Home / Thriller / Tenebrarum; Tumbal Leak / Bab 2 (Nenek Di Kebun Pisang)

Share

Bab 2 (Nenek Di Kebun Pisang)

last update Last Updated: 2022-12-28 13:58:13

Matahari kini tepat berada di atas ubun-ubun. Teriknya begitu menyengat. Tak ada gumpalan awan di langit yang menaungi bumi siang itu. Semua biru dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan.

Suhu panas yang terpantul dari permukaan tanah membuat Fajar menyeka peluh berkali-kali. Bahkan, bau pesing dari genangan kencing kuda menguar, menusuk rongga hidung karena terpanaskan.

Perlahan pasar mulai sepi dari pengunjung. Tak lama, azan zuhur pun terdengar dikumandangkan oleh beberapa orang dari atas menara masjid tua yang berada di Dusun Karang.

Satu persatu pedagang menutup lapaknya. Begitu juga dengan Dayu Siam dan Sukreni, mereka juga hendak menutup dagangannya.

Fajar melihat ada pemandangan tak biasa yang terjadi saat hendak membereskan lapaknya. Dari balik pohon waru yang teduh, Nyoman Ari menatap tajam kepada dua perempuan cantik itu sambil menancap-nancapkan ujung keris pada permukaan batang pohon di hadapannya. Ia mencabutnya kemudian menancapkan lagi, berulang-ulang hingga kulit pohon tampak mengelupas.

Tiba-tiba, Norman si penjual tembakau itu menghampiri Nyoman Ari. Ia mungkin merasa risih karena tatapan itu begitu tajam ke arah Dayu Siam pujaannya. Mereka tampak sedikit berdebat.

Fajar memperhatikan mereka karena khawatir terjadi perkelahian di antara dua orang itu. Namun, karena harus segera pulang untuk Syahida, Fajar pun membiarkan dua orang itu menyelesaikan urusan mereka sendiri.

"Dayu ... Sukreni ... yuk, mari ... saya duluan." Fajar menyapa mereka hanya karena ingin melihat senyum-senyum manis terkembang dari bibir dua perempuan itu.

*

Pletak!

Suara benturan kelereng terdengar. Jentikan jemari menghantam kelereng lawan dan terpental keluar dari lingkaran di atas tanah. Saidi --anak kepala dusun-- memenangkan sebuah pertandingan kelereng sore itu. Seru sekaligus menegangkan.

Kembali, bocah-bocah mengadu peruntungan untuk puluhan kelereng di dalam lingkaran itu.

"Sandikala ... magrib, Anak-anak! Cukup mainnya. Ayo semua pulang, terus berangkat ngaji," ucap Syahida kepada anak-anak tetangga yang bermain kelereng di halaman rumahnya.

Halaman yang cukup luas membuat mereka leluasa bermain.

Mendengar ucapan Syahida, bocah-bocah itu bubar dan berlarian berebut kelereng yang sudah dipasang dalam lingkaran.

Saat azan magrib berkumandang, bocah-bocah di Dusun Karang beramai-ramai menuju rumah Pak Umar untuk belajar mengaji Al Qur'an. Pak Umar adalah satu-satunya guru ngaji di dusun itu. Dia begitu tegas, juga paling pandai membaca Al Qur'an serta menguasai tajwidnya. Tak hanya itu, ia pun menguasai hukum-hukum dalam Islam, oleh karena itu ia juga terkadang dipanggil Tuan Guru.

Lantunan ayat-ayat suci dari bibir bocah-bocah di rumah Pak Umar terdengar merdu. Suara-suara polos mereka selalu menghiasi suasana magrib di Dusun Karang. Sesekali suara gelak tawa bocah yang bermain mengiringi lantunan ayat suci di tempat mengaji itu.

Tetapi, suasana lain juga begitu terasa sejak banyaknya peristiwa bayi mati tak wajar. Kini anak-anak pengajian lebih sering ditunggu oleh amak dan inaknya. Mereka khawatir sesuatu terjadi kepada anak-anak mereka seperti yang terjadi di Dusun Indus.

*

Keesokan harinya, baru saja Fajar hendak membuka lapak, pasar tempatnya berjualan kembali gempar.

Nyoman Ari ditemukan tewas mengenaskan di bawah jambatan tak jauh dari pasar. Ia ditemukan tergantung pada seutas kawat yang menjerat lehernya. Jeratan kawat itu begitu kuat hingga mematahkan tulang leher Nyoman Ari.

Bunuh diri. Begitu bisik-bisik yang terdengar dari mereka yang menyaksikan. Namun, ada yang aneh dari penemuan mayat itu. Terdapat banyak luka goresan di punggungnya, seperti bekas kuku yang mencengkram atau bekas cakaran lebih tepatnya.

Menurut polisi, kemungkinan ia dibunuh setelah berhubungan badan, kemudian digantung. Polisi mendapati bercak sperma pada lokasi kejadian, tepatnya pada kardus yang diduga dijadikan sebagai alas dan juga pada sarungnya.

Kemarin siang memang ada perdebatan antara Nyoman Ari dengan penjual tembakau itu. Namun, saat mayatnya ditemukan, tak terlihat Norman di lokasi kejadian maupun di pasar tempat ia biasa berjualan. Fajar langsung menaruh curiga pada Norman.

"Waktu malam, saya lihat dua orang turun ke bawah jembatan, salah satunya perawakan dia." Seorang nenek menunjuk ke arah mayat yang tergantung. "Tapi saya tidak tahu persis dengan laki-laki atau dengan perempuan dia turun. Saya sedang buang hajat dan gelap, tapi yang pasti dia tidak sendiri," lanjut nenek itu semakin mendekatkan langkahnya untuk melihat mayat Nyoman Ari.

Fajar semakin yakin Norman adalah pelakunya. Akan tetapi, polisi menduga ia dibunuh setelah berhubungan badan.

Karena kejadian itu, situasi pasar yang sudah sepi menjadi semakin sepi, tak banyak pedagang yang menggelar dagangannya dan sebagian lagi lebih memilih tidak berjualan. Begitu juga dengan Fajar, ia urung menggelar dagangannya.

"Loh, kok, cepat pulangnya, Kak? Dagangan kita habis?" tanya Syahida sambil menimang bayinya.

"Saya ndak jadi jualan, Dek. Ada yang mati tergantung di bawah jembatan dekat pasar," jawab Fajar.

Raut wajah Syahida seketika berubah karena terkejut.

"Kok, akhir-akhir ini, banyak yang mati ndak wajar ya, Kak. Dulu ndak pernah terjadi yang kayak gini. Saya takut, Kak," ucap Syahida. Ia tampak begitu cemas. Sesekali ia menatap lekat wajah bayi mungil di hadapannya, lalu mengelus ubun-ubun yang masih ditumbuhi bulu halus itu.

"Saya juga ndak tahu, Dek. Tapi, kalau kematian yang menimpa Nyoman Ari, sepertinya saya tahu siapa yang terlibat. Pasti Norman! Penjual tembakau itu," ucap Fajar dengan yakin.

"Hush! Jangan menuduh orang sembarangan, apalagi tidak ada bukti."

"Saya lihat kemarin siang, mereka seperti berdebat gitu, tapi polisi nemuin ada bekas sperma di sarungnya."

"Maksudnya, pernah berhubungan, gitu?"

"Nah, ndak tahu juga, Dek."

"Yah, biar saja, Kak, itu urusan polisi."

"Iya, tapi ...."

"Udah, kita ndak usah ikut campur." Syahida memotong ucapan suaminya. "Oiya, Kak, jangan lupa, nanti magrib ada undangan zikir dari Pak Sukri."

"Iya, makasi ya, Sayang, udah diingetin."

"Iya, tapi jangan pulang kemaleman. Saya takut, Kak. Apalagi, anak kita masih bayi. Kata orang tua, bau bayi sekecil ini masih anyir ... baunya disukai sama leak!"

"Iya, Sayang. Nanti pulang cepet, kok."

*

"Saya ke rumah Pak Sukri dulu. Teman-teman yang lain sudah pada jalan. Selesai zikiran, saya langsung pulang," ucap Fajar pada Syahida sambil memasang peci hitam di kepalanya.

"Nggih, Kak."

Setelah salat Magrib, Fajar segera menuju rumah Pak Sukri untuk menghadiri undangan zikir. Jarak rumah Pak Sukri dari rumahnya sekitar setengah kilometer.

Baru berjalan sekitar seratus meter dari rumahnya, tiba-tiba gerimis dan angin bertiup agak kencang. Awalnya, Fajar ragu untuk terus melanjutkan perjalanan, tetapi untuk menghargai undangan Pak Sukri, ia terus melangkahkan kaki ke sana.

Saat Fajar melewati kebun pisang, ufuk barat masih menyisakan sedikit warna jingga, tetapi pandangannya mulai tersamar karena gelap. Laki-laki itu pun menyalakan obor yang ia bawa. Baru beberapa langkah masuk melintasi kebun pisang, tak sengaja ia melihat seorang perempuan berkulit putih sedang mandi di dekat sumur yang terletak di tengah-tengah kebun. Tak ada satu pun rumah di dekat kebun itu.

Fajar merasa tak enak hati untuk melintasi kebun pisang, sebab letak sumur itu begitu dekat dari jalan yang harus ia lewati dan sangat terbuka.

Fajar menunggu beberapa saat dan memberikan kode agar perempuan itu segera menyelesaikan mandinya. Namun, hingga hampir masuk waktu isya, ia masih saja terus menimba dan menuangkan air dari gayung ke ubun-ubunnya. Suara guyuran demi guyuran masih terdengar oleh Fajar.

Khawatir acara zikir selesai, akhirnya Fajar melewati perempuan itu dengan wajah tertunduk dan langkah kaki yang lebih cepat dari biasanya. Ia tak berani menoleh sedikit pun.

"Lolos doang, Kak? Sini mandi samaan," ucap perempuan itu saat Fajar melintas.

Deg!

Fajar menghentikan langkahnya. Suara lembut perempuan itu terdengar tak asing, tetapi ia tidak berhasil menemukan siapa pemilik suara itu.

"Ndak mampir dulu, temenin saya mandi," lanjut perempuan itu menggoda.

Terdengar suara gayung yang dilepas dengan kasar.

"Sini," goda perempuan itu lagi.

Fajar tetap menahan godaan itu, walau darahnya mengalir begitu deras dan degup jantung yang semakin cepat.

"M-m-maaf, Adik, saya harus pergi," balas Fajar dengan gugup.

"Yakiiin?" Suara perempuan itu semakin dekat. Ia kini berada persis di belakang Fajar.

Fajar terdiam dan hampir tergoda ingin menerkamnya. Naluri lelaki dalam jiwanya semakin liar.

"E ... p-permisi, Adik." Fajar segera berlalu dan terus menyugesti diri bahwa itu tidaklah benar dan ada istri serta anaknya menunggu di rumah.

Semakin Fajar melangkah, semakin pula ia merasa seperti ada yang mengikuti. Ia menjadi gelisah seakan ada banyak pasang mata yang mengawasi setiap langkahnya dari balik pohon pisang dan bambu yang lebat.

Belum keluar dari kebun pisang, tiba-tiba seorang nenek tanpa menggunakan penerang menyalip langkah Fajar.

Deg!

Fajar sedikit terkejut atas kehadiran nenek itu. Seketika bulu-bulu halus di tubuhnya meremang. Langkah Fajar terhenti. Ia membalikkan badan sempurna ke belakang untuk memastikan. Ternyata perempuan yang tadi mandi sudah tak ada di dekat sumur. Sepi!

Fajar merasa agak lega, lalu mengembuskan napas panjang karena bukan perempuan itu yang mengikutinya.

Fajar kembali membalikkan badan bermaksud melanjutkan perjalanan menuju rumah Pak Sukri.

"Alhamdulillah, kirain perempuan itu ngik ...."

"Kamu lihat apa?" teriak seseorang berwajah keriput di depan wajah Fajar.

Fajar terperanjat dan tersungkur ke belakang.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erma Wang
dag Dig dug ser ya bacanya wkwk. tapi kayanya bukan Norman pelakunya. tidak mungkin semudah itu menemukan sang pelaku.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 3 (Salah Sasaran)

    "Kak ... Kak Fajar, bangun ...." Terdengar suara yang tak asing memanggil berulang-ulang seakan berusaha menarik Fajar dari ketidaksadaran. Suaranya terdengar begitu jauh, jauh sekali.Perlahan Fajar membuka mata. Samar-samar, wajah Syahida tergambar. Tak lama, wajah istrinya terlihat semakin jelas, tetapi ia hanya bisa diam. Perasaan bingung menyerang. Kenapa banyak warga di tempat itu? Kenapa bajunya tanggal dan sekujur tubuhnya dirasa pegal? "Fajar, lebih baik kamu segera pulang. Warga semakin ramai karena penasaran apa yang menimpamu" saran Pak Tohri.Fajar masih tak mengerti ada apa sebenarnya. Ia benar-benar seperti orang bingung dan linglung."Fajar!" Suara Pak Tohri agak keras diiringi tepukan di bahunya.Sontak tubuh Fajar sedikit terangkat karena terkejut, lalu menghadapkan wajah ke arah Pak Tohri."Ini ke-kenapa, Pak?" tanya Fajar bingung."Nanti kita bicarakan di rumahmu, yang penting pulang saja dulu." Fajar pun menarik napas dalam dan segera berusaha bangkit. Ia masih

    Last Updated : 2022-12-28
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)

    Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi."Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya."Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali."Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang

    Last Updated : 2022-12-28
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)

    "Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia

    Last Updated : 2022-12-28
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 6 (Kepala Terbalik)

    Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga

    Last Updated : 2023-01-07
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 7 (Leak Tertangkap)

    Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga

    Last Updated : 2023-01-09
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 8 (Siapa Pelakunya?)

    Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b

    Last Updated : 2023-01-13
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 9 (Perburuan)

    Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j

    Last Updated : 2023-01-16
  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)

    "T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum

    Last Updated : 2023-01-29

Latest chapter

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)

    "T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 9 (Perburuan)

    Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 8 (Siapa Pelakunya?)

    Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 7 (Leak Tertangkap)

    Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 6 (Kepala Terbalik)

    Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)

    "Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)

    Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi."Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya."Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali."Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 3 (Salah Sasaran)

    "Kak ... Kak Fajar, bangun ...." Terdengar suara yang tak asing memanggil berulang-ulang seakan berusaha menarik Fajar dari ketidaksadaran. Suaranya terdengar begitu jauh, jauh sekali.Perlahan Fajar membuka mata. Samar-samar, wajah Syahida tergambar. Tak lama, wajah istrinya terlihat semakin jelas, tetapi ia hanya bisa diam. Perasaan bingung menyerang. Kenapa banyak warga di tempat itu? Kenapa bajunya tanggal dan sekujur tubuhnya dirasa pegal? "Fajar, lebih baik kamu segera pulang. Warga semakin ramai karena penasaran apa yang menimpamu" saran Pak Tohri.Fajar masih tak mengerti ada apa sebenarnya. Ia benar-benar seperti orang bingung dan linglung."Fajar!" Suara Pak Tohri agak keras diiringi tepukan di bahunya.Sontak tubuh Fajar sedikit terangkat karena terkejut, lalu menghadapkan wajah ke arah Pak Tohri."Ini ke-kenapa, Pak?" tanya Fajar bingung."Nanti kita bicarakan di rumahmu, yang penting pulang saja dulu." Fajar pun menarik napas dalam dan segera berusaha bangkit. Ia masih

  • Tenebrarum; Tumbal Leak   Bab 2 (Nenek Di Kebun Pisang)

    Matahari kini tepat berada di atas ubun-ubun. Teriknya begitu menyengat. Tak ada gumpalan awan di langit yang menaungi bumi siang itu. Semua biru dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan.Suhu panas yang terpantul dari permukaan tanah membuat Fajar menyeka peluh berkali-kali. Bahkan, bau pesing dari genangan kencing kuda menguar, menusuk rongga hidung karena terpanaskan.Perlahan pasar mulai sepi dari pengunjung. Tak lama, azan zuhur pun terdengar dikumandangkan oleh beberapa orang dari atas menara masjid tua yang berada di Dusun Karang.Satu persatu pedagang menutup lapaknya. Begitu juga dengan Dayu Siam dan Sukreni, mereka juga hendak menutup dagangannya.Fajar melihat ada pemandangan tak biasa yang terjadi saat hendak membereskan lapaknya. Dari balik pohon waru yang teduh, Nyoman Ari menatap tajam kepada dua perempuan cantik itu sambil menancap-nancapkan ujung keris pada permukaan batang pohon di hadapannya. Ia mencabutnya kemudian menancapkan lagi, berulang-ulang hingga kulit poho

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status