Sebenarnya Jo malas sekali untuk menemui Ibu dan keluarga Brighton yang tengah menunggu di Lobby. Namun ia sudah terlanjur berjanji untuk menjamu mereka makan siang.
Perempuan ini begitu kecewa akan reaksi suaminya pagi tadi. Bisa-bisanya Nicko tidak mencegahnya. Bahkan meski ia memancing sang suami namun laki-laki itu sama sekali bergeming.Bahkan saat mengantaranya bekerja pun sang suami tak membahas rencananya dengan sang Ibu. Laki-laki itu justru mendendangkan tembang lawas dari Rolling Stone ketimbang berbicara dengannya."Menyebalkan," dengusnya.Ponsel Jo kembali membunyikan notifikasi. Itu dari Ibunya Daisy, yang mengabarkan tentang kehadirannya. Sekali lagi, sang Ibu masih menyanjung Nate yang datang dengan hadiah untuknya.Dengan sedikit malas dan tak memeperbaiki penampilannya, Jo pun menuju ke bawah dan menemui tamunya.***Perempuan itu melangkah dengan malas-malasan menuju lobby. KembalKeluarga Brighton dan Daisy sengaja memilih hidangan mewah yang ada di hotel Emerald. Bahkan mereka pun tak segan memesan makanan untuk dibawa pulang."Huh, katanya orang kaya, tapi kenapa kelakuannya memalukan sekali," batin Jo.Kemudian ia mengingat akan bunga mawar pemberian Nate. Ukuran bunganya standar, tidak gemuk seperti mawar Belgia, pasti itu bunga biasa yang ada di pasar bunga," pikir Jo lagi."Hmm kau hebat sekali ya Jo, sudah bisa menjadi General Manager di hotel yang mewah seperti ini," kata Ellen sambil memperhatikan keadaan hotel Emerald."Ya, aku bersyukur mendapat kesempatan dari Bos Richmond untuk memimpin hotel ini," kata Jo."Itu sungguh luar biasa, mengingat usiamu yang masih muda," tambah Nyonya Brighton."Tak salah kan Bu, jika aku memilih Josephine untuk menjadi seorang pendamping, dia tak hanya cantik, tapi juga cerdas," Nate yang sedari tadi diam Ikut-ikutan memuji, dan membuat Jo
Tiba-tiba saja Jo merasa tidak enak dengan pembicaraan antara Ibunya dan juga Ellen Brighton. Perempuan muda ini merasa ada suatu kejanggalan di sana. Ia pun memutuskan untuk memperhatikan pembicaraan mereka lebih lanjut."Tentu saja kau bisa mencicilnya. Ini berlian langka, sahabat para wanita terhormat seperti kita," tambah Ellen dengan bangga.Wanita sosialita itu pun mengambil tas nya dan mengambil sesuatu di sana. Sebuah kalung liontin gaya raindrops dari berlian diambilnya, lalu memamerkan pada Daisy."Kau lihat ini, yang ini harganya mencapai satu miliar. Memang mahal, tapi kau bisa juga memilikinya dengan cara mencicilnya jika mau."Daisy mengusap perhiasan mewah itu dengan lembut. Ia membayangkan bagaimana dirinya akan tampil sempurna dan mengagumkan jika memiliki benda itu.Menyesal sekali ia memiliki menantu seperti Nicko yang tidak bisa memberikannya apa-apa. Jangankan membeli untuk dirinya, membelikan kebu
Melihat nama itu, otomatis Jo harus segera merespons, karena ia tahu jika Tuan Evans menelepon, itu pasti ada kaitannya dengan pekerjaan. Perempuan itu pun berpamitan dan minta undur diri sejenak."Permisi, saya mohon ijin untuk menera telepon, " kata Josephine dengan sopan. Dalam hati perempuan ini merada lega karena tak harus berlama-lama dengan mereka.***"Nyonya Windsor, bisakah Anda menemui saya di ruang konferensi sebentar, ada yang perlu saya bicarakan!" pinta Tuan Evans."Mmm Anda sudah berada di ruang konferensi, Tuan?" tanya Josephine mencoba untuk meyakinkan."Tentu Nyonya, ini penting," jawab Raymond Evans.Wakil direktur Richmond itu pun menutup panggilannya dan menunggu kehadiran istri Bosnya.Sambil menggeleng ia pun bergumam, "Ada saja ide dari Tuan Muda. Benar-benar pribadi yang unik."Atas nama kesopanan, Josephine pun kembali pada tamu-tamunya dan mengangguk. Meminta i
Tentu saja apa yang disampaikan oleh pelayan itu membuat Daisy naik pitam. Wajahnya serasa tercoreng sebagai seorang wanita yang gila akan kehormatan, terlebih saat berupaya untuk mencari muka di depan keluarga Brighton."Aku ini mendapat undangan dari putriku, tentu saja berhak mendapatkan fasilitas mewah dari hotel ini!" Daisy bersikeras, enggan membayar tagihan makan siang di hotel Emerald."Lagi pula kau siapa, hanya pelayan bergaji rendah. Berani-beraninya kau datang dan menyodorkan tagihan padaku!" tambah mertua Nicko."Maaf Nyonya, saya diperintahkan oleh supervisor saya, karena beliau melihat gerak-gerik Anda yang mengisyaratkan untuk bersiap-siap pergi," jelas si pelayan.Tentu saja ini bukan murni dari supervisornya, tapi ada orang lain yang memerintah. Seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi tentunya, atau mungkin yang memiliki kekuasaan absolut.***Sementara di ruang konferensi...
Kekecewaan jelas terpancar di wajah Daisy saat Ellen meninggalkannya bersama tagihan senilai hampir tiga ratus ribu dollar. Jumlah yang sungguh fantastis untuk jamuan makan siang empat orang.Awalnya ia berharap kalau Ellen Brighton akan mengambil inisiatif untuk mengambil alih tagihannya. Namun ia harus menerima kenyataan kalau wanita itu meninggalkannya."Bagaimana Nyonya? anda ingin membayarnya dengan uang cash atau card?" pelayan itu bertanya lagi."Huh, kau serius menyuruhku untuk membayar ini semua?" tanya Daisy sekali lagi.Tentu saja ia terkejut dengan ini semua, apalagi dalam dompetnya hanya tersisa uang tunai untuk ongkos taxi saja. Wanita itu pun mencoba memutar otak untuk mencari alasan agar tak perlu membayar tagihan itu.Memang kartu ATM berisi tiga ratus juta ada dalam dompetnya, tapi rasanya sayang untuk ia pakai. Ia lebih memilih cara lain untuk bisa mengambil hati pelayan di depannya."Mm
Dua jam sebelum kunjungan Daisy ke Hotel Emerald ....Pria bermata hazel itu memanggil orang kepercayaannya, Raymond Evans untuk datang ke ruangannya. Ia ingin wakil direktur itu membantu melancarkan misinya."Ada yang bisa kubantu Tuan Muda?" tanya Raymond Evans begitu pria itu dipersilakan untuk duduk."Begini Tuan Evans, aku ingin kau membantu masalahku.""Katakan Tuan Muda, saya dengan senang hati akan membantu Anda."Pria muda ini menghela napas panjang dan mengangguk sejenak. Kemudian memasang mimik wajah yang serius pada Tuan Evans."Siang ini mertuaku akan datang ke hotel Emerald bersama temannya. Aku ingin kau menggagalkan rencana mereka dengan Josephine," kata Nicko.Raymond sedikit paham dengan apa yang terjadi pada kehidupan Tuan Mudanya. Bagaimana keluarga istrinya selalu bersikap tidak adil padanya. Dengan jelas ia melihat bagaimana Bos nya diperlakukan seperti seorang pelayan pa
Kali ini pemuda 25 tahun itu duduk di bangku belakang mobil mewah keluarga Lloyd. Ia datang bersama asisten pribadi ayahnya Kyle Brenan.Tak dapat dipungkiri kalau situasi hatinya sedang kacau lantaran hubungannya dengan sang istri yang sedikit kaku. Ia ingin mengalihkan perhatiannya kali ini dengan berkunjung ke Rumah Sakit untuk kaum miskin yang kemarin."Tuan Besar Lloyd pasti bangga akan noat baik Anda," kata Kyle yang duduk di sampingnya."Aku hanya ingin sedikit membagi keberuntunganku Kyle. Aku pernah berada di posisi yang sangat sulit seperti mereka," jawab Nicko."Itu sungguh luar biasa. Sejujurnya aku tak pernah mendengar Rumah Sakit itu sebelumnya Tuan Muda."Nicko menghela napas panjang dan menoleh ke arah Kyle, "Mungkin karena letaknya jauh di pinggiran kota hingga tak begitu banyak mendapat perhatian.""Bisa jadi Tuan."***Seorang wanita bertubuh tambun dengan hidun
Bukan hanya Victoria yang tampak gembira dengan pemberian Nicko, tapi juga relawan lainnya. Dengan adanya sumbangan itu, mereka bisa lebih mudah untuk memberikan pelayanan.Tak ada lagi pasien yang berbaring dengan kantong tidur, atau merasa kedinginan di saat musim dingin, karena selimut yang sudah tipis. Yang terpenting, mereka bisa membeli obat-obatan dan menyediakan gizi yang lebih baik untuk para pasien."Rumah Sakit ini begitu terberkati belakati belakangan ini. Kemarin seorang dokter terkenal memutuskan untuk menjadi relawan tetap di sini, dan sekarang kami mendapatkan banyak fasilitas dari Anda," kata Victoria yang masih tak dapat menyembunyikan kegembiraannya.Nicko hanya tersenyum mendengar jawaban wanita di hadapannya, "Baguslah kalau ada tenaga profesional yang ikut memberikan tenaga dan kepandaiannya di sini.""Ya, dan kau lah yang membuatku tergugah untuk melakukan ini," kata seseorang tiba-tiba yang melangkah dari ar