Kinanti duduk di tepi ranjang Ivana, begitu juga dengan Ivana.
“Aku semakin curiga setelah melihat reaksi kamu yang janggal kayak gini, Kak. Aku mohon ceritakan sama aku. Di awal pernikahanku dengan Mas Adhi, aku juga merasa kalau kalian semua aneh dan aku juga merasa jika Mama kurang suka sama aku. Aku juga sempat berpikir kalau Mama nggak setuju sama pernikahan aku dan Mas Adhi,” ucap Kinanti.
“Itu kan dulu, Kinan. Sekarang Mama kan sayang banget sama kamu, selayaknya Mama sayang sama aku dan anaknya yang lain.”
“Iya aku tahu itu, Kak. Tapi kenapa di awal menikah sebelum aku hamil Mama kurang suka sama aku?”
“Aku nggak tahu harus cerita yang kayak gimana ke kamu, Kinan. Sebenarnya aku pun juga nggak berhal menceritakan ini sama kamu,” sahut Ivana.
“Aku mohon, Kak. Aku nggak mau ada yang ditutup-tutupi lagi.”
“Kamu mau aku cerita soal apa?”
Seharian ini Rosaline terus saja uring-uringan setelah tadi pagi ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Adhikari bersama istrinya. Dari pada tak berkonsentrasi di kantor, saat jam kantor usai, ia langsung bergegas pulang ke apartemennya.Sampai di apartemen, Rosaline langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan tujuan agar pikiran dan tubuhnya tak lagi merasa panas. Usai mandi, Rosaline langsung memakai dress tidurnya karena ia pikir tak akan pergi ke mana-mana dan tak akan ada yang datang untuk bertamu ke apartemennya.Duduk di depan layar televisi tak lantas membuat Rosaline terhibur meski hanya sedikit. Ia malah terus mengganti saluran televisi hingga berkali-kali tiada henti. Hingga ia mendengar bel pintu apartemennya berbunyi.“Hhhh ... siapa sih ini yang datang?! Heran deh, bikin orang jadi tambah kesel aja!” Rosaline menghentakan kalinya menuju pintu.“Siapa?!” Seru Rosaline seraya membuka daun pintu dengan cukup k
Rosaline hanya memakai dress rumahan karena hari ini ia tak berniat berangkat ke kantor. Meski rambutnya masih sedikit basah, ia tetap menggulung rambutnya secara asal agar tak mengganggunya memasak di dapur. Semalam ia tak sempat makan malam karena perasaannya yang sedang marah tak menentu hingga membuat ia kehilangan selera makannya. Kini ia merasa sangat lapar setelah semalaman ia mengeluarkan banyak energi.Rosaline memasak nasi lalu ia tinggal menyiapkan lauk dan sayurnya. Sepertinya hanya dengan roti isi saja tak akan bisa membuat perutnya merasa kenyang kali ini.“Baunya harum.” Adhikari berjalan menghampiri Rosaline di dapur.Rosaline menyerngit melihat Adhikari yang bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang yang kemarin ia gunakan. “Kamu ngapain nggak pakai baju?” “Nggak nyaman pakai baju bekas kemarin. Ini aja kalau aku nggak takut kamu ngamuk aku nggak bakal pakai celana ini lagi.”
Rosaline mengerutkan keningnya saat ia mencium aroma kopi. Selesai berpakaian ia kemudian keluar kamar dan menemukan Adhikari yang telah siap menunggunya untuk sarapan.“Aku hanya membuat roti panggang dan kopi hitam. Sebelum ke kantor sarapanlah dulu setelah itu aku akan mengantar kamu ke kantor.”Rosaline mendudukan dirinya di kursi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia bahkan lupa jika semalam Adhikari tak juga meninggalkan apartemennya, entah pria itu tidur di kamar sebelah atau di depan TV ia tak ingin bertanya. Ia tak ingin banyak berdebat dan membiarkan Adhikari melakukan apa yang ingin pria itu lakukan.“Apa tidurmu semalam nyenyak?”“Lebih nyenyak lagi kalau kamu nggak ada di apartemenku.” Rosaline mulai memakan sarapan yang dibuatkan oleh Adhikari.Adhikari terdiam, ia tahu bahwa saat ini Rosaline sedang dilema dengan hatinya meski sebenarnya wanita di hadapannya ini masih sangat mencintainya seperti h
Rosaline terharu menyaksikan acara sakral pernikahan Dini dengan Raka, bahkan ia pun sampai menitikan air mata haru dan bahagianya.Rosaline duduk bersama orangtuanya dan juga Jasmine menyaksikan acara sakral itu.“Ayo kita ke sana, Kak. Kita ucapin selamat buat Kak Dini dan suaminya,” ajak Jasmine.“Iya, ayo.”“Ayo, Ma, Pa,” ajak Jasmine.Mereka berempat berjalan menuju pelaminan untuk mengucapkan selamat pada sepasang pengantin baru itu.“Dini, Raka, selamat ya. Semoga kalian dilimpahkan dengan berbagai macam keberuntungan, kebahagiaan dan cinta. Semoga pernikahan kalian langgeng.” Rosaline memeluk tubuh Dini dan Raka berantian.“Makasih
Kinanti merasa sangat resah karena sudah satu minggu ini Adhikari tak pulang ke rumah. Entah mengapa hatinya merasa tak tenang karena semakin hari suaminya itu semakin sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba saja ia teringat dengan sosok wanita karir mantan kekasih dari suaminya.“Mungkin aja kalau aku juga kerja, Mas Adhi nggak akan kerja banting tulang sekeras ini sampai seminggu nggak pulang-pulang. Bahkan untuk sekedar menerima telpon atau membalas pesan aku aja Mas Adhi nggak sempat,” gumam Kinanti.Kinanti meraih tasnya lalu berjalan mencari keberadaan asisten rumah tangganya.“Bik, aku mau pergi ke rumah mertuaku. Bibik nggak usah masak buat makan siang.”“Iya, Bu.”Kinanti pergi dari rumahnya menggunakan taksi menuju rumah mertuanya. Ada beberapa hal yang harus ia luruskan dengan adik iparnya. Terakhir kali ia bertemu dengan Laksmi dalam hubungan yang tak baik.“Mama.”&nb
Rosaline sudah mulai nyaman dengan kehadiran Adhikari dalam hidupnya. Bahkan selama dua minggu ini Adhikari terus menginap di apartemennya. Ia sudah melupakan bahwa Adhikari masih berstatus sebagai suami dari wanita lain.Setiap hari Adhikari selalu mengantar dan menjemput Rosaline bekerja, ia juga akan dengan senang hati mengantar ke mana saja Rosaline akan pergi. Namun pada kenyataannya mereka tak akan pergi ke mana-mana, mereka hanya bisa mengurung diri mereka di dalam apartemen karena status hubungan mereka yang tak lazim.“Sayang, nanti aku mau pulang ke rumah.” Dengan sedikit rasa takut Adhikari mengutarakan niatnya kepada Rosaline. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil perjalanan menuju ke apartemen.“Udah kangen sama istri kamu?” sahut Rosaline tanpa ingin menatap ke arah wajah Adhikari.“Bukan gitu, Sayang. Kan udah dua minggu ini aku nggak pulang sama sekali.”“Ya pulang aja. Aku juga nggak
Rosaline terbangun saat merasakan ranjangnya sedikit bergoyang. Ternyata Adhikari sedang turun dari ranjang. Ia juga melihat bahwa prianya itu sedang memakai pakaiannya dengan tergesa.“Kamu mau ke mana, Dhi?”Adhikari menolehkan kepalanya ke arah Rosaline. “Sayang, kamu jadi ikutan kebangun? Kamu tidur lagi aja, ini baru jam tiga.”“Kamu mau ke mana?” Rosaline mendudukkan dirinya bersandar di kepala ranjang seraya mengapit selimutnya di kedua sisi tangannya agar selimutnya bisa menutupi tubuhnya yang saat ini masih dalam keadaan telanjang.“Aku harus segera pulang sebelum Kinanti sadar aku pergi dari rumah.”Wajah Rosaline berubah muram, ia tak suka mendengar ucapan yang prianya itu lontarkan. Tahu akan hal itu, Adhikari berjalan menghampiri wanitanya itu.“Sayang, nggak mungkin kan kalau aku tiba-tiba kembali tinggal di sini padahal aku kemarin sore baru pulang ke rumah. Aku janji akan
“Masuk!” seru Rosaline saat pintu ruang kerjanya diketuk dari arah luar.“Pagi, Ibu Rosaline!” seru Dini dengan suaranya yang ceria. Ia berjalan menghampiri Rosaline.“Dini? Kamu udah pulang? Gimana bulan madunya? Asik dong?” Rosaline berdiri dari kursi kebesarannya dan langsung memeluk tubuh Dini.“Semuanya sempurna! Aku nggak nyangka kalau ternyata nikah itu enak banget. Dan yang terpenting sekarang ini aku dan Raka udah bisa bercinta kalau kita udah sama-sama bergairah.”Rosaline tersenyum. “Terus gimana sama Raka? Dia juara di ranjang nggak?” goda Rosaline.“Andai aja kamu tahu dan bisa ngrasain, Rose. Ternyata begituan itu rasanya enak banget!” ucap Dini seraya tersenyum dan hal itu membuat Rosaline tertawa karena geli dengan ucapan dan ekspresi Dini.“Aku sebenernya mau cerita lebih banyak lagi tapi aku takut kamu malah jadi kepengen. Kan bahaya kalau kamu sa
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek