Namun si pemilik rambut merah ini tetap tak peduli. Ia justru melanjutkan pembicaraannya dengan Nicko yang digadang sebagai pemilik villa mewah ini.
"Kami tidak menginginkan bangunan ini, kami akan menggunakannya sebagai tempat latihan menembak," sahut Russell yang membuat orang-orang yang ada di sana bergidik ngeri.Hampir saja Nicko tertawa begitu melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Damian. Ternyata laki-laki ini sepengecut itu, baru mendengar tempat latihan tembak saja sudah memucat."Sial! Siapa orang-orang ini. Kenapa mereka berniat menghancurkan tempat ini dan menjadikan sarana latihan menembak. Apakah mereka tergolong mafia?" pikir Damian."Jadi tempat ini akan menjadi sarana latihan tembak?" Nicko mengulangi pernyataan Russell."Benar Tuan, bisa kita selesaikan transaksinya sekarang? Aku tak memiliki banyak waktu lagi. Besok aku akan segera mengirim ekskavator untuk menghancurkan villa ini," tambah Russell.<Perlahan, istri dari Nicholas mendatangi saudara sepupunya. Jemari lentiknya langsung mendorong sosok Damian."Katakan apa maksudmu dengan mengatakan villa ini sudah dijual oleh suamiku?" tanya Josephine tajam.Mendengar pernyataan dari putrinya, Daisy pun langsung berhenti memukuli Russell yang perkasa. Ia mulai berpaling ke arah suaminya, dan saling pandang.Sepertinya pasangan suami istri itu telah menyadari ada kejanggalan pada peristiwa kali ini. Rahang mereka berdua tampak mengeras kemudian menatap ke arah Damian."Sekali lagi, jelaskan pada kami apa maksud dari ucapanmu? Apa kau bermaksud untuk mengadu domba kami?" tanya Josephine dengan kedua mata yang menyala menatap sepupunya.Damian yang ada di sana hanya bisa diam dan memalingkan wajah. Ia tak tahu harus berkata apa lagi.Sementara Nicko, ia berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Kemudian ia saling melirik dengan Russell. Diam-diam pemuda itu pun m
Beberapa jam lalu,Tuan Muda Lloyd langsung menghubungi Russell dan anak muahnya melalui pesan teks secara diam-diam. Ia tak terima dengan sikap sang mertua yang dengan seenaknya menuduh.Terlebih lagi itu semua atas provokasi dari saudara sepupu sang istri. Tak ada jalan lain banginya untuk menjadikan tuduhan ini menjadi bumerang untuk Damian."Aku mau kalian datang ke villa pemberian Nenek Istriku. Minta tolong petugas bank untuk ikut pada kalian dan membawa donkumen yang tadi kutitipkan. Gunakan pengaruh yang kau punya!" perintah Nicko melalui layanan pesan."Baik Tuan Muda, lalu apa yang harus kami lakukan?""Berpura-puralah untuk menjadi pembeli, dan katakan kalau villa itu akan kalian hancurkan. Kita harus atur sandiwara ini serapi mungkin. Aku ingin agar mereka semua menyadari akal bulus dari sepupu istriku," tulis Nicko."Baik Tuan Muda. Serahkan semua pada kami!" balas Russell.Pria berambut
Dengan kasar Damian langsung melepaskan tangan Daisy dan berbalik ke arah Nicko. Kedua matanya tajam menatap, dan bersiap untuk menantang suami sepupunya.Dengan sikap yang dibuat segagah mungkin, pemuda ini pun mengacungkan telunjuk. Kemudian mengarahkan pada wajah lelaki di hadapannya."Jadi kau pikir kau yang akan menjadi lawan yang sempurna untukku?" tanya Damian kemudian mengepalkan tangan dan menekan buku-buku jarinya hingga menciptakan bunyi."Huh aku tak takut. Kau kira kau sudah bisa mengalahkan aku hanya karena Nenek memberikan villa ini padamu. Huh itu tak akan pernah terjadi. Orang tak berguna sepertimu sangat tidak pantas untuk berada di tempat ini!" cacinya.Nicko membuang muka dan mendesis,"Cih, lalu menurutmu kau yang pantas di sini? Dengar ya, nenek memberikan bangunan ini padaku. Asal kau tahu villa ini sudah berganti nama atas namaku dan Josephine. Jadi tak seorangpun bisa menjualnya.Bahkan aku pun
Para pria berpakaian serba hitam itu melihat ke arah Damian dengan tajam. Bahkan salah seorang dari mereka mengeluarkan pistol yang bersarang di pinggang mereka.Melihat pemandangan ini, tentu membuat sikap Damian mendadak berubah. Semua keberanian yang ia kumpulkan hilang seketika."Sial, biar aku sudah belajar beladiri, kalau musuhnya menggunakan pistol, jelas aku kalah," batinnya."Bagaimana Damian? Apa kau siap menantang mereka?" tanya Nicko."Huh sial," gumam Damian.Pemuda itu pun mulai beringsut mundur, perlahan rahangnya mengendur. Ia tak lagi menyimpan amarah untuk suami sepupunya. Yang ada saat ini hanyalah ketakutan menghadapi orang-orang ini."Sial, gara-gara rencana yang kurang matang aku harus berhadapan dengan orang-orang itu. Mereka semua pasti kecewa karena villa ini tak jadi dijual," pikir Damian.Pemuda itu pun berdiam sejenak, sampai akhirnya ia menemukan sebuah gagasan yang brilian.
Nicko hanya tersenyum mendengar ucapan Russell. Kemudian ia pun menyampaikan terima kasih atas pengertian klien pura-puranya."Maafkan saya Tuan, karena saya tidak tahan, bisakah saya menghajar lelaki yang menyakiti seorang wanita?" tanya Russell meminta ijin.Damian yang mendengar hal ini pun langsung tak berkutik. Ia tak tahu lagi harus berbicara seperti apa."Sial, meminta maaf akan menghancurkan harga diriku. Apalagi kalau meminta maaf pada lelaki pecundang yang telah merusak semua rencanaku. Namun jika aku melawan tubuhku yang akan hancur oleh mereka," pikir Damian.Saudara sepupu Josephine sadar betul kalau ia bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan kelompok jubah hitam. Dari kapasitas saja, ia sudah kalah.Bahkan sebenarnya Damian tak mungkin bisa menang melawan Nicko. Putra Howard Windsor ini baru saja belajar beladiri, itu pun masih tingkat dasar. Sementara Nicko sendiri sudah terbiasa hidup dalam lingkungan
Josephine melirik ke arah sang suami setelah ia mendengar pertanyaan dari lelaki itu. Kemudian ia berganti melirik ke arah sepupunya yang terlihat ketakutan."Hmm sebenarnya kasihan juga, tapi Damian sudah keterlaluan, lagipula ia belum meminta maaf pada siapapun," batinnya."Kau ingin tahu pendapatku tentang apa yang seharusnya kau lakukan pada dia?" tanya Jo."Ya, aku ikut saja dengan usulanku," balas Nicko.Namun, lagi-lagi Daisy justru meminta menantunya untuk tidak memberikan pengampunan apapun pada Damian. Wanita paruh baya ini bersikeras agar keponakannya mendapatkan hal yang setimpal.Rupanya kekecewaan dan kemarahan dari Daisy telah sampai di ubun-ubun. Ia benar-benar tak menyangka akan ditipu mentah-mentah oleh keponakannya.Edmund sendiri hanya bisa mengelus dada mendengar ucapan sang istri yang tak henti mendesak Nicko. Ia juga kesal terhadap Damian, dan sudah menduga kalau sang istri akan bersikap ber
Perlahan kedua anggota jubah hitam melepaskan Damian dari cengkeramannya. Putra Howard Windsor pun langsung jatuh dalam keadaan bersimpuh. Ia masih memegangi perutnya yang kesakitan."Kau memintaku meminta maaf?" tanyanya pada Josephine dengan sedikit terbata."Jelas, bukankah kau sudah melakukan suatu kesalahan?" tanya Josephine.Damian tampak membuang muka. Kelihatan sekali kalau ia enggan menuruti permintaan Jo. Lagi-lagi gengsi membuatnya enggan mengakui kesalahan. Ia merasa sangat terhina jika hal itu harus terjadi."Jo, bukankah aku sudah mendapatkan pukulan karena telah menyakiti Ibumu? Lalu untuk apa aku meminta maaf pada Bibi dan juga suamimu?" tanyanya dengan suara yang pelan karena menahan sakit. Namun tak meninggalkan kesan sombong.Jo melipat kedua tangannya di depan dada. Kemudian sedikit merendahkan tubuhnya ke arah Damian."Jadi kau tidak mengakui kesalahanmu?" tanya Jo.Damian pun men
Damian yang saat itu bersimpuh langsung bangkit dan berdiri tegak. Ia sungguh tak terima dengan ucapan Nicko yang dirasa sok.kembali jari telunjuknya diarahkan kepada suami Jospehine,"Ka ... Kau,-" seru Damian tertahan lantaran mendapati saudara sepupunya melotot ke arahnya."Kau beruntung kali ini Jo, gara-gara kehadiran pria berpakaian serba hitam itu aku jadi tak bebas memberimu pelajaran. Coba saja kala tak ada mereka, pasti kau tak akan bisa selamat," batin Damian kemudian menurunkan tangannya dengan terpaksa."Kau belum miminta maaf pada suamiku. Kau tahu sendiri kan kalau mereka akan mendengar perkataan suamiku?" balas Josephine yang mebuat Damian semakin menyimpan dendam pada suami sepuunya yang bodoh."Huh, baiklah. Aku minta maaf Nicko," katanya dengan tak kalah cepat."Apatu caramu meminta maaf? katakan dengan sopan dan elegan. Bukankah selama ini kau selalau mengatakan bahwa dirimu be