Iring-iringan mobil berwarna hitam tiba di depan bangunan bergaya kolonial dengan dominasi warna krem. Seharusnya iring-iringan ini tidak diperkenankan tanpa ada ijin dari pihak yang berwajib. Namun untuk pemilik mobil ini ada pengecualian. Siapa yang berani untuk melarang pimpinan kelompok jubah hitam beriring-iringan.
Suasana semakin menegang, kala pimpinan kelompok itu keluar dari mobilnya. Pria berambut merah itu langsung masuk menuju pintu utama, dan mendatangi resepsionis.
“Aku ingin menemui departemen yang mengurus masalah perceraian!” serunya pada wanita yang berprfesi sebagai resepsionis.
Wanita yang tadinya mengantuk lantaran bosan harus berjaga di depan itu pun langsung merubah sikapnya. Dari yang duduk dengan malas dan menyandarkan kepala pada tangan pun berdiri tegak dengan sikap sempurna.
Selama ini ia hanya mendengar cerita tentang kelompok jubah hitam dan keganasan mereka.
Chad melirik ke arah kekasihnya yang menyimpan ponsel dalam sakunya. Alisnya yang tebal terangkat satu dan menuntut penjelasan dari Cathy.“Apa yang dikatakan olehnya?”Wajah Catherine terlihat lebih cerah setelah menerima telepon dari Russell. Hal ini dianggap sebagai pertanda baik untuk kelangsungan hubungan sang adik dan suami.Mungkin ini adalah cara yang tepat untuk Catherine memperbaiki hubungan dengan Josephine, setelah dulu sempat menginginkan suaminya.“Russell sudah berhasil mengurus administrasi perceraian Josephine, dan ia sudah mengantongi dokumen untuk mempermainkan Gerald,” kata Catherine terdengar antusias.Lelaki yang tengah mengaduk minumannya itu hanya mengernyitkan alis, ia tampak curiga dengan Russell yang memiliki akses kemana saja. Pikirannya pun melayang mencoba mengingat-ingat siapa sebenarnya Russell.“C
Russell mengusap kedua matanya. Sinar matahari menembus jendela dan menyinari wajahnya.“Huh, jam berapa sekarang?” tanyanya dalam hati kemudian menyentuh sisi samping ranjangnya.“Raina?” tanyanya saat mendapati sisi samping tempat tidurnya kosong.Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menyusuri tempat tinggalnya yang minim perabotan. Pria berambut merah ini masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer yang minim dan ketat.“Raina, kau ada dimana?” panggil Russell karena tidak mendapatkan gadisnya ada di sisi tempat tidurnya.Semalam mereka melewatkan waktu bersama entah berapa kali mereka bercengkerama, saling bertukar keringat di atas ranjang. Raina benar-benar membuatnya kewalahan, tapi ia sangat menyukainya.“Huft disini kau rupanya,” tegur Russell begitu mendapati kekasihnya teng
Raymond Evans memegangi kepala dan punggungnya. Sesekali ia terbentur lantaran permukaan jalan yang tidak mulus. Lelaki ini mencoba untuk berpikir dimana dirinya akan dibawa.“Huh, kenapa mereka melakukan ini padaku ya?” Raymond bertanya pada dirinya sediri.Kemudian mobil yang membawanya pun berhenti secara mendadak, dan lagi-lagi kepalanya terbentur. Cukup lama ia berada dalam bagasi, sirkulasi udara yang sangat buruk membuatnya lemas hingga akhirnya pria bermata biru ini tak sadarkan diri.Iring-iringan mobil milik kawanan jubah hitam ini pun berhenti di sebuah bangunan peristirahatan yang sengaja disewa oleh mereka untuk melakukan eksekusi pada Raymond.“Keluarkan dia!” perintah Russell ketika berhenti di villa sewaan mereka.Mereka pun mendapati wakil direktur memejamkan mata dalam bagasi belakang. Salah seorang dari mereka pun diminta untuk memeriksa
Raymond menggelengkan kepala, ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apa benar Tuan Muda berada di dalam penjara distrik C. jika itu benar terjadi, tentu Raymond Evans adalah pribadi yang sangat buruk sekali.Ia ingat betul apa yang dilakukan oleh Tuan Muda selama ini padanya. Bagaimana bisa ia gelap mata dan membuat orang yang sangat berjasa pada hidupnya mendapatkan kemalangan.Bugh!Russell kembali melayangkan pukulan padanya.“Am … ampuni saya!” Raymond Evans menghiba.Namun hal itu sama sekali tak didengar oleh Russell. Lelaki berambut merah ini justru melirik ke anak buahnya dan memerintahka mereka untuk menghinakan Raymond lebih parah lagi.“Besok kita akan membawanya pada Tuan Muda, dan biarkan dia mengakui perbuatannya. Untuk malam ini, ikat tubuhnya dan kunci pintu. Jangan lupa untuk memberinya makan sel
Rahang Jo terlihat mengeras saat dirinya berada di depan cermin sambil mencoba gaun pengantin yang dipilihkan oleh pelayan butik. Gaun itu tampak menempel sempurna pada tubuhnya yang ramping.Dua tahun lalu ia sempat berada disini dan mencari gaun untuk pernihkahan dengan Gerald. Saat itu hatinya berbunga-bunga, tapi tidak untuk kali ini, ia kehilangan antusiasmenya. Beruntung tak ada karyawan yang mengingatnya.Jo hanya bersikap pasrah kali ini, ia tak mau menilai gaun yang melekat pada tubuhnya. Apapun yang diberikan oleh Gerald tak pernah menarik di matanya. Meskipun sempat ia terperangah akan mawar Juliet yang diberikan kemarin, tapi itu hanya beberapa detik saja.“Anda semakin cantik ketika mengenakan gaun ini Nona,” puji pelayan yang membantunya.Josephine hanya mengangguk, ia masih terlihat kaku, dan jantungnya terus menerus berdegup kencang hingga menimbulkan persepsi yang berbeda
Pasangan muda itu belum juga beranjak dari butik bridal. Calon mempelai wanita masih berdiri di sana dan terpaku sementara calon mempelai pria tersenyum kemudian melambaikan tangan pada para penjaga toko yang tadi melayaninya.“Dua hari,” kembali calon mempelai wanita mencerna ucapan pasangannya barusan. Berharap agar apa yang barusan didengar olehnya adalah suatu kesalahan, atau mungkin telinganya mengalami gangguan pada indera pendengarannya.“Ayo,” lelaki itu mengamit lengan pasangannya mengajak untuk bergegas meninggalkan butik.“Kita harus bertemu dengan pihak make up artist. Kau ingin tampil cantik saat hari istimewa kita kan, Sayang?” bisik Gerald sambil menyentuh rambut Jo, bukan menyentuh lebih tepatnya ia sedikit menarik rambut panjang nan pirang itu.Masih menyimpan rasa dongkol, Jo pun mengikuti langkah kaki Gerald menuju mobil sport mewahnya, dan duduk
Russell meletakkan ponselnya dengan kasar begitu mendapatkan pesan dari Raina yang menjadi perpanjangan tangan antara dia dan Catherine. Tak hentinya lelaki bertubuh kekar ini memaki pasca membaca pesan itu.“Gila! Ini benar-benar gila!” maki Russell.Kulit wajahnya semakin memerah dan memperlihatkan gurat-gurat yang makin mempertegas wibawanya. Sepertinya siapapun yang melihat ekspresi wajah Russell kali ini akan merasa ngeri melihat wajahnya, mungkin juga kelompok jubah hitam tak berani untuk menatap matanya.“Siapa yang gila Bos?” tanya salah seorang anak buahnya.“Huh! Keluarkan bajingan itu dan bawa ke mobil, ikat dia seperti layaknya kita membawanya kemari!” perintah Russell.Semuanya tahu siapa yang dimaksud oleh pimpinan mereka. Tak ada yang berani untuk bertanya, mereka pun langsung ke ruang tempat Raymond Evans disekap.
Jo masih sedikit mengantuk, walaupun langit sudah mulai terang. Entah jam berapa ia baru bisa memejamkan mata. Sejak semalam ia tak mampu untuk memejamkan kedua mata lantaran selalu gelisah memikirkan statusnya yang akan berubah besok menjadi istri dari Gerald Jones.“Huh, apa ini benar akan terjadi. Aku tak bisa melakukannya,” runtuk Jo yang tanpa sadar mulai mengeluarkan air mata kembali.Perempuan berambut pirang itu pun terbangun dan kembali memikirkan apa yang bisa dilakukannya agar terhindar dari hidup bersama dengan Gerald. Jo terus saja berdiri mondar-mandir mengitari kamarnya, berpikir untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk masalahnya.“Ayo Jo kau harus bisa berpikir. Ayo berpikirlah Jo,” ucapnya pada diri sendiri.Hingga akhirnya senyuman terkembang di wajah barbienya.“Bodoh! Kenapa aku tak mengingatnya dari tadi, bukankah Gerald sudah