Nicko menggerakkan lehernya ke kanan dan kiri begitu ia tiba di lapas distrik C. Sampai kini ia tak tahu kenapa dirinya harus berada di sini. Tak ada peradilan, tak ada identitas.
“Masuk!” seru salah seorang petugas mendorong Nicko untuk melangkah maju.
Salah satu dari mereka berani untuk bertindak kasar dengan memegangi kepala Nicko dari belakang. Sudah bukan rahasia lagi ketika seseorang tiba di lembaga permasyarakatan pasti akan emndapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Tidak hanya dari sipir penjara, tapi juga dari para penghuni lama yang dipimpin oleh narapidana terkuat.
Seorang sipir penjara langsung membawa Nicko menuju selnya. Sipir itu tak berkata apa-apa, tapi hanya menggiring Nicko pada blok dua, tempat narapidana yang telah selesai beradaptasi di blok satu. Lagi-lagi Nicko mengalami keanehan pada kasusnya kali ini. Bagaimana mungkin ia bisa mendapatkan perlakuan seperti ini.
Semua narapidana tampak berdiri dan berkumpul tampak berbisik-bisik satu sama lain, sementara Rodgie tampak mengitari Nicko yang berdiri sambil mendongakkan kepala. Pemuda itu sama sekali tidak takut dengan pria jagoan yang ada di hadapannya. Saat Rodgie mengambil tindakan, tak seorangpun berani untuk mendekat atau melawannya. Mereka semua memberikan kehormatan agar pimpinan narapidana ini mengeksekusi tahanan baru terlebih dahulu. Setelah sang pimpinan puas, barulah mereka mengambil tindakan. Melihat Nicko yang mendongak dan terkesan menantang, semuanya pun bertanya-tanya, bahkan tak jarang mereka berbisik-bisik mengatakan Nicko gila. Beberapa dari mereka ada juga yang membuang muka karena tak tega melihat kebengisan yang akan terjadi pada narapidana baru itu. Rodgie langsung melihat ke arah Steve yang tadinya membawa Nicko. Menjentikkan jari untuk meminta lelaki itu mendekat ke arahnya. “Ja
Jo keluar dari kantor polisi dengan langkah yang lesu. Pagi ini adalah hari keduanya untuk berkunjung menemui sang suami. Namun kenyataan yang didapat sang suami sudah pergi dan dipindahkan ke lapas distrik C. “Kenapa mendadak sekali, aku tak bisa jika harus berjauhan darimu Nick,” gumam Josephine kemudian mengambil kunci mobil dan nekad menyetir sendirian menuju distrik C, tak peduli akan kelelahan yang harus dihadapinya kali ini. “Berkendara tiga jam tak akan berarti apa-apa asal aku bisa bertemu dengan suamiku. Aku harus mendukung dan menunggunya,” kata Josephine ketika tiba di gerbang lapas. Ia menggerak-gerakkan jemarinya seperti gerakan memijat. Tangannya cukup lelah memegang kemudi sendirian, tapi itu harus dilakukan olehnya, demi mengetahui keadaan lelaki yang dicintainya. Perasaan Jo semakin tak menentu saat ia berjalan menyusuri lorong menuju ruangan tempat bertemu dengan tahanan. K
Nicko langsung mendatangi laki-laki yang tadinya ia tandai saat dirinya dikunjungi oleh Josephine. Amarah yang terpendam sudah sampai ke ubun-ubun. Suami mana yang akan diam saja saat mengetahui istrinya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang-orang sekitarnya. Tak peduli apa yang akan terjadi pada dirinya, lelaki bermata hazel itu pun langsung menuju kerumunan lelaki yang tadi melecehkan istrinya. Melihat Nicko menghampiri mereka, kelompok laki-laki itu pun langsung bertepuk tangan dan mendekat padanya. “Hmm coba lihat, siapa yang sedang berbahagia karena dikunjungi oleh istrinya yang cantik,” seru salah seorang dari mereka yang biasa dipanggil Tbone. “Tentu saja ia bahagia karena bisa menyentuh kulit lembut istrinya,” sindir rekannya yang lain. Tbone pun langsung mendekat ke arah Nicko dan merangkulnya. Beberapa saat lalu Tbone melakukan tindakan yang memalukan, menyentuh a
“Tuan Muda, apa kau baik-baik saja di sini?” tanya Russell ketika mendatangi Nicko di penjara. “Baik darimana, tinggal di sini benar-benar tidak menyenangkan. Aku tak bisa berjauhan dari istriku lama-lama,” kata Nicko yang kini terlihat lebih kurus. “Anda tampak lebih kurus kali ini, apa mereka tidak memperlakukan Anda dengan baik?” tanya Russell yang terlihat khawatir akan keadaan Tuan Mudanya. Selama di dala kurungan Nicko memang tak memiliki selera makan seperti saat dirinya bebas. Walau kehidupannya aman karena ada penjagaan dari Rodgie, tapi Nicko tetap tak dapat menikmati waktunya di sana. “Ayah dan Ibu tak tahu apa-apa tentang hal ini kan? Aku khawatir jika ayahku tahu tentang ini. Ini bisa berbahaya untuk kesehatannya,” kata Nicko mengungkapkan kekhawatirannya. Ayah Nicko sudah tak muda lagi, kondisi kesehatan pun sudah tak sebagus dulu. Tentunya Nicko mengkhawa
Jo terus memukul-mukul tubuh Gerald dengan kedua telapak tangan dan memandang sinis ke arahnya. “Lepaskan aku Gerald kau sunguh menjijikkan!” serunya merasa terganggu dengan sikap Gerald barusan. Namun bukan Gerald namanya jika menyerah begitu saja pada Josephine. Lelaki itu justru semakin terlihat liar dan semakin mendekat pada tubuh Jo, dan nyaris berdempetan. Jo langsung menutup wajahnya enggan melihat lelaki yang berdiri di hadapannya. Jika beberapa tahun lalu ia selalu bergetar saat berdekatan dengan Gerlad, tapi tidak kali ini. Getaran yang mampu membuat jantung Jo berdegup kencang adalah saat ia berduaan dengan sang suami. “Kau menikmati saat kita bertatapan seperti ini kan?” tanya Gerald sambil mencoba membuka tangan Jo yang menutupi wajah cantiknya. “Kau sudah mulai sombong sekarang?” tanya Gerald. “Sial kau Josephine!” pikir Gerald.
Gerald sempat berhenti melangkah dan menoleh ke arah Josephine yang masih mematung di depan mobilnya. Wajah istri Nicko itu masih terlihat pucat karena ancaman dari Gerald. Mata yang biasanya berbentuk almond tampak membulat.Sementara Gerald hanya berdiri sambil tersenyum penuh kemenangan. Tak lupa ia meniupkan ciuman ke arah Josephine yang tengah berdiri di sana sebelum akhirnya ia melambaikan tangan dan melangkah menuju mobil sport miliknya.Ucapan Gerald barusan mampu memporak-porandakan hatinya. Perasaannya kini campur aduk antara marah, sedih, takut dan juga kecewa.“Apa dia serius dengan ucapannya barusan? Tapi Nicko selalu berkata ia tidak apa-apa dan ada seorang tahanan seniora yang selalu melindunginya?” gumamnya sendirian.Tanpa disadari air mata Josephine pun jatuh, sedikit mengganggu riasan di matanya lantaran make up yang dipakainya bukan kelas atas. Jo tak bisa membayangkan
Raina langsung memerintahkan sekretarisnya untuk mengundang Russell beserta anak buahnya di kantor, tapi hanya Russell saja yang masuk ke ruang kerjanya. Pertemuan ini memang sengaja dilakukan di kantornya untuk menghindari kecurigaan dari orang-orang.Russell sudah yakin kalau mereka yang menjebak Nicko adalah orang-orang yang memang mengetahui siapa diri Niko yang sebenarnya. Tentang harta benda dan kedudukan baginya, sebab surat penangkapan yang ditujukan untuknya tertulis nama Nicholas Lloyd.“Ini rekaman suara Raymond Evans, baru saja ia mengakui kalau dirinya mendapat kepercayaan untuk mengurus semua investasi dan uang milik Nicko. Aku yakin dia yang telah mengirimkan investasi ke sembarang tempat. Namun aku sedikit curiga,” kata Raina setelah mengirimkan suara rekaman suara Raymond Evans.“Terima kasih Nona Rayes, ini benar-benar banyak membantu kami,” kata Russell.Pri
Dengan mata yang memerah, Nicko melirik ke arah Jo yang masih duduk di hadapannya sambil membuang muka. Ia tak mengerti apa maksud dari istrinya kali ini. Sebelumnya tidak pernah ada masalah apapun diantara mereka, tapi kenapa tiba-tiba.Nicko mengusap wajah dengan telapak tangannya. Keadaannya yang tak terurus makin melihat dirinya berantakan.“Kau tidak sedang bercanda kan Jo, ini pasti bohong kan?” tanya Nicko dengan berapi-api berharap agar kenyataan yang ada di hadapannya hanyalah sebuah bualan.Rasanya Josephine ingin menangis saat mendengar pernyataan Nicko barusan. Ingin ia mengatakan kalau hal itu benar-benar sebuah lelucon, tapi itu semua tidak mungkin untuk dilakukannya.“Kau kira aku sedang becanda? Cepat tanda tangani aku sudah muak denganmu!” seru Jo dengan nada bicara yang tidak lancar.Pemuda bermata hazel itu pun menyatukan alis tebalnya d