Angga dan Fajar kini tengah berada di cafe. Mereka mengobrol ringan sembari menunggu Riska yang sedang bertemu dengan kliennya.
"Kapan kamu nyusulnya, Jar?" tanya Angga.
"Nanti, setelah kalian bahagia," jawab Fajar santai.
Setelah Angga menikah. Ini pertama kalinya mereka berdua berbincang ringan.
"Aku dan Riska sudah bahagia. Aku juga ingin kamu bahagia, dengan menemukan wanita yang tepat untukmu," balas Angga.
"Iya, nanti akan tiba waktunya. Tenang saja!"
"Oh iya. Kalau aku lihat, Sekretaris kamu itu naksir sama kamu ya?" ucap Fajar.
Fajar tengah tiduran di sofa sambil bermain ponsel. Sedangkan Angga duduk di sofa single yang berada
Fajar menatap Sherly dengan pandangan menghina. "Memang ya! Kalau cewek matre pasti ada saja caranya," batin Fajar. "Kerjain ah!" "Kamu beneran nggak tahu siapa yang punya cafe ini?" tanya Fajar sok antusias. "Nggak tahu! Tapi yang aku dengar, yang punya cafe ini, cowok. Masih muda lagi," jawab Sherly dengan penuh keyakinan. "Masa sih?" Fajar mengaduk-aduk jus alpukat di depannya. "Iya! Masa kamu tidak percaya sih sama aku." Sherly bertingkah sok imut. Di mata Fajar, Sherly malah tidak terlihat imut sama sekali. Tapi dia malah terlihat menjengkelkan dengan muka sok imutnya itu. "Lah! Gimana aku mau percaya coba, orang yang punya
Malam ini adalah malam ulang tahun Riska. Angga berencana untuk membuat kejutan untuknya.Angga sudah membicarakan masalah kejutan ini dengan keluarganya, dan juga Fajar. Mereka setuju dengan ide dari Angga.Ini akan menjadi perayaan ulang tahun pertama Riska setelah menikah.Sofia bilang akan membuat kue ulang tahunnya sendiri. Dan untuk Angga, dia harus bisa mengalihkan perhatian Riska sampai nanti malam."Ingat ya! Buat Riska sibuk. Biar kejutannya berhasil!" Sofia mewanti-wanti Angga."Iya, Ma! Tenang saja. Aman, sudah!" Angga yakin dengan kemampuannya. Dia pasti akan berhasil membuat Riska sibuk."Lho, Ga! Katanya tadi Fajar sudah menunggu di rumah. Kok malah kesini sih?" Ris
Riska kini tengah menangis bahagia. Bagaimana tidak, keluarganya sangat menyayanginya, kini tengah berkumpul untuk merayakan ulang tahunnya.Angga, salah satu orang yang dipercayainya, kini menjadi Suaminya. Sedangkan Fajar, sudah seperti Kakaknya.Riska kini tengah menatap rumah yang penuh dengan dekorasi yang indah. Di umurnya yang genap dua puluh empat tahun ini. Dia merayakannya dengan status yang berbeda."Kamu bahagia?" Angga memeluk Riska dari belakang.Riska menolehkan kepalanya ke belakang, Riska tersenyum menatap Angga. "Sangat bahagia!" Bagaimana mungkin dia tidak bahagia. Bahkan selama hidupnya ini, Riska tidak pernah merasa tidak bahagia.Bukan
Sesuai dengan janji Angga. Akhir pekan ini, mereka bertiga akan pergi ke taman bermain.Pagi-pagi sekali, Riska sudah heboh. Riska sudah tidak sabar untuk pergi ke taman bermain. Apalagi mereka perginya bertiga.Setelah menikah, mereka bertiga jarang sekali hangout bersama. Paling-paling juga hanya bertemu di rumah atau di cafeRiska sudah bersiap dari jam tujuh pagi. Padahal rencananya, mereka akan berangkat jam sembilan pagi.Riska sudah berganti pakaian. Baju Angga juga sudah di siapkannya. Fajar juga tidak lepas dari rentetan pesan yang dikirim Riska."Ya ampun! Ini masih pagi. Kenapa sudah ribut sih." Angga merutuk dalam hati, melihat kelakuan Riska ya
Riska berjalan dengan cepat, begitu sadar jika perempuan yang berada satu meja dengan Angga, tidak lain adalah Sekretarisnya Angga."Sayang!" Riska memeluk leher Angga dari belakang.Angga yang merasakan pelukan Riska, mendongak dan memberikan senyumnya."Sudah." Entah Angga bertanya atau menegaskan.Riska mengangguk antusias. Dia lalu duduk di sebelah Angga.Fajar merasa heran, melihat tingkah Riska. Tidak pernah sebelumnya dia mendengar Riska memanggil Angga dengan sebutan sayang.Fajar menatap kedua sahabatnya bingung. Seolah bertanya, ada apa ini.
Sejak kejadian di taman bermain akhir pekan lalu. Sikap Angga kepada Siska jauh lebih dingin dari biasanya.Angga bahkan berpikir untuk mencari pengganti Siska. Angga ingin mencari Sekretaris laki-laki saja. Menghindari kejadian seperti Siska terulang lagi.Di kantor, Siska juga tidak tahan berlama-lama dalam satu ruangan dengan Angga. Jika biasanya dia sangat senang, kali ini dia merasa takut akan sikap dingin Angga.Siska bahkan setelah pulang dari taman bermain minggu lalu, memarahi keponakannya yang masih berusia lima tahun, yang bahkan sebenarnya tidak mengetahui apa-apa.Siska menyalahkan Chika, karena sudah bicara sembarangan. "Kamu ini kenapa sih. Masih kecil udah bikin masalah saja!" Siska marah-marah begit
"Loh! Kita nggak langsung pulang, Ga?" Riska kembali memanggil Angga dengan nama.Riska melihat, mereka berhenti di cafe."Kita mampir kesini sebentar! Ada yang mau aku omongin sama Fajar," jawab Angga sambil membuka sabuk pengamannya.Riska ikut membuka sabuk pengamannya, kemudian menyusul Angga yang sudah terlebih dulu keluar dari mobil.Mereka berdua berjalan masuk ke dalam cafe sambil bergandengan tangan. Membuat orang yang melihatnya merasa iri.Saat mereka masuk ke ruangan. Fajar sedang tidak ada di sana. "Loh! Fajar nya mana? Kok nggak ada?" Riska celingukan mencari keberadaan Fajar."Ke baw
Tiga hari berlalu. Hari ini, Dimas sudah sampai di kota untuk menerima tawaran dari Fajar."Bekerja untuk Angga juga bukan hal yang buruk," pikir Dimas.Mungkin sikap Angga tidaklah hangat, terkesan cuek dan dingin malahan. Tapi yang pasti, Dimas tahu Angga adalah orang yang baik.Dimas sudah tahu jika Angga mencari seseorang yang bisa dipercaya untuk menjadi kaki tangannya. Itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi, Dimas hanyalah lulusan sarjana ekonomi.Dilihat dari sudut pandang pendidikan dan pengalaman, Dimas sama sekali tidak memenuhi syarat. Meski begitu, Dimas sangat bersyukur, Angga mau memberinya kesempatan.Dimas bukanlah anak dari orang kaya. Orang tu
Mereka semua kini tengah menunggu Riska di depan ruang operasi. Bagaimanapun, Riska sekarang sedang menjalani operasi tentu saja mereka semua cemas. Tadi, sesampainya Riska di rumah sakit, tidak lama setelahnya Riska langsung tidak sadar. Akhirnya Dokter memutuskan untuk mengoperasi Riska dan juga untuk menyelamatkan bayinya. Angga yang juga sudah tiba, sudah tidak jelas lagi penampilannya. Rambut acak-acakan, pakaiannya juga sangat kusut. Khawatir tentu saja. Apalagi dia tidak bisa menemani Riska di dalam. Air mata tiada henti menetes di pipi Angga. Angga sangat takut saat ini. Takut jika sampai terjadi apa-apa dengan Riska dan anaknya. Tentu saja yang lainnya juga cemas. Tapi mereka mencoba untuk tetap berpikir waras, agar keadaan tidak menjadi lebih tegang lagi. # Saat ini Angga tengah menemani Riska yang sudah selesai operasi. Kata Dokter yang mengoperasi Riska, Riska akan baik- baik saja. Tapi Angga tetap saja khawatir karena sampai sekarang Riska masih belum sadar. S
Kehamilan Riska sekarang sudah menginjak usia delapan bulan.Siang hari ketika Riska merasa lapar, dia hendak turun ke lantai bawah untuk makan siang.Saat itu Angga sedang bekerja, sedangkan Rahmat juga sedang ada keperluan di kantor.Di rumah hanya ada Riska, kakek dan Sofia.Sofia yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan siang untuk semuanya dan menantunya.Kakek sedang beristirahat di kamarnya. Di usia yang semakin tua, tubuh renta Kakek menjadi semakin cepat lelah.Terkadang hanya untuk berjalan dari kamar ke ruang tamu saja Kakek sudah merasa kelelahan.Riska yang merasa sudah lapar pun turun ke bawah menuju ke dapur, tapi sesampainya Riska di lantai bawah. Riska tidak sengaja tersandung karpet yang berada di ruang keluarga.Jika ingin ke dapur, setelah menuruni tangga, maka akan melewati ruang keluarga terlebih dahulu, baru kemudian meja makan dan dapur."Arghh!"Teriakan Riska sontak membuat kaget Sofia dan Kakek.Sofia langsung meninggalkan pekerjaannya dan langsung
"Hallo! Mau main bareng Riska?"Riska kecil menghampiri dan menyapa Fajar yang masih saja setia berada dalam gendongan Roni.Hal itu tidak lain juga karena Riska diminta Rosyad untuk mengajak Fajar bermain.Sebagai orangtua, tentu saja Rosyad mengetahui apa yang sudah terjadi pada Fajar kecil.Ditinggal pergi oleh pengasuhnya, apalagi Fajar kecil yang memang sudah terbiasa ditinggal bekerja oleh orangtuanya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah.Rosyad tidak menyalahkan orangtua Fajar. Bagaimanapun, pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mulia.Fajar kecil hanya melirik Riska sebentar, kemudian menyembunyikan wajahnya di dada bidang Roni."Kamu tidak mau main sama Riska? Tapi Riska anak yang baik kok!" ucap Riska kecil.Riska kecil pun merogoh saku dressnya dan mengambil permen yang tingga dua biji."Ini, aku kasih kamu permen!" ucap Riska sambil menyodorkan permen dua biji dengan tangan mungilnya."Terima kasih Riska! Nama yang cantik, secantik anaknya!" balas Roni mengambil permen yan
Mendengar Fajar menyebutkan satu nama wanita. Yang ada di benak Sofia ada satu orang, yaitu mantan Fajar.Satu-satunya wanita yang pernah menjalin hubungan dengan Fajar, sekaligus salah satu wanita yang membuat Riska mengalami mimpi buruk."Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya kembali?" tanya Sofia.Walaupun kejadian itu sudah lama berlalu, tapi Sofia tahu jika itu juga menjadi duri dalam daging untuk Fajar."Dia sepupu Maria!" balas Fajar sembari melepaskan pelukannya."Katakan pada Fajar, bagaimana Fajar bisa menerima wanita yang ternyata adalah sepupu dari orang yang pernah memberikan Riska mimpi buruk?"Sofia terdiam mendengarnya. Dia sama sekali tidak mengetahui hal ini."Pantas saja Fajar tidak mau menerimanya!" batin Sofia."Bukankah kamu sudah melepaskan masa lalu? Ada baiknya masa lalu itu kita lepaskan, dan dari masa lalu itu kita buat pelajaran untuk hidup kita kedepannya."Sofia mengerti itu tidak mudah untuk Fajar. Jadi yang bisa Sofia lakukan sekarang adalah menasehatin
"Kenapa harus nunggu aku lahiran? Sekarang calonnya sudah ada di depan mata lho, Jar! Masa kamu mau menggantung anak orang begitu lama sih!" protes Riska."Dua bulan itu tidak lama lagi Ris! Aku sudah membuat kelonggaran untuk mencari pasangan setelah kamu melahirkan. Jangan dorong aku lagi ya! Aku ingin nanti wanitaku bisa menerima anakmu seperti aku menerimanya! Untuk sekarang aku benar-benar tidak berniat untuk mencari pasangan!" balas Fajar panjang lebar.Riska merengut mendengar jawaban Fajar.Fajar bisa menjadi lembut selembut-lembutnya kepada orang-orang yang disayanginya. Tapi Fajar juga bisa menjadi sangat keras kepala jika dia tidak menginginkan sesuatu."Jangan jadikan anakku sebagai alasan untuk kamu menolak wanita, Jar! Atau aku akan merasa bersalah padamu!" ucap Riska."Jangan merasa bersalah! Bagaimanapun ini sudah menjadi keputusanku. Kamu adalah orang yang sangat penting untukku!" balas Fajar tidak mau kalah."Jika saja kamu tidak memintaku untuk mencari pasangan, mu
Riska sudah tidak terkejut lagi mendengar pertanyaan dari Maria."Maksud kamu gimana?" tanya Riska memastikan.Pertanyaan Maria bukanlah pertanyaan pertama yang didengarnya. Cukup sering dia mendapatkan pertanyaan serupa dari orang-orang yang melihat kedekatannya dengan Fajar.Hal serupa juga terjadi jika dia bersama dengan Angga dulu."Maaf! Bukan apa-apa!"Maria sangat tidak menyangka jika dirinya akan kelepasan bertanya seperti itu."Bodoh banget sih kamu Maria. Bisa-bisanya kamu menanyakan hal sensitif kayak gitu," rutuk Maria dalam hati."Kamu nggak perlu merasa tidak enak! Ini juga bukan pertama kalinya aku mendapatkan pertanyaan yang serupa!" ucap Riska.Melihat Maria yang terdiam dan memukuli mulutnya, Riska tahu jika Marai merasa tidak enak karena sudah menanyakan hal seperti itu.Pada akhirnya, Riska memilih untuk menjelaskan kepada Maria, supaya Maria nanti tidak salah paham kepada Fajar."Kalau kamu tanya aku suka nggak sama Fajar, maka jawaban aku suka! Jika kamu bertanya
Fajar tengah memberikan makanan ke piring Riska. Itu adalah pemandangan yang Nita tangkap begitu dia kembali dari kamar mandi."Pada akhirnya aku masihlah kalah dengan Riska! Aku yang sudah berusaha dengan sebaik yang aku bisa, ternyata masih saja kalah dengan Riska yang bahkan tidak perlu melakukan apa-apa!""Kamu sudah kembali, Nit!" ucap Mama Maria.Sontak hal itu membuat semua orang yang berada di sana langsung terdiam.Mereka masih merasa agak canggung setelah mereka mengetahui apa yang sudah Nita lakukan kepada Riska dan kenyataan bahwa Nita ternyata adalah mantan pacar Fajar."Iya, Tan!" Nita yang masih tidak tahu apa-apa pun kemudian duduk kembali di kursinya, meskipun dengan perasaan yang berdebar-debar.Nita sebenarnya merasa takut dengan keberadaan Angga disana. Hanya saja sisi egois Nita masih tidak mau menyerah untuk kembali mengejar Fajar.Jarang-jarang kesempatan berdekatan dengan Fajar terjadi. Maka dari itu Nita harus memanfaatkan kesempatan yang jarang sekali terjadi
"Nita!" ucap Riska dengan suara pelan.Namun mau sepelan apapun Riska mengucapkannya. Angga yang tepat berada di sampingnya bisa mendengarnya dengan jelas.Angga mendengar dengan jelas jika Riska mengucapkan satu nama yang benar-benar bisa membuatnya murka seketika.Orang yang sama besarnya dia benci. Seperti dia membenci Risty."Sayang! Barusan kamu bilang apa?" tanya Angga memastikan.Di mata Angga, hanya ada Riska dan Angga tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Apalagi Riska sekarang tengah hamil, jadi perhatian Angga sepenuhnya dia curahkan kepada Riska. Dan Angga benar-benar menghiraukan sekitarnya.Tapi meskipun begitu. Jika ada bahaya yang mengancam Riska, entah bagaimana Angga akan selalu menyadarinya.Angga pun kemudian mengikuti ke arah mana Riska melihat.Betapa syoknya dia saat melihat sosok Nita. Wanita yang paling dia benci. Tidak pernah sebelumnya Angga membenci seseorang sebagaimana dia membenci sosok Nita.Sontak saja Angga langsung menatap tajam Fajar.Tatapan An
"Berati Nita adalah mantanmu itu?" tanya Maria, tapi lebih terdengar seperti untuk memastikan."Benar sekali! Nita adalah wanita brengsek itu. Apa kamu mau tau apa yang sudah dilakukannya kepada Riska?" tanya Fajar.Lebih tepatnya Fajar mengatakan itu untuk semua orang yang ada di sana.Orang tuanya saja hanya tahu jika mantannya dulu merundung Riska karena cemburu, sampai membuat Riska mengalami mimpi buruk.Atau bisa dikatakan jika orangtua Fajar hanya mengetahui setengah dari cerita yang sesungguhnya."Nita tidak mungkin melakukan hal yang buruk seperti itu kan?" tanya Papa Maria dengan suara yang terdengar tidak yakin.Sepengetahuannya, keponakannya itu selalu bersikap baik jika berada di rumah. Tapi dia juga tahu dengan temperamen sahabatnya itu. Tidak mungkin mereka akan mengatakan hal yang buruk hanya untuk menjatuhkan seseorang. Itu bukan gaya mereka."Aku juga bukannya mau menjelek-jelekkan orang, tapi menurutku wanita itu memang sudah sangat keterlaluan karena merundung tema