Beranda / Thriller / Tenebrarum; Tumbal Leak / Bab 3 (Salah Sasaran)

Share

Bab 3 (Salah Sasaran)

Penulis: Rochy Mario Djafis
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kak ... Kak Fajar, bangun ...." Terdengar suara yang tak asing memanggil berulang-ulang seakan berusaha menarik Fajar dari ketidaksadaran. Suaranya terdengar begitu jauh, jauh sekali.

Perlahan Fajar membuka mata. Samar-samar, wajah Syahida tergambar. Tak lama, wajah istrinya terlihat semakin jelas, tetapi ia hanya bisa diam. Perasaan bingung menyerang. Kenapa banyak warga di tempat itu? Kenapa bajunya tanggal dan sekujur tubuhnya dirasa pegal? 

"Fajar, lebih baik kamu segera pulang. Warga semakin ramai karena penasaran apa yang menimpamu" saran Pak Tohri.

Fajar masih tak mengerti ada apa sebenarnya. Ia benar-benar seperti orang bingung dan linglung.

"Fajar!" Suara Pak Tohri agak keras diiringi tepukan di bahunya.

Sontak tubuh Fajar sedikit terangkat karena terkejut, lalu menghadapkan wajah ke arah Pak Tohri.

"Ini ke-kenapa, Pak?" tanya Fajar bingung.

"Nanti kita bicarakan di rumahmu, yang penting pulang saja dulu." 

Fajar pun menarik napas dalam dan segera berusaha bangkit. Ia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Fajar memasang peci hitam yang tadinya tergeletak di atas tanah, warnanya tampak menyatu dengan debu.

Sekilas kejadian semalam melintas dalam benaknya. Ia merasa seperti melakukan sesuatu semalam. Ya, ia sedikit yakin, ada rasa yang aneh pada bagian sensitifnya.

'Apa aku melakukannya, tapi ... dengan siapa? Siapa perempuan magrib kemarin? Atau dia si ... ah, tidak mungkin.' Fajar menggerutu dalam hati.

Sambil berjalan pulang, ia berusaha mengingat kejadian yang dialami.

"Semalam ada perempuan ... iya, perempuan di sumur sana," ucap Fajar tiba-tiba pada Syahida saat perjalanan pulang. 

"Perempuan? Maksud kakak?" Dahi Syahida sedikit mengernyit. Ia tidak mengerti apa yang Fajar bicarakan.

"Iya ... perempuan! Dia mandi di sumur tua itu sedari magrib sampai isya." Fajar berusaha menjelaskan semuanya sampai ketika tiba-tiba seorang nenek berwajah keriput itu mengagetkannya persis di depan wajah.

"Tapi, Kak, mana ada nenek-nenek tinggal di sini seperti ciri-ciri yang Kakak ceritakan."

"Entahlah, Dek."

Setiba di rumah, tangan lembut Syahida memeluk suaminya dari belakang, lalu satu-persatu kancing baju ia buka perlahan. Mungkin ia rindu. Semalam ia pasti sangat khawatir karena Fajar tidak pulang.

"Sini, Kak, bajunya saya cuci," ucap Syahida.

"Nggih."

"Ih, Kak ... i-itu!" Nada bicara Syahida sedikit aneh.

"Itu apa?" Fajar membalikkan badan menghadap istrinya yang menunjukkan ekspresi aneh.

"Punggung Kakak banyak bekas luka gores, kayak luka cakar," jelas Syahida.

Fajar segera menuju cermin yang terpasang di dekat pintu.

"Astagfirullah, apa-apaan ini?" Seketika, ada rasa perih terasa sesaat setelah Fajar menyadari ada luka gores memanjang di punggungnya.

"Kakak mandi dulu, dah, ntar saya obatin."

***

"Dek, apa iya saya melakukan itu?"

"Melakukan apa, maksud Kak Fajar bekas luka itu?" Syahida balik bertanya.

"Iya, kayaknya saya lakukan itu."

"Itu apaan?"

Fajar pun memberikan suatu simbol dengan tangannya.

"Kak Fajar nggak berniat macem-macem di belakang, kan?" Wajah Syahida berubah masam.

"Ndaklah, Dek."

Terlihat Syahida mengembuskan napas panjang. "Hmmh, Kak, kalaupun kakak benar melakukannya, saya pasti memaafkan karena saat itu Kak Fajar dalam kondisi tidak sadar."

"Tapi, ini dengan nenek-nenek, Dek ...."

"Oh, Teruuus ... maunya sama yang muda, gitu?" Nada bicara Syahida seketika meninggi.

"He ... b-bukan begitu."

"Bukan begitu apa, hah? Kalau Kak Fajar macem-macem ... hm, tak potoong!" Ekspresi wajah Syahida sedikit membuat Fajar ciut. Jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk sebuah gunting.

"Ehhe ... a-ampun."

"Halah! Sini, cepat! Saya obati lukanya," ucap Syahida ketus.

Fajar pun duduk membelakangi istrinya.

"Aduh, pelan dikit napa?" pinta Fajar saat Syahida mengobati luka-lukanya.

"Biar cepet sembuh!" Jari-jari Syahida yang tadinya lembut, seketika menjadi keras dan kaku.

"Aduh ... perih, lembutin dong ...." pinta Fajar lagi.

"Udaah, tahan!" 

Saat berusaha menahan sakit, refleks otot-otot di pipi Fajar seakan tertarik ke atas pelipis sampai-sampai sebelah matanya menutup dengan sendirinya.

'Perempuan lembut ternyata serem juga kalau lagi kesal. Hmm, istri saya ternyata kucing yang pandai menyimpan kukunya.' Fajar membatin.

"Maaf ya, Dek ... saya benar-benar ndak sadar. Saya cuma ingat ... wajah si nenek tiba-tiba aja gitu muncul di depan muka dan habis tu ndak ingat betul kejadiannya kayak apa."

"Iya ... iya ... sudah, saya mau ke rumah Pak Umar dulu, ambil Asgaf."

"Iya, sekalian nitip belikan cemilan ya di warung sebelah, fuji mie kek atau apa gitu."

"Hmm."

***

Sehari berselang setelah kejadian itu, Fajar kembali berjualan di pasar. Tiba-tiba, pasar gempar untuk kesekian kalinya. Bu Desak --istri Nyoman Ari-- ditemukan tertelungkup di dasar sumur kering persis di belakang rumahnya.  Karena penasaran akibat riuhnya warga yang berlarian ke tempat kejadian, ia pun turut mendatangi rumah Nyoman Ari. 

Suasana tempat kejadian begitu penuh sesak. Kata para tetangga, sedari pagi tadi Bu Desak memang tidak pernah terlihat keluar rumah. Ia diduga bunuh diri karena depresi sehingga memilih mengakhiri hidup dengan terjun ke dasar sumur yang telah mengering. Anak dan suaminya telah meninggal terlebih dulu, apalagi bayi yang ditunggu-tunggu kehadirannya mati tak wajar sebelum genap sebulan usianya.

"Satu keluarga akhirnya berkumpul dalam damai." Begitu bunyi pesan yang tertulis pada permukaan lantai belakang rumah yang tampak bersemen kasar.

Orang-orang mengira, Bu Desak menulis sendiri tulisan itu karena rasa sepi yang mendera setelah suami dan anaknya berpulang terlebih dulu.

Namun, Fajar tak begitu yakin kalau Bu Desak bunuh diri. Mungkin ada yang dendam dengan keluarga itu, apalagi semua mati dengan cara tak wajar.

Fajar merasa untaian peristiwa pembunuhan itu saling berkaitan. Kejadian demi kejadian benar-benar membuat suasana dusun-dusun sekitarnya begitu mencekam. Hari-hari yang selalu ramai oleh suara tawa riang bocah-bocah bermain kini sepi, bahkan mereka dikurung oleh orang tuanya dan tak boleh bersekolah untuk sementara waktu.

'Jangan main jauh-jauh, apalagi ke sawah. Nanti kalian dimasukkan ke dalam karung, lalu kepala kalian diambil untuk tambal Rinjani!'

Begitu kata orang-orang tua di dusun agar anak-anak mereka takut untuk keluar rumah. Hanya dengan cara itu, bocah-bocah bisa lebih mendengar dan menuruti orang tua mereka.

Dari hari ke hari, pasar semakin sepi dan kerumunan-kerumunan warga pun sudah tak tampak. Mereka khawatir menjadi sasaran berikutnya. Banyak warga lebih memilih berdagang di halaman rumah masing-masing. Hanya Dayu Siam dan Sukreni yang tampak tak terpengaruh dengan kejadian itu. 

Kini, dusun-dusun sekitar pun turut memperketat pengamanan dengan melakukan ronda bergilir tiap malamnya dan patroli keliling kampung.

Tiap malam, alunan bunyi kul kul atau kentongan bambu terdengar bertalu-talu. Tak hanya itu, banyak warga yang sudah mulai saling mencurigai satu sama lain.

Karena situasi yang mencekam dan keadaan dusun yang siaga, seorang pria paruh baya yang tak diketahui dari mana asalnya, dihabisi oleh beberapa orang warga karena dicurigai punya maksud tak baik setelah beberapa bocah berteriak ketakutan melihat karung yang dipanggul pria tersebut. Karena penasaran, warga pun membuka karung besar itu yang ternyata hanya berisi kayu bakar.

***

Bab terkait

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)

    Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi."Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya."Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali."Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)

    "Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 6 (Kepala Terbalik)

    Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 7 (Leak Tertangkap)

    Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 8 (Siapa Pelakunya?)

    Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 9 (Perburuan)

    Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)

    "T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 1 (Bayi-bayi Mati Tak Wajar)

    Jeritan dan teriakan histeris itu kembali menggemparkan malam yang tadinya sunyi. Tak lama, samar-samar terdengar suara orang bercakap di luar. Sebagian warga Dusun Karang terbangun karena suara pilu dari dusun sebelah yang hanya dipisahkan sungai kecil. Mereka saling bertanya, anak siapa lagi yang mati di dusun itu malam ini.Bulan menggantung tepat di tengah kolong langit. Gumpalan awan tebal sesekali melintas menghalangi pendaran cahayanya sehingga gelap kembali melingkupi semesta sesaat. Bayangan-bayangan makhluk aneh sesekali tertangkap mata warga sedang terbang saat bulan kembali menerangi."Leak! Leak! Tuselak! Tuselak!" Teriakan warga sambil menunjuk ke arah langit meriuhkan malam yang hanya bercahayakan rembulan dan beberapa obor itu."Oo, Nenek Kaji! Malik kejadian." Suara seorang guru ngaji bernama Pak Umar terdengar dari dalam rumah. Ia heran karena peristiwa mengerikan itu kembali terjadi di dusun sebelah."Ada bayi mati lagi, Kak?" tanya Syahida kepada Fajar --suaminya-

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)

    "T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 9 (Perburuan)

    Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 8 (Siapa Pelakunya?)

    Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 7 (Leak Tertangkap)

    Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 6 (Kepala Terbalik)

    Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)

    "Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)

    Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi."Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya."Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali."Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 3 (Salah Sasaran)

    "Kak ... Kak Fajar, bangun ...." Terdengar suara yang tak asing memanggil berulang-ulang seakan berusaha menarik Fajar dari ketidaksadaran. Suaranya terdengar begitu jauh, jauh sekali.Perlahan Fajar membuka mata. Samar-samar, wajah Syahida tergambar. Tak lama, wajah istrinya terlihat semakin jelas, tetapi ia hanya bisa diam. Perasaan bingung menyerang. Kenapa banyak warga di tempat itu? Kenapa bajunya tanggal dan sekujur tubuhnya dirasa pegal? "Fajar, lebih baik kamu segera pulang. Warga semakin ramai karena penasaran apa yang menimpamu" saran Pak Tohri.Fajar masih tak mengerti ada apa sebenarnya. Ia benar-benar seperti orang bingung dan linglung."Fajar!" Suara Pak Tohri agak keras diiringi tepukan di bahunya.Sontak tubuh Fajar sedikit terangkat karena terkejut, lalu menghadapkan wajah ke arah Pak Tohri."Ini ke-kenapa, Pak?" tanya Fajar bingung."Nanti kita bicarakan di rumahmu, yang penting pulang saja dulu." Fajar pun menarik napas dalam dan segera berusaha bangkit. Ia masih

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 2 (Nenek Di Kebun Pisang)

    Matahari kini tepat berada di atas ubun-ubun. Teriknya begitu menyengat. Tak ada gumpalan awan di langit yang menaungi bumi siang itu. Semua biru dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan.Suhu panas yang terpantul dari permukaan tanah membuat Fajar menyeka peluh berkali-kali. Bahkan, bau pesing dari genangan kencing kuda menguar, menusuk rongga hidung karena terpanaskan.Perlahan pasar mulai sepi dari pengunjung. Tak lama, azan zuhur pun terdengar dikumandangkan oleh beberapa orang dari atas menara masjid tua yang berada di Dusun Karang.Satu persatu pedagang menutup lapaknya. Begitu juga dengan Dayu Siam dan Sukreni, mereka juga hendak menutup dagangannya.Fajar melihat ada pemandangan tak biasa yang terjadi saat hendak membereskan lapaknya. Dari balik pohon waru yang teduh, Nyoman Ari menatap tajam kepada dua perempuan cantik itu sambil menancap-nancapkan ujung keris pada permukaan batang pohon di hadapannya. Ia mencabutnya kemudian menancapkan lagi, berulang-ulang hingga kulit poho

DMCA.com Protection Status