Kehidupan Dominique berubah drastis. Kesalahan yang ia perbuat telah membawanya pada kehidupan baru dibalik jeruji besi. Harta yang telah dikumpulkan dengan susah payah harus disita untuk membayar tunggakan pajaknya, ditambah lagi kehidupan istrinya yang begitu boros membuat Dominique harus berhutang.Sayangnya sang istri sama sekali tak peduli dengan keadaan Dominique. Selama lelaki itu di penjara, tak seorang pun datang menngunjungi atau menanyakan kabarnya.Seringkali Dominique bergumam sendirian di dalam selnya. Teman sekamarnya seorang lelaki paruh baya seringkali memergokinya mengeluh.“Apa kau memikirkan istri dan anakmu yang belum juga mengunjungimu?” tanya Sam, teman sekamar Dominique yang mendapatkan hukuman tiga puluh tahun penjara karena kasus pembakaran dan pembunuhan.Dominique menghela napas panjang dan akhirnya mengangguk.“Hmm, apa istrimu masih muda?” tanya Sam.Dominique mengangguk lagi, ia tak mau terlalu banyak bicara dengan orang asing. Lebih tepatnya orang yang
“Ayah, maafkan aku karena aku tidak bisa melanjutkan program ini,” Ian memulai pembicaraan saat mereka berada di mobil menuju villa.“Tenang saja sayang. Tak masalah jika kau berhenti dari program ini, yang terpenting bagi kami berdua adalah kebahagiaanmu,” jawab Nicko.Josephine pun ikut tersenyum sambil memandang Ian yang duduk di bangku belangang mobil. Perempuan berambut pirang ini pun mulai membuat anaknya tenang. Bahkan ketika mereka tiba di villa pun Jo masih tetap merangkul Ian.Nicko dan Josephine tidak mengajaknya ke dalam unit villa mereka, melainkan ke kawasan helipad. Kedua mata Ian pun terkejut saat mendapatkan beberapa anggota kelompok jubah hitam berdiri di sana dan menunggu mereka bertiga.Ian yang melihat itu tentu berpikir kalau ia akan kembali ke Westcoast Town bersama kedua orang tuanya.“Kenapa ada mereka di sini? Apa ada hal buruk yang terjadi?” Ian bertanya dalam hati.“Ah ya aku ingat, dulu waktu aku diajak kemari, ayah dan ibu berlibur di sini karena menemani
Ian melirik ayah dan Ibunya yang duduk mengapitnya di dalam helikopter. Ini adalah pengalaman pertama untuknya menggunakan moda transportasi heli. Sebagai anak-anak seharusnya ia senang dengan pengalaman pertamanya ini.Saat melihat ke bawah, Ian mendapati pemandangan yang sangat indah. Pulau zambrud yang menjadi destinasi liburan mereka semakin lama semakin terlihat mengecil. Makin lama pulau makin tertutup oleh awan dan menyisakan bongkahan hijau yang seperti permata.Seharusnya Ian begitu menikmati pemandangan indah di bawahnya, tapi ia sama sekali tak bisa menikmatinya. Semenjak berada di pesawat, anak kecil itu tak bicara sama sekali. Ia lebih berkonsentrasi pada perasaannya yang tak nyaman saat ini.Sampai saat ini jantung Ian berdetak lebih kencang. Sesekali anak kecil ini merubah posisi duduknya, kadang miring ke kanan, kadang meluruskan kaki lalu kembali lagi miring ke kiri. Keadaan Ian yang seperti ini tentu saja membuat Josephine dan Nicko khawatir. Pasangan suami istri itu
Sylvia yang berada dalam gendongan Enrique pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang lelaki yang bersamanya. Ia tampak semakin bermanja dengan kekasih mudanya itu.Pemandangan seperti ini memang begitu menarik untuk diabadikan oleh pengunjung bandara. Namun pasangan yang sedang kasmaran ini sama sekali tidak mempedulikan apa yang terjadi pada mereka. Mereka tetap saja menunjukkan kemesraan mereka di depan umum dan membuat beberapa orang tampak muak.“Sayang, sudah turunkan aku. Aku sangat malu,” pinta Sylvia tapi belum juga melepaskan kedua tangannya yang dikalungkan pada leher Enrique.Enrique tak mengubris permintaan wanitanya. Ia justru memerintah porter untuk terus jalan dan membawanya ke mobil. Porter yang ia sewa merangkap sebagai supir yang bertugas mengantar mereka ke hotel dan berkeliling.“Hei cepat jalan kau lihat apa? Memangnya kenapa kalau aku menggendong kekasihku. Dia capek selama perjalanan untuk menemuiku di sini!” bentak Enrique pada porter yang sempat memperhatika
Enrique meletakkan ponselnya pada sofa, dan berdiri mengikuti Sylvia. Ia mencoba untuk bersikap lembut pada wanita yang ada di sampingnya itu. Sentuhan lembut pada lengan Sylvia bisa menaklukkan wanita itu seperti biasanya.“Sylvia, kenapa kau mengatakan hal itu? Apa maksud ucapanmu barusan?” tanya Enrique berpura-pura tidak mengerti.Namun dalam hati ia tahu kalau sebenarnya Sylvia sudah mengetahui skandal tentang dirinya. Enrique seorang tokoh publik, bukan tak mungkin setiap gerak-geriknya menjadi sorotan publik.Namun Enrique tidak lelah dengan hal ini, ia justru menikmati setiap pemburu berita mencari tahu tentangnya, juga saat para penggemar datang mengerubunginya. Hanya saja untuk kali ini skandal yang melibatnya bukan hal yang baik dan layak untuk dipertontonkan. Apa yang terjadi padanya kali ini benar-benar mencoreng dirinya, dan karirnya bisa tamat. Lebih tepatnya karir Enrique sudah tamat untuk saat ini.Sylvia pun berbalik lalu melayangkan tamparan pada pipi lelaki bertubu
Enrique menghembuskan napas panjang dan merangkul wanita di sampingnya, dan kembali Sylvia menepiskan tangan kekasihnya itu. Wanita itu membuang muka, enggan untuk melihat ke arah lelaki yang selalu berbagi rasa dan keringat dengannya.“Sudahlah Enrique, aku tak ingin mendengar alasan apapun. Aku sudah tak sudi untuk bersama denganmu lagi!” seru Sylvia yang menjauh dari lelaki yang selalu menemaninya itu.“Sylvia, kau harus mendengarku sayang! Apa yang kulakukan tadi adalah untuk Denise, aku berusaha untuk menjaga dan melindungi anak itu dari seseorang yang berbahaya.”Mendengar nama Denise disebut, Sylvia pun perlahan menoleh ke arah Enrique. Ia tak mengatakan apapun, tapi alisnya menyambung dan memperhatikan Enrique kembali.Enrique yang melihat reaksi Sylvia pun langsung tersenyum, dalam hati ia berkata, “Sudah kuduga kau pasti akan memperhatikan ucapanku tentang putramu.”Pria hispanic ini pun menghembuskan napas panjang, kemudian meraih kedua telapak tangan Sylvia dan menggenggam
Sylvia pun memukul pintu setelah kepergian Enrique. Ia terus saja mengamuk menyesali apa yang pernah terjadi padanya. Memang benar, ia tak pernah mencintai sosok Enriquq, begitu juga dengan Dominique. Yang benar-benar dicintai olehnya hanyalah uang, kemewahan dan anak kandungnya.Masih dalam posisi berdiri dan kedua tangan memegang pintu, Sylvia pun tak hentinya mengumpat tentang Enrique. Laki-laki itu sudah tak ada gunanya lagi bagi Sylvia. Lelaki itu sudah tak bisa membawanya ke lingkungan selebritas yang selama ini disukainya.Sylvia kemudian kembali ke sofa dan memikirkan langkah apa yang akan dilakukan olehnya. Apakah ia akan menurunkan standar hidupnya?“Tidak … tidak aku tak bisa jadi miskin, tapi aku harus menghemat sebelum mendapatkan lelaki baru,” pikir Sylvia sambil menggoyang-goyangkan kakinya.ia terus saja berpikir sampai akhirnya teringat akan seorang teman lamanya yang mencari rumah untuk disewa oleh rekan bisnisnya. Wanita itu pun langsung menghubungi teman lamanya da
Pelan-pelan mata Ian pun mulai berair, semakin lama ia semakin tidak tahan melihat pemandangan yang ada di depannya. Anak kecil itu jelas tahu apa yang terjadi, dalam peti mati itu pasti ayahnya, Rodgie. Yang tak dimengerti olehnya adalah kenapa hal ini bisa terjadi pada ayahnya.Ian terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. ApakahRodgie melakukan perbuatan yang lain hingga membuatnya harus menjalani hukuman mati. Namun Ian tidak percaya kalau hal ini benar-benar dilakukan oleh ayahnya, karena selama ini Rodgie dinilai sebagai sosok yang ayah yang baik di matanya. Apapun yang dilakukan oleh Rodgie adalah untuk kepentingan keluarga, bukan kesenangannya sendiri.Nicko yang melihat keadaan Ian pun langsung berjongkok menjajarinya, merangkul pundak anak itu dengan lembut.“Ian, Ayah dan Ibu ikut bersedih atas apa yang menimpamu. Kami berdua juga ikut kehilangan Rodgie,” ucapnya sambil mengelus kepala anak itu.Sama halnya dengan Josephine, perempuan berambut pirang ini pun juga merasa k