"Huh, mana mungkin aku melakukannya Nyonya. Aku tak akan berbuat seperti itu pada keluarga calon istriku," kata Adrian sambil melirik ke arah Josephine.
Josephine sendiri berpura-pura mual mendengar ucapan Adrian. Ia pun langsung menggandeng tanga sang suami untuk masuk dan membiarkan orang tuanya terus memuji Adrian. Namun sayang, baru saja mereka melangkah, Daisy langsung mencegah."Kalian mau kemana?" tanya Daisy."Kami mau masuk Bu, bukankah kita sudah berada di rumah?" jawab Josephine."Kalian berdua lihatlah hadiah apa yang dibawa oleh Adrian. Mestinya kalian berdua ikut bergembira atas kedatangan hadiah ini," balas Daisy dengan maksud memerintahkan putrinya untuk menyambut Adrian dan melupakan suaminya.Niat jahat muncul kembali pada pikiran Daisy ba-tiba. Setelah ia mengetahui kalau villa nenek di atas namakan putrinya dan juga si menantu tak berguna."Hmm, dari segi manapun Adrian tetaplah menantuSeperti biasa, Nicko adalah orang yang bangun paling pagi di rumah keluarga Windsor. Kesempatan init tentu tak disia-siakan untuknya mengurus urusan Richmond sejenak. Ia akan memberikan beberapa instruksi yang harus dikerjakan oleh Raymond Evans sebagai perwakilan untuk dirinya."Hmm mumpung ingat, sepertinya aku harus menyiapkan hadiah mobil untuk istriku," gumamnya kemudian menuliskan memo untuk diberikan pada wakil direktur."Tuan EvansTolong kau siapkan mobil baru sebagai kendaraan istriku. Carikan dia Mercedes Benz keluaran terbaru dan atur kepemilikan atas namanya. Katakan saja ini adalah imbalan atas prestasi yang diraih selama menjadi General Manager Hotel Emerald," tulis Nicko pada salah satu memo untuk wakilnya.Sengaja Nicko mengaturnya sedemikian rupa agar sang istri sama sekali tak curiga padanya. Beberapa waktu sebelumnya, Jo sempat mecurigai Nicko lantaran hadiah mahal yang ia berikan untuk Nenek.Tanpa ia sada
Josephine segera melakah ke lobby setelah menerima panggilan dari Raymond Evans. Wakil Direktur Richmond itu mengatakan kalau ada seseorang yang menunggunya di lobby.Walau yang datang saat itu bukanlah Tuan Evans sendiri, tapi ia merasa segan jika harusmembiarkan tamunya menunggu."Siapapun yang diutus Tuan Evans pastilah orang yang penting. Aku tak boleh membuat tamuku kecewa. Siapa tahu yang datang berkunjung kali ini adalah Diektur Richmond sendiri, dan tentunya aku wajib untuk berterima kasih padanya," gumam Jo.Seorang wanita mua berperawakan ramping telah menunggunya di lobby. Wanita itu mengenakan seragam serba hitam, dan sama sekali tak ada hubungannya dengan Richmond. Tentunya ini menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi Josephie, tapi beberapa saat kemudian perempuan ini mencoba menepiskan semua prasangka."Ah mungkin saja itu rekanan Tuan Evans yang berniat untuk mengadakan acara di tempat ini," pikirnya mencoba untuk ber
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Edmund menyebabkan jalan harus ditutup sementara. Pihak ambulance dan kepolisian. Entah siapa yang melaporkan kejadian sehingga Edmund bisa mendapatkan pertolongan segera.Tubuh Edmund yang terjepit membua petugas sedikit kewalahan untuk mengeluarkannya. Sementara polisi pun tengah melakukan olah tempat kejadian. Kemudian mengangkut mobil sedan milik Edmund untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dua orang petugas tampak berbisik-bisik saat mobil itu diangkut. Sepertinya mereka tengah membicarakan keadaan mobil atau mungkin korban."Baru kali ini aku melihat pengemudi mobil mewah mengalami kecelakaan hingga begitu naas," komentar seorang petugas berkulit gelap pada rekannya yang berwajah Asia."Yah seharunya mobil seperti ini memiliki keamanan yang cukup tinggi, tapi, ini justru nyaris tak memiliki keamamnan yang memadai selain seatbelt. Bahkan bekas ban mobilnya saja nyaris tidak ada, seper
Daisy yang masih panik pun diantar ke Rumah Sakit oleh rekan-rekannya. Mereka jugala yang menghubungi Josephine dan uga Catherine untuk segera datang ke rumah sakit.Ibu dua anak ini tak berhenti untuk menangis meratapi nasibnya. Berulang kali rekan-rekannya mencoba untuk menghibur, tapi ternyata tidak berhasil.Seringkali ia mengeluhkan tentang mobil baru miliknya yang hancur. Sepertinya ia lebih menyayangkan keandaan mobil baru ketimbang suaminya sendiri yang mungkin saat ini sedang berjuang antara hidup dan mati.Kini Daisy berdiri di hadapan ruangan ICU, sesuai perkataan perawat kalau suaminya belum sadar. Daisy pun hanya bisa memperhatikan sang suami dari kaca."Suamiku kenapa kau bisa begini," ucapnya sambil terisak.Tak lama seorang wanita muda berpakaian serba putih pun datang mendekat pada Daisy. Dialah dokter Dolores Ryan, dokter keluarga Windsor. Dokter muda itu datang dengan petugas dari kepolisian.De
Sepeninggal kawan-kawan Daisy, dokter Dolores masih berusaha mendampingi. Ia mendengar berita kecelakaan Edmund dari administrasi Rumah Sakit.Merasa memiliki kedekatan dengan keluarga Windsor, ia pun merasa bertanggung jawab untuk mendampingi mereka. Walaupun apa yang dialami oleh Edmund bukanlah spesialisasinya."Nyonya Daisy Windsor, anda pasti bisa melewati ini semua. Tenang ya!" katanya disambut anggukan oleh Daisy.Melihat keadaan wanita di sampingnya sudah berangsur-angsur tenang, dokter Dolores pun akhirnya memberi kesempatan pada Polisi untuk bicara padanya."Nyonya Windsor, ada polisi yang datang untuk menemui Anda, mereka ingin bicara mengenai kecelakaan Tuan Edmund," katanya ramah.Daisy pun mengangguk mengiyakan. Mau tak mau, siap tidak siap ia perlu mengetahui apa yang terjadi pada suaminya. Berikut dengan keadaan mobil mewahnya saat ini."Bisa kita bicara sebentar Nyonya Windsor?" tanya sala
Masih dengan tatapan yang tajam, wanita paruh baya itu melihat ke arah menantunya. Napasnya tampak memburu dan kedua tangannya meremas roknya kuat-kuat. Kebencian terhadap sosok menantu semakin menjadi-jadi.Dulu kebencian yang dimiliki terhadap Nicko hanya karena dia miskin. Namun kali ini ia sangat benci karena sang menantu dianggap sebagai penyebab kecelakaan sang suami.Nicko tampak menggeleng, tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh sang mertua."A ... Apa maksud Ibu, aku sama sekali tidak mengerti," balas Nicko."Jangan pura-pura Nicko. Kau kan yang melepas air bag, mengganti ban mobil milik suamiku dengan ban yang sudah usang agar kecelakaan," tuduh Daisy kemudian berdiri dan mendekat ke arah menantunya."Mengganti ban dan melepas airbag? Apa mungkin Nicko melakukannya?" tanya Josephine yang ternyata malah membuat Daisy murka.Wanita itu pun berdiri berkacak pinggang di depan putrinya.
"Buat apa kau bertanya seperti itu padanya Jo? Tentu saja dia tak akan mengakui perbuatannya," tambah Daisy mencoba memanasi putrinya.Jo bergeming tak mempedulikan perkataan Ibunya. Ia ingin mendengar pernyataan dari suaminya sendiri.Nicko yang menyadari kecurigaan sang istri pun menatap wajahnya dalam-dalam. Kemudian menghela napas panjang dan bicara selembut mungkin."Jo, apa kau menuduh aku yang melakukan ini semua?" tanya Nicko.Lagi-lagi Daisy yang membenci menantunya pun tak memberi kesempatan putrinya menjawab pertanyaan suaminya. Ia terus saja mengompori sang putri agar tak mempercayai suaminya lagi."Tak usah kau dengarkan dia. Lelaki yang selama ini kau bela tentu saja tak suka dengan hadiah yang diberikan Adrian pada kami. Dia sangat iri karena tak memiliki kendaraan mewah seperti yang dimiliki oleh Ayahmu. Itulah yang dilakukan selagi masih ada kesempatan, ia melakukan sabotase kendaraan," seru Daisy mengompori.
Catherine melirik saudaranya yang hanya diam saat petugas Norton meminta Nicko untuk ke kantor polisi. Kakak Josephine itu tak yakin kalau Nicko melakukan itu dengan sengaja."Jo, kenapa kau diam saja, cegah suamimu dibawa," bisiknya."Hei Cathy kau ini kenapa biarkan saja laki-laki itu dibawa polisi dan membusuk di dalam penjara. Di sana adalah tempat yang sangat pantas untuknya," kelakar Daisy."Tapi Bu, itu semua belum bisa membuktikan kalau Nicko yang melakukan perbuatan yang Ibu tuduhkan," sergah Catherine.Dokter Dolores yang ada di sana pun memiliki pendapat yang sama dengan Catherine. Terlebih ia mengetahui rahasia tentang Nicko."Mana mungkin Nicko iri dengan mobil yang dimiliki oleh Edmund, jangankan satu mobil, seratus pun mampu ia beli dalam waktu singkat," batin dokter Dolores.Namun perempuan ini tak bisa bertindak lebih jauh dari sekedar membatin. Bukan wewenangnya untuk ikut campur dalam ma