Enrique tampak menyibakkan rambutnya ke belakang, ia memastikan apa yang baru saja ia dengar.“Tuan Muda mengatakan kalau aku baru saja membicarakan anaknya? Ah tidak mungkin ini pasti bercanda,” pikirnya.Lelaki bertubuh atletis ini pun berdehem untuk mengatur ritme suaranya dan juga menetralisir keterkejutannya. Ia harus memastikan kalau apa yang ia dengar hanya sebuah candaan.“Maaf Tuan Muda, saya bukan membicarakan putra Anda. Saya bicara mengenai Ian, peserta termuda di sini. Dia anak seorang kriminal yang harus segera dijauhi. Anda adalah seorang yang hebat, mana mungkin memiliki seorang anak seperti dia?” balas Enrique Ramos.Nicko membuang muka ia muak melihat wajah Enrique yang terlihat begitu tak bersalah padahal sudah menyinggungg perasaannya dengan sangat dalam.“Kau kira aku sedang bercanda dengan ucapanku? Ian memang anakku, kau mau apa?” balas Nicko.Enrique diam, ia tak berani menatap mata hazel Nicko. Bagaimana mungkin Nicko mengatakan hal itu dengan sebegitu yakin.
Enrique tersedak begitu mendengarkan ucapan Nicko barusan. Memang benar mirip atau tidaknya Ian dengan Nicko memang bukan urusannya.Apa yang dilakukan oleh Enrique tadi semata-mata untuk melindungi para peserta perkemahan, terutama putra Tuan Muda. Saat ia menerima pekerjaan itu, Nicko sempat memintanya untuk mendukung putranya dan menjaganya.Saat itu Nicko sempat mengucapkan siapa nama putranya, tapi sepertinya Enrique tidak mengingatnya. Enrique hanya mengingat nama belakang Lloyd saja. Sebenarnya Ian menyandang nama Lloyd di namanya, tapi bodohnya Enrique tidak menanyakan siapa nama anak yang disebut sebagai anak pembunuh itu.“Tuan Muda, yang saya lakukan adalah untuk memberi perlindungan pada putra Anda. Bukankah putra Anda mengikuti perkemahan ini? saya tentunya tak ingin anak anda mendapat masalah dengan kedatangan anak pembunuh ini,” Enrique masih berusaha untuk membela diri dan menyatakan kalau dirinya telah melakukan hal yang benar.Nicko kembali memaki.“Cih! Apa-apaan ka
Lutut Enrique benar-benar lemas begitu mendengar ucapan Nicko barusan. Kali ini jantungnya berdegup lebih kencang dan membuatnya merasa tidak nyaman.Sejak tadi ia mempertanyakan nasibnya sendiri. Apakah mungkin ini akan berimbas dengan kehidupannya sebagai seorang profesional di bidang olahraga, mengingat selama ini ia mendapatkan dukungan penuh dari grup Lloyd.Kini ia mencoba untuk mencari cara agar bisa mendapatkan pengampunan dari Nicko.“Tuan Muda ngg aku … yah aku tengah dipermainkan oleh anak-anak itu. Aku tak menyelidiki dulu dan membuat keputusan secara sepihak. Ayolah Tuan, ini hanya sebuah salah paham saja,” Enrique mencoba menjelaskan.Namun ternyata hal ini malah membuat Nicko tertawa.“Salah paham katamu? Kau tahu apa akibat dari perbuatanmu? Gara-gara kau putraku sampai harus ketakutan dan kehilangan mimpinya untuk menjadi seorang pemain bola sepertimu. Huh aku benar-benar tak menyangka kalau kau telah melakukan hal seburuk ini padahal kau terkenal sebagai seseorang ya
Enrique yang tersungkur pun bangkit, kemudian ia melirik ke arah anak kecil yang ada di samping Nicko. Kali ia berjongkok mensejajarkan tinggi badan dengan Ian dan mulai mengarahkan tangannya ke kepala Ian hendak mengusap rambutnya. Namun anak itu malah sembunyi di balik punggung ayahnya.Enrique menghela napas panjang dan mencoba untuk menahan diri agar tidak emosi. Ia harus bisa bersabar untuk mendapatkan simpati dari Nicko.Tak ada hal yang luput dari perjuangan. Ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan hasil. Tak ada yang instan di dunia ini, semuanya butuh proses.“Ian, kau tak usah takut. Kau bisa memanggilku Paman. Aku akan mengajarimu bermain bola secara privat, jadi kau akan lebih fokus,” kata Enrique mencoba untuk memberi semangat pada Ian.Ian yang berada di balik punggung ayah angkatnya pun menggeleng.“Tidak aku tidak mau lagi bermain sepak bola. Aku benci olahraga ini, aku tidak lagi mengagumi Enrique Ramos!” teriak Ian lantang.Nicko yang mendengar teriakan anak i
Kehidupan Dominique berubah drastis. Kesalahan yang ia perbuat telah membawanya pada kehidupan baru dibalik jeruji besi. Harta yang telah dikumpulkan dengan susah payah harus disita untuk membayar tunggakan pajaknya, ditambah lagi kehidupan istrinya yang begitu boros membuat Dominique harus berhutang.Sayangnya sang istri sama sekali tak peduli dengan keadaan Dominique. Selama lelaki itu di penjara, tak seorang pun datang menngunjungi atau menanyakan kabarnya.Seringkali Dominique bergumam sendirian di dalam selnya. Teman sekamarnya seorang lelaki paruh baya seringkali memergokinya mengeluh.“Apa kau memikirkan istri dan anakmu yang belum juga mengunjungimu?” tanya Sam, teman sekamar Dominique yang mendapatkan hukuman tiga puluh tahun penjara karena kasus pembakaran dan pembunuhan.Dominique menghela napas panjang dan akhirnya mengangguk.“Hmm, apa istrimu masih muda?” tanya Sam.Dominique mengangguk lagi, ia tak mau terlalu banyak bicara dengan orang asing. Lebih tepatnya orang yang
“Ayah, maafkan aku karena aku tidak bisa melanjutkan program ini,” Ian memulai pembicaraan saat mereka berada di mobil menuju villa.“Tenang saja sayang. Tak masalah jika kau berhenti dari program ini, yang terpenting bagi kami berdua adalah kebahagiaanmu,” jawab Nicko.Josephine pun ikut tersenyum sambil memandang Ian yang duduk di bangku belangang mobil. Perempuan berambut pirang ini pun mulai membuat anaknya tenang. Bahkan ketika mereka tiba di villa pun Jo masih tetap merangkul Ian.Nicko dan Josephine tidak mengajaknya ke dalam unit villa mereka, melainkan ke kawasan helipad. Kedua mata Ian pun terkejut saat mendapatkan beberapa anggota kelompok jubah hitam berdiri di sana dan menunggu mereka bertiga.Ian yang melihat itu tentu berpikir kalau ia akan kembali ke Westcoast Town bersama kedua orang tuanya.“Kenapa ada mereka di sini? Apa ada hal buruk yang terjadi?” Ian bertanya dalam hati.“Ah ya aku ingat, dulu waktu aku diajak kemari, ayah dan ibu berlibur di sini karena menemani
Ian melirik ayah dan Ibunya yang duduk mengapitnya di dalam helikopter. Ini adalah pengalaman pertama untuknya menggunakan moda transportasi heli. Sebagai anak-anak seharusnya ia senang dengan pengalaman pertamanya ini.Saat melihat ke bawah, Ian mendapati pemandangan yang sangat indah. Pulau zambrud yang menjadi destinasi liburan mereka semakin lama semakin terlihat mengecil. Makin lama pulau makin tertutup oleh awan dan menyisakan bongkahan hijau yang seperti permata.Seharusnya Ian begitu menikmati pemandangan indah di bawahnya, tapi ia sama sekali tak bisa menikmatinya. Semenjak berada di pesawat, anak kecil itu tak bicara sama sekali. Ia lebih berkonsentrasi pada perasaannya yang tak nyaman saat ini.Sampai saat ini jantung Ian berdetak lebih kencang. Sesekali anak kecil ini merubah posisi duduknya, kadang miring ke kanan, kadang meluruskan kaki lalu kembali lagi miring ke kiri. Keadaan Ian yang seperti ini tentu saja membuat Josephine dan Nicko khawatir. Pasangan suami istri itu
Sylvia yang berada dalam gendongan Enrique pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang lelaki yang bersamanya. Ia tampak semakin bermanja dengan kekasih mudanya itu.Pemandangan seperti ini memang begitu menarik untuk diabadikan oleh pengunjung bandara. Namun pasangan yang sedang kasmaran ini sama sekali tidak mempedulikan apa yang terjadi pada mereka. Mereka tetap saja menunjukkan kemesraan mereka di depan umum dan membuat beberapa orang tampak muak.“Sayang, sudah turunkan aku. Aku sangat malu,” pinta Sylvia tapi belum juga melepaskan kedua tangannya yang dikalungkan pada leher Enrique.Enrique tak mengubris permintaan wanitanya. Ia justru memerintah porter untuk terus jalan dan membawanya ke mobil. Porter yang ia sewa merangkap sebagai supir yang bertugas mengantar mereka ke hotel dan berkeliling.“Hei cepat jalan kau lihat apa? Memangnya kenapa kalau aku menggendong kekasihku. Dia capek selama perjalanan untuk menemuiku di sini!” bentak Enrique pada porter yang sempat memperhatika