Suasana Ballroom Hotel tempat berlangsungnya resepsi pernikahan anak tunggal keluarga Hamzah dan anak bungsu Mahardika sudah sangat ramai.Para Anggota Militer yang akan melakukan upacara Pedang Pora pun sudah berbaris rapih. Begitupun dengan Keluarga dari kedua mempelai, mereka sudah memenuhi kursi didalam Ballrom Hotel itu.Gaun berwarna gold dengan ekor menjuntai begitu indah dikenakan sang Pemilik acara. Senyum terukir disudut bibir kedua anak manusia yang tengah dilanda asmara. Tidak kalah sang Pria mengenakan tuxedo yang senada. Bak Raja dan Ratu, begitu serasi dengan wajah Ayu dan Tampan nya."Kamu cantik sekali Nay," puji Rey yang nampak sangat mengagumi istrinya.Kanaya hanya tersenyum menanggapi ucapan pria itu. Jangan tanya seperti apa perasaan Kanaya saat ini, karena rasa gugup tengah mendominasi dirinya.Mereka berjalan beriringi menuju Ballrom Hotel, sedari kemarin mereka sudah bermalam di Hotel itu. Diibelakang kedua keluarga besar mengikuti, tak lupa para sahabat memba
"Selamat berbahagia untuk patner sekaligus rekan kerja saya. Semoga Sakinah, Mawadah, Warahmah," ucap Fahmi dengan tulus. Jika ditanya apakah dia sudah melupakan Kanaya, jawabannya tidak. Rasa sukanya terhadap Kanaya sudah sedari lama, namun sepertinya dia dan Kanaya memang tidak ditakdirkan bersama menjalin sebuah komitmen.Fahmi sudah mengagumi Kanaya sedari beberapa tahun lalu. Setelah Kanaya gagal menikah beberapa bulan lalu, Fahmi pikir dia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Kanaya. Namun kali ini Fahmi harus benar-benar iklas mengubur perasaan nya. Meski begitu Fahmi turut bahagia dengan pernikahan Kanaya.Fahmi membawakan sebuah lagu 'Aku Bukan Jodoh Nya'. Lagu tersebut benar-benar menggambarkan perasaan Fahmi saat ini. Dia berharap setelah ini perasaan sukanya terhadap Kanaya berangsur menghilang."Apa-apaan pria itu," grutu Rey."Biarin aja sih, lagian cuma nyanyi," timpal Kanaya yang tengah menatap Fahmi diatas panggung."Nggak usah dilihatin." Rey mengintruksi.Kan
Bias Matahri mulai menyelinap lewat cerah tirai. Beberapa kali Kanaya mengerjabkan mata. Wanita itu menghela nafas. Sebuah tangan kekar melingkari pinggulnya. Sudah tentu itu tangan sang suami. Pria itu memeluk dirinya dengan sangat erat. Sampai-sampai Kanaya kesulitan untuk melepaskan diri. Tangan Kanaya terulur menyambar ponsel yang semalam ia letakan disamping bantal. Matanya membola, manakala jam pada ponselnya sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Sedangkan ia dan seluruh keluarga akan melakukan penerbangan menuju Bali pukul delapan tiga puluh tadi. Sudah terlewat setengah jam yang lalau. Bahkan keluarga nya tidak ada yang menghubungi Kanaya maupun Rey. "Mas," seru Kanaya dengan lirih, wanita itu mencoba melepaskan rangkuhan suaminya. Namun sekuat tenaga Kanaya mencoba melepaskan pelukan itu. Semakin kuat Kanaya rasakan Rey merangkuhnya. "Mas bangun ih! Udah kesiangan, Kita ditinggalin," ucap Kanaya dengan panik. Namun sang suami tetap tidak membuka mata. Kanaya mendengus. Wa
Selama tiga hari menghabiskan waktu diNegri Surganya Tropis tentu membuat Rey dan Kanaya memiliki moment indah disetiap waktunya.Masa cuti Kanaya yang telah berakhir membuat mereka mau tidak mau mengakhiri bulan madu itu. Meski tidak rela namun ada tugas dan kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai pelayan masyarakat serta Abdi Negara."Kamu bahagia?" tanya Rey saat mereka sudah ada didalam pesawat hendak kembali menuju Jakarta.Kanaya yang tengah bergelayut manja pada lengan Rey mendongak. Wanita itu tersenyum, tidak bisa ia ungkap kan seperti apa perasaan nya, meski singkat namun moment beberapa hari kemarin tidak akan pernah dia lupakan. Rey benar-benar memperlakukan Kanaya bak tuan putri. "Sangat, thank you so much husband," seloroh Kanaya.Perasaan bahagia menyelimuti keduanya. Pertemuan pertama yang penuh dengan drama. Pertemuan kedua yang sangat mengejutkan, namun semua itu nyatanya membawa sepenggal kisah yang tidak akan mereka lupakan.Setelah cukup lama mengudara, akhi
Satu pekan berlalu pasca kembalinya Kanaya dan Rey dari bulan madu. Mereka sudah aktif dengan tugas masing-masing. Rencananya malam nanti mereka akan bermalam dikediaman Hamzah. Karena Sarah sudah berkali-kali meminta mereka bermalam disana. Alhasil demi menuruti keinginan Mamanya, Rey dan Kanaya memutuskan menginap disana. Kebetulan Rey besok cuti, dan Kanaya mendapat jadwal kerja siang, sehingga mereka bisa sedikit bersantai.Kanaya baru mulai kembali bekerja dirumah sakit selama tiga hari. Beberapa hari kemarin Kanaya sibuk dengan pasien-pasien nya yang sudah menunggu. Kanaya meregangkan otot-otot nya yang terasa kaku. Wanita cantik itu melirik jam pada pergelangan tangannya. Saat ini sudah menunjukan hampir pukul satu siang. "Dok, mau kekantin bareng nggak?" tawar Chika yang baru saja masuk kedalam ruangannya.Kanaya mengangguk. "Boleh deh Cik. Aku juga laper," sahut Kanaya, ia meletakan stetoskop dan menyambar ponselnya yang tergeletak diatas meja.Mereka berjalan beriringan me
Tepat pukul empat sore. Para Dokter yang sudah menyelsaikan tugasnya berbondong-bondong pulang. Kanaya keluar dari dalam ruangannya, bertepatan dengan Vera yang hendak pulang dan melawati ruang praktek Kanaya."Hey Nay," sapa Vera dengan ramah."Hey Ver, kebetulan selesai bareng," sahut Kanaya.Mereka berjalan beriringan menuju lobby. Ada beberapa hal yang sempat mereka bahas, sebelum akhirnya Kanaya lebih dulu berpamitan karena Rey sudah nampak menunggu dirinya."Aku duluan ya Ver. Pak suami udah jemput," pamit Kanaya seraya menepuk bahu Vera dengan pelan.Vera hanya mengangguk seraya menampilkan senyum palsunya. Pandanganya fokus memperhatikan Rey yang tengah tersenyum manis membukakan pintu mobil untuk Kanaya. Terlihat Kanaya melambaikan tangan saat mobil itu melaju meninggalkan area Rumah Sakit. "Cih, apa maksud nya?" umpat Vera kesal dengan sikap sok baik yang dimiliki Kanaya."Gimana pekerjaan nya hari ini Dokter kanaya?" tanya Rey sembari fokus mengendari mobilnya.Kana mengh
"Hey sayang," sapa Rey yang baru saja keluar dengan handuk masih melilit perut nya. Kanaya menoleh. "Cepet banget mandi nya," sahut Kanaya."Kalau sama kamu mungkin bisa lebih lama." Rey berjalan mendekati Kanaya yang tengah duduk didepan meja rias. Pria itu mengecup pipi sang istri dengan gemas."Lihatin apa sih?" tanya Rey saat melihat sebuah album foto dalam genggaman Kanaya."Aku nemu album foto kami waktu masih jadi taruna," timpal Kanaya.Rey ikut membungkuk kan badan nya, dia sudah tidak ingat jika memiliki foto-foto itu. "Nemu dimana?" tanya Rey."Dilaci kamu, ini siapa mas?" Kanaya menunjuk foto Rey dan seorang gadis.Rey mengernyitkan dahi, mengingat-ingat siapa gerangan wanita didalam foto tersebut. "Kayaknya anak komandan Antoni deh, aku juga nggak inget," jawab Rey, sembari berlalu memakai pakaian yang sudah Kanaya siap kan.Kanaya terus memperhatikan setiap gerak-gerik Rey dari pantulan cermin dihadapan nya. Meski itu foto lama, namun Kanaya menyimpan sedikit cemburu di
"Bagaimana pekerjaan mu Nay?" tanya Adit disela-sela makan malam mereka.Suasana meja makan itu terasa hidup. Biasanya hanya ada Adit dan Sarah yang duduk disana, dan kini dengan kehadiran anak dan menantunya membuat Sarah begitu senang. "Alhamdulilah lancar Pah," jawab Kanaya.Dibawah meja kaki Rey terus saja bergerak nakal mengganggu Kanaya. Pria itu masih dalam mode bingung mengapa istrinya mendiamkannya begini."Kamu marah?" bisik Rey tepat ditelinga KanayaKanaya melirik suaminya, wanita itu tidak menjawab apapun membuat Rey semakin gundah gulana. Mendapati sang istri yang terus saja mendiamkan nya membuat tangan nakal Rey terulur mengusap paha Kanaya.Sontak apa yang Rey lakukan mendapat tatapan tajam dari Kanaya, dia begitu shyok dengan ulah nakal sang suami. Kanaya berusaha menyingkirkan tangan Rey, namun lagi dan lagi Rey terus berulah, membuat Kanaya kesal dan mencubit lengannya."Awww." Rey terpekik membuat orang tuanya mendongak menatap dirinya."Kamu kenapa Rey?" tanya S