Nicko mengemudikan mobilnya dengan didampingi oleh sang istri dan kakak iparnya. Seperti biasa Edmund dan Daisy enggan bergabung dengan mobil menantunya yang sudah bobrok saat ada mobil lain yang lebih layak.
Menantu yang tak dianggap oleh keluarga Windsor mengirimkan pesan pada istri dan kakak iparnya kalau tak bisa menjemput. Mereka yang baru saja pulang dengan menggunakan tadi pun tak sempat untuk berganti pakaian karena harus segera ke villa."Nick, apa benar yang dikatakan oleh Damian?" tanya sang istri sambil memperhatikan suaminya yang berkonsentrasi dengan kemudi."Kau akan tahu sendiri nanti," balas Nicko."Sayang, bukannya aku meragukanmu, tapi melihat keadaamu saat ini aku menyimpulkan kau cukup banyak membutuhkan uang. Jujurlah padaku sayang. Apa kau memang menjual villa itu?" tanya Josephine.Namun lagi-lagi Nicko bergeming. Ia tak memberi respons apapun terhadap pertanyaan sang istri. Sengaja membiarkan iAnggota keluarga Windsor tampak heran dengan kehadiran para pria berpakaian serba hitam. Mereka merasa asing dengan kedatangan orang-orang itu.Terlihat bagaimana pasangan suami istri Windsor saling berbisik. Mereka penasaran dengan siapa yang datang. Damian sendiri tampak beringsut melihat penampilan mereka."Apa kau lihat siapa yang datang?" bisik Daisy pada suaminya."Entahlah, aku tak mengenal mereka. Apa dia ada hubungannya dengan si tak berguna itu?" tambah Edmund.Mereka berdua pun saling berpandangan dan mengangkat bahu. Sebentar-sebentar mereka pun melirik ke arah rombongan yang baru datang itu. Namun sedetik kemudian mereka menundukkan kepala.Sepertinya pasangan Windsor takut akan kehadiran orang-orang itu. Wajah mereka sama sekali tak bersahabat, tak ada senyum sama sekali.Nicko yang ada di situ pun langsung menyalami si pemilik rambut merah yang memimpin rombongan. Juga pria ber jas abu-abu y
Merasa terhina oleh ucapan menantu parasit keluarga Windsor, Damian pun langsung mendekati suami sepupunya. Kedua tangannya mendorong tubuh lelaki itu hingga ia mundur dua langkah.Lelaki yang tingginya hampir sama dengan Nicko itu pun mengacungkan telunjuknya di hadapan Nicko. Russell, si pria berambut merah yang ada di dalam melirik kejadian itu dan hampir berdiri. Namun Nicko mengedipkan mata untuk mengabarkan kalau ia bisa mengatasi masalah ini, dan memintanya untuk fokus pada tugasnya."Jangan kau kira kau sudah menang ya. Ingat kau sama sekali tak memiliki hak untuk villa yang diberikan oleh Nenek. Ayahku jauh lebih berhak daripada orang sepertimu."Nicko hanya menyeringai mendengar ucapan Damian. Kemudian perlahan membalikkan ucapan lelaki itu."Menang? Apa maksdumu dengan menang? Apa kita sedang melakukan sebuah perlombaan?" tanya Nicko berpura-pura bodoh."Jangan pura-pura tidak mengerti. Kau sengaja memanggil
Namun si pemilik rambut merah ini tetap tak peduli. Ia justru melanjutkan pembicaraannya dengan Nicko yang digadang sebagai pemilik villa mewah ini."Kami tidak menginginkan bangunan ini, kami akan menggunakannya sebagai tempat latihan menembak," sahut Russell yang membuat orang-orang yang ada di sana bergidik ngeri.Hampir saja Nicko tertawa begitu melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Damian. Ternyata laki-laki ini sepengecut itu, baru mendengar tempat latihan tembak saja sudah memucat."Sial! Siapa orang-orang ini. Kenapa mereka berniat menghancurkan tempat ini dan menjadikan sarana latihan menembak. Apakah mereka tergolong mafia?" pikir Damian."Jadi tempat ini akan menjadi sarana latihan tembak?" Nicko mengulangi pernyataan Russell."Benar Tuan, bisa kita selesaikan transaksinya sekarang? Aku tak memiliki banyak waktu lagi. Besok aku akan segera mengirim ekskavator untuk menghancurkan villa ini," tambah Russell.
Perlahan, istri dari Nicholas mendatangi saudara sepupunya. Jemari lentiknya langsung mendorong sosok Damian."Katakan apa maksudmu dengan mengatakan villa ini sudah dijual oleh suamiku?" tanya Josephine tajam.Mendengar pernyataan dari putrinya, Daisy pun langsung berhenti memukuli Russell yang perkasa. Ia mulai berpaling ke arah suaminya, dan saling pandang.Sepertinya pasangan suami istri itu telah menyadari ada kejanggalan pada peristiwa kali ini. Rahang mereka berdua tampak mengeras kemudian menatap ke arah Damian."Sekali lagi, jelaskan pada kami apa maksud dari ucapanmu? Apa kau bermaksud untuk mengadu domba kami?" tanya Josephine dengan kedua mata yang menyala menatap sepupunya.Damian yang ada di sana hanya bisa diam dan memalingkan wajah. Ia tak tahu harus berkata apa lagi.Sementara Nicko, ia berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Kemudian ia saling melirik dengan Russell. Diam-diam pemuda itu pun m
Beberapa jam lalu,Tuan Muda Lloyd langsung menghubungi Russell dan anak muahnya melalui pesan teks secara diam-diam. Ia tak terima dengan sikap sang mertua yang dengan seenaknya menuduh.Terlebih lagi itu semua atas provokasi dari saudara sepupu sang istri. Tak ada jalan lain banginya untuk menjadikan tuduhan ini menjadi bumerang untuk Damian."Aku mau kalian datang ke villa pemberian Nenek Istriku. Minta tolong petugas bank untuk ikut pada kalian dan membawa donkumen yang tadi kutitipkan. Gunakan pengaruh yang kau punya!" perintah Nicko melalui layanan pesan."Baik Tuan Muda, lalu apa yang harus kami lakukan?""Berpura-puralah untuk menjadi pembeli, dan katakan kalau villa itu akan kalian hancurkan. Kita harus atur sandiwara ini serapi mungkin. Aku ingin agar mereka semua menyadari akal bulus dari sepupu istriku," tulis Nicko."Baik Tuan Muda. Serahkan semua pada kami!" balas Russell.Pria berambut
Dengan kasar Damian langsung melepaskan tangan Daisy dan berbalik ke arah Nicko. Kedua matanya tajam menatap, dan bersiap untuk menantang suami sepupunya.Dengan sikap yang dibuat segagah mungkin, pemuda ini pun mengacungkan telunjuk. Kemudian mengarahkan pada wajah lelaki di hadapannya."Jadi kau pikir kau yang akan menjadi lawan yang sempurna untukku?" tanya Damian kemudian mengepalkan tangan dan menekan buku-buku jarinya hingga menciptakan bunyi."Huh aku tak takut. Kau kira kau sudah bisa mengalahkan aku hanya karena Nenek memberikan villa ini padamu. Huh itu tak akan pernah terjadi. Orang tak berguna sepertimu sangat tidak pantas untuk berada di tempat ini!" cacinya.Nicko membuang muka dan mendesis,"Cih, lalu menurutmu kau yang pantas di sini? Dengar ya, nenek memberikan bangunan ini padaku. Asal kau tahu villa ini sudah berganti nama atas namaku dan Josephine. Jadi tak seorangpun bisa menjualnya.Bahkan aku pun
Para pria berpakaian serba hitam itu melihat ke arah Damian dengan tajam. Bahkan salah seorang dari mereka mengeluarkan pistol yang bersarang di pinggang mereka.Melihat pemandangan ini, tentu membuat sikap Damian mendadak berubah. Semua keberanian yang ia kumpulkan hilang seketika."Sial, biar aku sudah belajar beladiri, kalau musuhnya menggunakan pistol, jelas aku kalah," batinnya."Bagaimana Damian? Apa kau siap menantang mereka?" tanya Nicko."Huh sial," gumam Damian.Pemuda itu pun mulai beringsut mundur, perlahan rahangnya mengendur. Ia tak lagi menyimpan amarah untuk suami sepupunya. Yang ada saat ini hanyalah ketakutan menghadapi orang-orang ini."Sial, gara-gara rencana yang kurang matang aku harus berhadapan dengan orang-orang itu. Mereka semua pasti kecewa karena villa ini tak jadi dijual," pikir Damian.Pemuda itu pun berdiam sejenak, sampai akhirnya ia menemukan sebuah gagasan yang brilian.
Nicko hanya tersenyum mendengar ucapan Russell. Kemudian ia pun menyampaikan terima kasih atas pengertian klien pura-puranya."Maafkan saya Tuan, karena saya tidak tahan, bisakah saya menghajar lelaki yang menyakiti seorang wanita?" tanya Russell meminta ijin.Damian yang mendengar hal ini pun langsung tak berkutik. Ia tak tahu lagi harus berbicara seperti apa."Sial, meminta maaf akan menghancurkan harga diriku. Apalagi kalau meminta maaf pada lelaki pecundang yang telah merusak semua rencanaku. Namun jika aku melawan tubuhku yang akan hancur oleh mereka," pikir Damian.Saudara sepupu Josephine sadar betul kalau ia bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan kelompok jubah hitam. Dari kapasitas saja, ia sudah kalah.Bahkan sebenarnya Damian tak mungkin bisa menang melawan Nicko. Putra Howard Windsor ini baru saja belajar beladiri, itu pun masih tingkat dasar. Sementara Nicko sendiri sudah terbiasa hidup dalam lingkungan