pada diri pria tersebut, sesuatu yang menjadi bahan rebutan gadis-gadis di luaran sana.
Clarisa berpikiran bahwa dunia ini sangat sempit, sungguh sangat sempit, saking sempitnya sampai-sampai harus Brayn pria yang akan dijodohkan dengan dirinya.
"Lo, Brayn kakak gelas gue ‘kan?" tanya Clarisa yang masih belum percaya. Ia menatap lekat pemuda di hadapannya tersebut, tangannya refleks menunjuk wajahnya.
Kedua orang tua Brayn, ataupun Clarisa hanya menggelengkan kepalanya melihat reaksi wajah Clarisa yang terkejut itu.
"Clarisa turunkan tanganmu, kamu kenapa menatap Brayn seperti itu Nak, tidak sopan sayang!” ucap Mami Evi mengingatkan putrinya. Sedangkan yang lain hanya tertawa geli melihat sikap Clarisa yang menurut mereka sangat lucu.
Hanya Brayn yang sedari tadi terus diam dengan wajah dinginnya, bukan hanya Clarisa yang kaget mengetahui kenyataannya. Tetapi juga Brayn yang tak menyangka jika gadis yang akan menjadi istrinya, adalah seorang gadis pembuat onar di sekolahnya. Gadis yang hampir setiap hari membuat kesabarannya diuji. Brayn sama halnya dengan Clarisa, yang tidak menyadari gadis yang duduk di hadapannya sedari awal ia datang, karena ia juga hanya fokus pada phonsel di tangannya sedari tadi. Kini otak Brayn berputar memikirkan persoalan tanggung jawab. Tanggung jawabnya setelah menikah akan lebih berat, selain menjabat ketua OSIS yang periodenya masih lumayan panjang, ia juga mempunyai tanggung jawab yang akan diberikan sang ayah kepadanya, menyangkut perusahaan nantinya.
"Ya, kami sudah tahu dari sebulan yang lalu, kalau kalian satu sekolah. Makanya kami sepakat menjodohkan kalian, apa lagi kami memang sudah merencanakan perjodohan ini sejak kalian masih kecil dulu. Lagi pula Brayn juga dapat menjaga kamu Clarisa, saat Mami dan Papi nanti pergi ke luar negeri, berhubung kami pergi lumayan memakan waktu yang cukup lama.” Jelas Papi Bram panjang lebar.
Clarisa tercekat, lagi-lagi demi bisnis pikirnya.
"Tapi Clarisa eng---“ Ucapan Clarisa dipotong oleh mami Evi.
"Percayalah, Nak! Ini yang terbaik buat kamu. Mami dan Papi melakukan ini, karena kami sayang sama kamu. Brayn anak yang baik, dia juga bertanggung jawab," kata mami Evi meyakinkan Clarisa.
Clarisa melirik ke arah Brayn, terlihat jelas sebuah kekecewaan di raut wajah pria tersebut, sama seperti dengan dirinya saat ini. Bedanya pria itu lebih tenang, dan sedikit terkesan santai dibanding dirinya, yang cukup menunjukkan kekecewaan baik di wajah maupun tindakannya.
****
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, Clarisa belum juga bisa memejamkan matanya, dia menatap cincin yang melekat di jari manisnya. Setelah perjodohan tadi, ternyata berlanjut langsung dengan acara lamaran, tak pernah terbesit di pikirannya sebelum ini. Namun, sekarang dirinya telah resmi menjadi tunangan dari Brayn, pria yang sangat dia benci disekolahnya selama ini.
"Huh!" Clarisa menarik nafas dalam, lalu mencoba untuk memejamkan matanya sambil berpikir.
Entah bagaimana cara Clarisa bersikap besok di hadapan Brayn, yang sekarang telah berstatus menjadi tunangannya itu. Lelah bergulat dengan pikirannya sendiri, tak dirasa Clarisa akhirnya tertidur.
***
Sama halnya dengan Brayn yang juga belum terlelap malam itu. Brayn tengah berbaring di atas tempat tidur, dengan pandangan menatap langit-langit kamarnya.
Pikiran Brayn tengah kacau sekarang, di satu sisi Brayn tengah berpikir tentang keinginannya menolak perjodohan ini, tetapi dia tidak punya keberanian, dan tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya terutama sang Bunda. Di sisi lain Brayn tengah memikirkan perubahan sikap, dari gadis cantik bernama Kana Putri, yang merupakan sahabatnya sejak kecil itu.
"Haaaah!" Brayn menghela nafasnya gusar, seraya mengacak kasar rambutnya.
Malam ini Brayn benar-benar frustasi. Bagaimana tidak, setelah dia harus menghadapi kenyataan pahit tentang perjodohan itu. Dia juga dibuat kaget atas perubahan sikap gadis cantik bernama Kana, yang bernotabene sebagai sahabatnya itu. Secara tiba-tiba gadis tersebut mengungkapkan soal perasaan cintanya kepada dirinya melalui chat.
Brayn benar-benar bingung dengan perasaannya, dirinya memang merasa nyaman dekat dengan Kana, tetapi ia yakin bahwa perasaan nyaman itu hannyalah sebatas pertemanan saja.
Brayn tidak mungkin mengatakan itu pada Kana, tentu saja Kana akan kecewa ditambah sifat lemah lembut Kana yang membuat Brayn tidak tega, apa lagi posisinya Kana sekarang tengah mengidap penyakit berbahaya.
****
Pagi ini Brayn berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya, berhubung hari ini adalah hari Senin, jadi dia selaku ketua OSIS harus memantau siswa dan siswi untuk ikut dalam upacara pagi ini.
Clarisa lagi-lagi terlambat hari itu, gerbang sekolah sudah ditutup. Gadis tersebut sangat malas jika harus berdebat dulu dengan pak satpam di pintu gerbang. Dengan terpaksa Clarisa memutuskan untuk masuk lewat belakang taman sekolah dengan menaiki pagar sekolah.
Clarisa baru saja berhasil menginjakkan kakinya di atas tanah, setelah susah payah menaiki pagar sekolah. Saat hendak melangkahkan kakinya, ia urungkan ketika mendengar suara seseorang.
"Ehem! Sedang apa lo di sini?" tanya Brayn dengan nada tenang.
"Beli sayur!" jawab Clarisa asal dengan nada malas. Brayn hanya menggelengkan kepalanya.
"Lo tau ‘kan ini hari apa, dan lo udah gak ikut upacara dalam 3 minggu terakhir," jelas Brayn masih dengan nada tenang.
"Ya terus? Masalah buat lo gitu!" kata Clarisa ngegas, sambil menatap Brayn.
"Lo udah keterlaluan gadis bar-bar, sekarang juga lo ikut gue!" titah Brayn, sambil menarik tangan Clarisa. Gadis itu hanya menurut saja, tanpa berontak sedikit pun.
Brayn menarik tangan Clarisa kelapangan, berhubung kegiatan upacara hari ini telah usai, jadi tidak terlalu banyak siswa, dan siswi di lapangan saat itu. Sebagian banyak dari mereka pasti tengah berlarian ke kantin.
Brayn menghempaskan lengan Clarisa, saat keduanya sampai di tengah lapangan..
"Sekarang lo lari 20 kali putaran, setelah itu lo berdiri di bawah tiang bendera sampai waktu istirahat!" titah Brayn dengan nada datar.
Brayn sengaja memberikan hukuman di luar batas, dengan tujuan membuat Clarisa jengah dengan hukuman yang diberikannya, dan berharap Clarisa tidak kembali melakukannya.
Lagi-lagi Clarisa dibuat kesal oleh Brayn, hukuman yang diberikan selalu tidak sebanding dengan kesalahannya, pikir Clarisa.
Bersambung ....
Pagi hari, kedua kakak beradik tengah sarapan bersama, ditemani oleh kedua orang tuanya. Mereka adalah Deandra dan Kiana. Saudara kandung yang memiliki karakter berbeda, begitu juga dengan ilustrasi cinta keduanya. "Dean, bagaimana kuliah mu, Nak?" tanya Pak Dirto Chandra, yang tak lain adalah ayah Deandra dan Kiana. "Baik, Pah," jawab Deandra. "Aduh, Nak! Kamu ini jangan cuek-cuek dong, pantas saja jomblo terus," ucap Diana Dewi, mamah dari Deandra dan Kiana. Perkataan sang mamah, sukses membuat Deandra tersedak. "Hati-hati dong, Kak! Kalau kenyataan, enggak usah kaget kali," ucap Kiana seraya memberikan segelas air kepada sang kakak. "Diam, kamu!" titah Deandra seraya menatap tajam sang adik. "Sudah-sudah, dilanjut dulu sarapannya, nanti kamu terlambat loh, Kiana," jelas Mamah Dewi. "Kamu juga, Kiana. Awas ya, kalau sampai
Masih berada di kedai, tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri meja Deandra dan teman-temannya. Penampilannya yang anggun, dan wajahnya yang terlihat imut terkesan sangat manis. Dapat ditebak, gadis tersebut adalah adik tingkat Deandra. "Maaf, Kak. Boleh aku gabung? Ada yang mau aku tanyakan sama Kak, Dean," ucap gadis tersebut seraya menunduk. "Oh, ya, sudah. Sil---" Andre menghentikan ucapannya, ketika melihat Deandra tiba-tiba menarik sebuah kursi untuk gadis tersebut. "Duduk!" titah Deandra. "Terima kasih, Kak," ucap gadis tersebut seraya tersenyum manis. Sedangkan Andre dan Gino, keduanya saling melirik ketika melihat sikap perhatian Deandra. 'Selera si Dean, lumayan juga,' batin Andre seraya menatap Deandra dan gadis tersebut. Gadis tersebut, memang benar adik tingkat mereka, yang bernama Anggun. Ia menemui Deandra unt
Pagi ini seperti rutinitas biasanya, kedua kakak beradik tersebut berada dalam mobil yang sama. "Kalau sudah pulang lebih dulu, jangan lupa kabarin Kakak," jelas Deandra. "Kemarin tuh, Kiana kepanasan Kak! Makanya Kiana palang cowo di jal---" Kiana menghentikan ucapannya, ketika sadar apa yang tengah diucapkannya. "Jadi? Kamu pulang sama laki-laki, Kian?" tanya Deandra dengan nada datar. 'Aduh ...! Pake keceplosan segala lagi,' ucap Kiana dalam hati. "Jawab, Kiana!" titah Deandra. "I--iya, Kak Dean. Tapi janji deh, Kiana enggak akan gitu lagi," ucap Kiana seraya mengangkat jarinya membentuk huruf v. "Oke, Kakak pegang janji kamu," sahut Deandra. Kiana hanya mengangguk menanggapinya. "Kamu pulang jam berapa nanti?" tanya Deandra yang kini tengah fokus menyetir. "Kayanya lebih cepa
Kiana berjalan perlahan, ke arah ruang belajar sang kakak. Jantungnya kian berdegup seiring dengan langkahnya. "Kak Dean ...," ucap Kiana dengan suara manja. Dendra dan kedua temannya, ketiganya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. "Kiana!" sahut Deandra kaget. "Kak, Kian bosan," rengek Kiana. "Eh, ada pangeran tampan," ujar Kiana seraya menatap Gino. Gino hanya melihat sekilas ke arah Kiana, setelah itu ia kembali fokus pada tugasnya. Deandra dan Andre, keduanya menyeritkan alisnya bingung, ketika mendengar nama julukan Gino dari Kiana. "Kalian berdua saling kenal?" tanya Andre, ia menatap Gino dan Kiana bergantian. "Iya, kenal." "Enggak, kenal." Kiana dan Gino sama-sama memberikan jawaban, tetapi jawaban keduanya sangatlah berbeda.