Chapter: Bab 67 (Detik-Detik Gempa di Puncak)Ket.: Detik-detik menjelang gempa saat di puncak.PoV Citra_______________Ini kali pertama aku berada di puncak gunung. Merasai angin dingin menerpa tubuh dan menyentuh awan. Ingin rasanya berlama-lama di tempat tertinggi di Lombok ini. Kapan lagi aku bisa setinggi ini? Indah seluas mata memandang. Kusadari, betapa kecilnya aku. Mungkin, ini maksud Kakek, aku harus tumbuh dewasa dengan kesan yang berarti. Kuhirup udara dingin, hmm ... dinginnya terasa merasuk ke dalam rongga dada. Kurasa mulai saat ini, aku jatuh cinta pada gunung."Rinjani ... aku ingin menetap di sini saja ...!" Kulepas rasa bahagiaku dengan berteriak di ujung pasak bumi di pulau ini. Ada rasa bangga dan puas memenuhi dada.Lalu, aku menunggu giliran untuk dapat mengabadikan momen ini. Kapan lagi bisa ke puncak Rinjani?Ujung puncak Rinjani berupa sisa letusan Samalas beratus-ratus tahun silam dengan luas hanya beberapa meter saja. Jadi, tak ada cara lain selain harus menunggu giliran. Tak bisa kubayangkan berapa
Last Updated: 2023-02-09
Chapter: Bab 66 (Mereka Tak Kembali)#PJSR2_________________PoV Bang Ochi__________________Jeritan dan tangis pilu itu masih terdengar dari para pendaki asing maupun lokal. Mereka turun dari puncak dengan raut panik dan takut memenuhi wajah mereka, semua takut akan mati.Debu-debu mengangkasa dan mengurapi tubuh kami sampai terbaluri dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tubuh kami pun berwarna senada dengan tanah. Gempa susulan berkali-kali terasa. Setiap datangnya gempa selalu disusul runtuhan tebing yang membuat debu semakin pekat. Gempa benar-benar mengubah wajah Rinjani. Tanah yang terpijak pecah menganga. Rinjani terkoyak."Ayo, Kek ... kita tunggu mereka di sana," ajakku sambil menuntun Kakek Mustafa untuk menunggu di tempat yang lebih teduh dan aman.Raut keberatan tampak jelas tergambar pada wajahnya yang keriput."Kakek duduk dulu di sini, biar aku yang pastiin kalau teman-teman semua baik-baik saja," saranku berusaha menenangkan.Kakek Mustafa tak menjawab dan hanya memadangi jalur puncak yang terselimuti
Last Updated: 2023-02-09
Chapter: Bab 65 (Guncangan Dahsyat)#PJSR2_____________PoV Opik_____________Dari dalam tenda, aku benar-benar mencemaskan matahari yang rasanya tak kunjung meninggi. Kupikir lebih baik aku diam saja sementara di dalam sambil packing barang bawaan. Begitu matahari terlihat, aku harus pergi bawa mereka turun. "Opik ...," panggil Alika dari luar tenda tiba-tiba. "Ya," jawabku dari dalam tenda."Sarapan pakai mie sama telur, gak apa-apa ya ... biar cepat kita berangkat," ucap Alika."Iya, apa aja yang penting cepat," balasku.Setelah beberapa menit menunggu, kuintip dari lubang tenda untuk memastikan kakek itu pergi. Karena kurasa aman, aku pun segera keluar setelah yakin dia benar-benar tidak di sana lagi. Aku bersyukur karena cuaca semakin cerah dan kabut sudah tak lagi melingkupi kami.Kulihat di atas karimat, empat piring mie kuah sudah tertata. Terlihat jelas uap hangat menari-nari di atas kuah mie yang panas. Aku pun makan dengan cepat agar segera habis dan dapat pergi dari sini sebelum Alit turun ke danau.Di p
Last Updated: 2023-02-09
Chapter: Bab 64 (Mata Yang Menyembul Dari Danau)#PJSR2____________PoV Opik____________"Opik ... Opik!" teriak Utari menunjuk ke arahku sambil menangis.Sontak beberapa orang pendaki melompat ke dalam air karena mengira aku tenggelam. Padahal, aku bisa berenang dan hanya sedang mencari keberadaan Mila yang ternyata tidak berada di sini. Mila berada di tepi bersama Utari dan Alika.Sambil tangan dan kakiku terus mengayuh berenang, aku terheran, siapa yang baru saja kulihat kalau Mila ada di sana? Tiba-tiba, dari dalam air danau yang dingin, kulihat sebentuk benda bulat besar menyembul berwarna kekuningan. Awalnya, kukira itu adalah alat bantu renang yang di bawa pendaki, tapi semakin kuperhatikan, ia semakin mendekat, lalu tiba-tiba berkedip. Aku pun panik dan berusaha menjauh secepat mungkin karena sepasang mata yang sangat besar itu semakin mendekat ke arahku. Ia seakan mengintai dari balik kabut pekat."Ahhh, tolong!" teriakku dengan suara bergetar.Sebisa mungkin aku berusaha berenang kembali ke tepian, tapi air yang tadinya
Last Updated: 2023-02-05
Chapter: Bab 63 (Siapa Di Tengah Danau?)Ket: Tim danau sebelum gempa terjadi______________PoV Opik______________Malam lembab dengan kabut cukup tebal menyelimuti area perkemahan danau Segara Anak. Kulihat jam yang melingkar di tanganku baru saja menunjukkan pukul 7.30 malam. Suasana di danau cukup padat oleh tenda-tenda pendaki. Bulan ini memang bulan padat pengunjung mendaki Rinjani. "Masak apa, Pik? Wangi butter-nya enak banget," tanya Utari sambil sedikit mengangkat dagu membaui udara dari pintu tenda."Eh, ini ... aku bikin pancake, buat makan malam kita," jawabku sambil membalik adonan yang sudah mulai kering di bagian bawahnya.Mendengar jawabanku, Utari keluar dari tenda dan melangkah ke arahku."Mila mana?" tanyaku karena tak melihat adanya Mila di tenda perempuan."Tuh, dia jalan ke sana tadi, kayanya dia lagi pengen sendiri. Oh ya, Bang Ron itu siapa, terus Mila siapanya Bang Ron?" tanya Utari penasaran."Waduh, aku merinding bahas masalah itu, Tari. Kita omongin itu nanti aja ya kalau udah di bawah.""Dikit
Last Updated: 2023-02-05
Chapter: Bab 62 (Bumi Berguncang)#PJSR2__________________PoV Bang Ochi__________________Ternyata ini adalah moment yang dinanti Alit. Kupikir hanya rencanaku saja, tapi bagaimanapun juga laki-laki harus tetap kokoh. "Bang Ochi, mau ke mana? Aku ikut." Citra melangkah cepat membuntutiku di belakang."Gak ke mana-mana, anginnya kenceng banget, cuma mau ke sana," tunjukku ke balik batu besar bermaksud menghindari terpaan angin langsung. Dari tempatku yang agak rendah, drama katakan cinta itu tak terlihat, suaranya pun terbawa pergi bersama angin. Apapun jawabannya, tidak perlu aku tahu di gunung ini. "Ih, Abang ... jalannya cepet banget, sih," ucap Citra mencoba mendahului."Lagian kamu ngapain ikut? udah sana puas-puasin foto, ntar lagi kita turun," balasku sambil menyandarkan punggung pada permukaan batu yang tampak kecokelatan.Baru saja aku bersandar melepas lelah, kulihat ada sesuatu yang aneh terjadi pada Kakek Mustafa. Ia berjalan turun meninggalkan teman-teman yang sedang asyik berfoto. Tiba-tiba, ia terd
Last Updated: 2023-02-05
Chapter: Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)"T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum
Last Updated: 2023-01-29
Chapter: Bab 9 (Perburuan)Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j
Last Updated: 2023-01-16
Chapter: Bab 8 (Siapa Pelakunya?)Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b
Last Updated: 2023-01-13
Chapter: Bab 7 (Leak Tertangkap)Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga
Last Updated: 2023-01-09
Chapter: Bab 6 (Kepala Terbalik)Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga
Last Updated: 2023-01-07
Chapter: Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)"Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia
Last Updated: 2022-12-28