Sebenarnya Nicko sudah ada di balik dinding beberapa menit yang lalu. Ia hampir saja datang menemui sang istri, tapi saat itu tengah terjadi perdebatan diantara mereka.
"Kau! Bagaimana kau bisa berada di sini. Bukankah seharusnya kau berada dalam penjara dan membusuk di sana?" tanya Daisy sambil memukuli menantunya dengan kipas tangannya.Josephine yang melihat hal itu pun langsung menyorongkan kedua telapak tangannya ke depan agar Ibunya tidak bertindak lebih jauh."Ibu sudahlah, jangan lakukan hal ini. Ingat Bu kita sedang berada di rumah sakit, seharusnya kita bersikap tenang dan menjauhkan keributan!" seru Josephine."Ibu hanya tak mengira kalau lelaki ini kembali ke sini. Bukankah dia yang menyebabkan Ayahmu menderita. Coba kau lihat ini!" kata Daisy sambil melemparkan hasil pemeriksaan dan rincian biaya operasi untuk Edmund.Nicko mengambil kertas-kertas itu dan memperhatikan dengan seksama. Kemudian ia mengangguk, dan mBibir Daisy bergerak, tapi tak ada suara yang keluar. Sepertinya ia ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.Beberapa waktu yang lalu ia merasa menang karena melihat Nicko dibawa ke kantor polisi. Terlebih saat iparnya, Howard mengatakan kalau sebaiknya ia menggunakan pengaruh Polisi George untuk memproses tuntutannya."Pe ... Petugas George sedang dalam masa evaluasi?" tanyanya tak percaya."Ya, dia harus di evaluasi karena telah gegabah dalam menginterogasi seseorang, dan bersikap tidak profesional. Sepertinya petugas George lebih mementingkan urusan pribadinya, hingga ia tak bisa melihat kemungkinan lain yang timbul," balas Nicko dengan maksud menyindir ibu mertuanya.Mendengar ucapan menantunya, wanita paruh baya ini pun langsung merasa tersindir. Untuk menutupi rasa malu, ia pun mulai membahas tentang biaya yang dibutuhkan oleh Edmund. Namun tetap saja ia menyalahkan menantunya."Kau sudah lihat berapa
Damian mendengkus kesal mendengar pernyataan saudara sepupunya begitu tajam. Ucapan Jospehine benar-benar mengusik harga dirinya sebagai laki-laki.Walau sesungguhnya ia enggan jika harus dimintai bantuan materi untuk kesembuhan Pamannya, tapi medengar orang yang memberi sumbangan terbesar adalah Nicko, tentu saja ia merasa tersinggung. Ia harus mencari cara agar si lelaki benalu tak mendapatkan penghargaan apapun."Huh, jangan sombong ya, kau itu hanya mampu untuk memberikan Paman faslitas kamar kelas tiga, fasilitas yang sangat tidak pantas diterima oleh Paman Edmund, dan itu sebuah penghinaan bagi keluarga kami.Setidaknya jika tak mendapatkan kelas VIP, Paman sebaiknya mendapatkan kamar di kelas satu," kata Damian."Hei Damian, memangnya kenapa kalau di kelas tiga. Nicko sudah berbaik hati dan sudah seharusnya kau menghargai niat baiknya," balas Josephine."Huh, hanya berupa niat kan, bisa saja niat itu berubah, apalagi
Daisy sangat merasa tertolong dengan apa yang dilakukan oleh Damian. Ia pun tak canggung untuk memeluk keponakannya erat."Terima kasih Damian ... Terima kasih, ini sangat berarti bagi kondisi Pamanmu," kata Daisy."Sudahlah Bibi, ini tak seberapa. lebih baik kita melakukan sesuatu daripada hanya bicara. Mari bibi kuantar untuk ke ruang adinistrasi dan mengurus semua," kata Damian sambil menekuk lengannya agar Daisy bisa melingkarkan tangannya di sana."I ... Iya Damian, terima kasih."Mereka berdua pun berjalan dengan penuh kemenangan, sambil sesekali melirik ke arah Nicko dengan pandangan menghinakan."Kau memang sungguh lelaki yang bisa diandalkan," puji Daisy."Sudahlah bi, Paman kan keluargaku, sudah seharusnya aku mengambil sikap," kata Damian yang masih mencoba membuat Daisy semakin membenci Nicko.Tanpa sepengetahuan mereka berdua, Nicko telah menghubungi orang kepercayaannya untuk men
Melihat perubahan wajah pada sang istri membuat Nicko langsung merangkul pundaknya. Ia tak ingin istrinya salah paham atas maksudnya."Sayang, aku tak memaksamu untuk melakukan ini, aku hanya berpendapat. Jika menurutmu ini tak sesuai kau tak perlu melakukannya," kata Nicko.Josephine pun mengangguk, ia tahu kalau suaminya tak mungkin akan memaksanya melakukan hal ini. Sebagai seorang suami jelas saja ia akan cemburu kalau melihat istrinya dekat-dekat dengan laki-laki lain.Namun apa yang terjadi kali ini sepertinya beda. Josephine merasa sangat dilema. Di satu sisi ia ingin mencari jawaban atas kecelakaan sang ayah, tapi di sisi lain ia risih jika harus berdekatan dengan Adrian."Hmm bagaimana ya?" pikir Josephine."Jo kurasa kau harus melakukan apa yang dikatakan oleh Nicko," balas Catherine."Ta ... Tapi? Jika aku melakukan hal ini, apa nanti dia tak akan salah paham?" tanya Josephine."Itu
Damian tersenyum lega saat ia mendapati kenyataan kalau tagihan rumah sakit sudah terbayarkan. Pemuda ini merasa beruntung karena tak jadi mengeluarkan uang untuk pengobatan Pamannya."Hmm kalau orang baik memang selalu mendapatkan kebaikan," gumamnya saat menunggui bibinya menandatangani surat persetujuan tindakan pada Paman Edmund.Damian juga tak ingin mencari tahu siapa yang telah berbaik hati membayar deposti rumah sakit untuk Pamannya. Sangat berbeda dengan Daisy yang terus saja mempertanyakan. Bahkan saat sang Bibi telah selesai menandatangani surat pernyataan."Damian, kira-kira siapa yang melakukan ini ya?" tanya Daisy yang masih penasaran."Hmm entahlah mungkin dari asuransi kesehatan Paman," jawab Damian asal."Itu tidak mungkin, pamanmu sudah lama terputus asuransinya karena tak pernah lagi membayar iuran," jawab Daisy.Damian pun mengangguk. Ia tak heran kalau Pamannya yang tak bisa bekerja it
Nicko mengajak kakak iparnya untuk menjauh dari Josephine. Mereka harus bersembunyi agar sandiwara berjalan lancar.Benar dugaan mereka, baru saja mencapai balik dinding, mereka berdua sudah melihat sosok Adrian. Lelaki itu melangkah dengan gayanya yang mentereng dan sok bersikap ksatria.Nicko yang mengintip dari kejauhan pun merasa muak melihat lelaki itu datang sambil membawa buket bunga Lily. Dalam hati, Nicko sangat yakin kalau lelaki itu pasti mencoba merayu istrinya.Catherine yang ikut bersembunyi pun menyentuh pundak adik iparnya lembut. Perempuan itu kembali mengingatkan Nicko kalau ini semua adalah sandiwara belaka."Jangan diambil hati, Jo pasti hanya berpura-pura," kata Catherine mencoba mengingatkan.***"Ini untukmu Jo, semoga bunga yang cantik ini bisa memperindah moodmu," kata Adrian mencoba beramah tamah dengan Jo.Pemuda itu melihat ke sekeliling dan mendapati di sekeliling
"Ka ... Kau serius dengan permintaanmu?" tanya Adrian."Ya, aku serius. Atau kau mungkin keberatan untuk menemaniku di sini. Ya sudah kalau begitu, kau pergi saja dan jangan pedulikan aku," balas Josephine berpura-pura merajuk.Adrian yang melihat perubahan raut wajah Josephine jelas-jelas takut kalau perempuan itu marah padanya. Ini adalah kesempatan yang sudah lama dinanti-nantikan oleh Adrian. Ia pun mencoba merayu Jo untuk tidak marah kepadanya."Jo ... Janganlah kau marah. Aku tak pernah berkata kalau aku keberatan menemanimu. Kau tahu kan bagaimana aku menantikan kesempatan ini sejak lama?" tanya Adrian."Jangan salah paham ya. Aku hanya terkejut dengan permintaanmu. Tentu saja ini kejutan yang sangat menyenangkan," tambah Adrian diikuti anggukan Jo.Adrian jelas merasa penasaran karena saati itu hanya ada mereka berdua. Ia ingin tahu apa yang terjadi dengan Jo dan suaminya yang saat itu tidak ada di sana."
Daisy sengaja menahan Damian untuk melangkah ke depan ruangan Edmund. Saat itu, wanita yang mewariskan mata indah pada kedua putrinya itu tak sengaja melihat Josephine tengah bicara berdua saja dengan Adrian. Tentu saja wanita ini senang bukan kepalang saat melihat pemandangan itu."Sst! Tunggu saja di sini biarkan mereka menyeleaikan pembicaraan ini," kata Daisy mencegah keponakannya melangkah."Aku mengerti maksud Bibi, tapi ngomong-ngomong dimana si pecundang dan Catherine, kenapa mereka tak ada di sana?" tanya Damian yang sedikitmerasa aneh dengan apa yang ia lihat.Daisy mengangkat bahu menjawab pertanyaan Damian. Namun sesungguhnya ia tak peduli akan keberadaan si pecundang itu. Ia sudah cukup bahagia hari ini karena sudah ada yang membiayai operasi suaminya dan memberikan fasilitas VVIP. Ditambah lagi melihat putrinya sedang bercengkrama dengan Adrian."Sudahlah si pecundang itu tak berarti apa-apa bagi kami. Lebih b