“Kamu beneran bayarin aku nginep di sini?”
“Iyalah.” Rinai mengambil sepotong daging dari menu yang mereka pesan untuk makan malam, lalu memakannya dengan lahap sebelum kembali bertanya, “Kenapa? Nggak suka dibayarin perempuan ya?”
“Nggak juga,” jawab Ksatria. “Kamu kan tahu aku bukan orang yang suka maksa hal itu. Tapi sayang aja, Nai, kamu keluar uang buat dua kamar. Kan kita bisa sekamar.”
Sebelum Rinai bisa mencolok kedua matanya dengan garpu yang ia pegang, Ksatria buru-buru menambahkan, “Maksud aku… seranjang tapi ya tidur aja. Atau aku bisa di sofa, kamu bisa di ranjang.”
Rinai menggeleng, lalu
“Ayo, dansa lagi.”“Dasar, ketagihan ya kamu?”Ksatria mengangguk dan memeluk pinggang Rinai dengan erat. Dengan gayanya yang kekanakan seperti biasa, Ksatria membawa tubuh Rinai mengayun ke kanan dan ke kiri.Rinai tertawa dan melempar kaus terakhir milik Ksatria yang tadinya akan ia taruh ke dalam koper tersebut dengan asal.Kencan mereka kemarin berakhir sempurna. Setelah satu sesi di SUBO mereka nikmati dengan santai, keduanya kembali berkeliling Jakarta untuk iseng-iseng mencari camilan yang tengah hits belakangan ini.Malamnya, Rinai mengajak Ksatria ke Henshin untuk makan malam. Berkat bantuan Yogas, Rinai bisa mendapat meja di sana dengan mudah. Makan malam romantis di restoran yang berada di gedun
“Jadi hari ini nggak bisa, Nai?”“Nggak bisa, Al. Sorry yaaa.”“Nggak apa-apa. Kan aku juga yang ngajakinnya dadakan,” kata Atlas sembari keluar dari ruang kerjanya.“Iya sih….”“Mau makan siang bareng Ksatria ya?”“Iya, biasa deh, bayi besar. Manjanya nggak tertolong lagi.”“Tapi kamu juga suka aja deket sama bayi besar itu dan nurutin maunya.”“Itulah yang biasanya aku pertanyakan ke diriku sendiri.”Atlas tergelak saat ti
“Yang, hari ini mampir ke kantor Shahia dulu yuk.”“Tumben?”“Dia minta dijemput tadi. Mobilnya dibawa ke bengkel.”Tanpa curiga sama sekali, Rinai pun mengangguk. “Ya udah, kalau gitu. Nanti aku bilang ke Pak Anwar.”“Oke.” Ksatria menjawab sambil lalu dan sibuk mengetik pesan kepada Atlas kalau sore ini juga mereka harus bertemu.Ksatria sengaja tidak memberi tahu maksud sebenarnya ia datang ke kantor Shahia sore nanti. Ia tidak ingin Rinai jadi khawatir atau semacamnya. Biar saja ia yang mengatur semuanya supaya Rinai tetap aman tanpa merasa tidak nyaman.Setelah mengirim pesan kepada Atlas, kini Ksatria mengirim pesan kepada Shahia untuk mengikuti skenarionya. Untung saja s
Kalau ada gelar pasangan paling repot atau paranoid, mungkin Ksatria sudah bisa masuk ke dalam jajaran nomine yang pantas mendapat gelar tersebut.“Udah sana, berangkat,” usir Rinai pada Ksatria yang masih duduk di terasnya dengan gamang. “Aku cuma di rumah, terus nongkrong sebentar sama Shua. Kenapa kamu mesti khawatir banget gini sih?”Ksatria menggeleng pelan, enggan menjawab pertanyaan Rinai. Sudah lebih dari seminggu sejak Ksatria mengetahui rencana Aleah yang ingin mengajak Atlas menjadi sekutunya.Sejak saat itu juga, Ksatria jadi benar-benar menjaga Rinai dengan hati-hati. Setiap kali mereka keluar, Ksatria akan memperhatikan lingkungan sekitar mereka selama beberapa menit sekali.
“Udah bosen kamu?”“Udah bosen banget, Pa,” jawab Ksatria tanpa tedeng aling. Ksatria menyugar rambutnya dengan asal.“Sabar, sebentar lagi juga selesai.” Haydar menepuk bahu Ksatria beberapa kali. “Ini kan demi bangun koneksi untuk kamu ke depannya nanti juga.”“Iya,” jawab Ksatria singkat.“Habis ini kita makan dulu di restoran anaknya Pak Bagja. Nggak jauh dari sini,” beri tahu Haydar kepada Ksatria. Pak Bagja yang ia maksud adalah salah satu petinggi di departemen keuangan Heavenly & Co.“Sampai malam?” Ksatria melirik jam tangannya. Ia kan sudah berjan
“Akhir-akhir ini hobimu bikin orang lain jantungan ya, Nai.”Rinai tak langsung menyahut. Orang yang bicara kepadanya pun tidak berharap kalau Rinai akan segera menjawabnya.Rinai menatap ke sekitarnya dan mendesah pelan. Lagi-lagi di rumah sakit. Padahal dulu Rinai bukan orang yang mudah sakit dan ia hanya pernah satu kali dirawat di rumah sakit karena demam berdarah.Tapi belum genap sebulan setelah kecelakaan yang ia alami, kini Rinai harus kembali lagi ke rumah sakit."Aku mau pulang.”“Heh? Enak aja!” Shua menentang keras ide tersebut. “Kamu tuh keracunan makanan, Nai. Bukan cuma pingsan karena habis upacara.”“Jadi aku keracunan makanan?”Shua mengangguk. Perempuan yang sejak tadi sibuk mondar-mandir tak jelas karena khawatir, kini mendekat ke ranjang Rinai dan membantu perempuan itu supaya bisa duduk bersandar dengan bantuan bantal di punggungnya.“Iya, tapi aku sama Janar baik-baik aja,” beri tahu Shua. “Kamu makan apa sebelum makan sama aku? Di rumah makan sesuatu?”“Aku cuma
“Aku nggak lagi sakit lho padahal, Sat.”“Kamu emang nggak lagi sakit, cuma habis keracunan makanan.”Rinai cemberut dan Ksatria hampir luluh hanya karena perempuan di hadapannya itu tengah melancarkan aksi merajuknya.Sebenarnya bukan hanya Ksatria saja yang pintar merajuk atau ngambek seperti balita—Rinai pun tidak beda jauh. Hanya saja perempuan itu jarang melakukannya dan sepertinya tidak menyadari, kalau Ksatria mudah luluh dalam hitungan detik hanya dengan melihatnya cemberut.“Kalau ngasih bubur tuh sekalian yang enak kek, Sat. Yang ada kaldunya, nggak pakai kacang, terus suwiran ayam bonus tulang rawan gitu lho,” protes Rinai lagi.“Masih untung ini aku bonusin bawang goreng, Nai. Orang-orang kalau sakit palingan mentok ditambahin kecap.”“Ah, nggak seru.”“Udah nurut aja dulu. Besok juga aku kasih makanan yang bener lagi kok.” Ksatria menyendok bubur dari mangkok yang ia pegang, lalu menyodorkannya ke depan mulut Rinai. “Aaa.”“Males.”“Aku tambahin ciumanku biar rasanya maki
Selama ini Rinai jadi saksi bagaimana Ksatria memperlakukan perempuan yang tengah bersamanya—baik yang hanya sehari atau yang paling lama ya hanya dalam hitungan bulan.Ksatria tentu tidak anti perempuan. Lelaki itu memperlakukan semua pasangannya dengan baik, hanya saja semua tindakannya bukan berasal dari keinginan hatinya, melainkan dari apa yang diberi tahu pasangannya atau yang terlihat kodenya oleh Ksatria.Dinner berdua di restoran mewah, buket bunga yang dikirim tanpa pemberitahuan, kado berupa tas atau sepatu mewah, hingga bermalam bersama adalah hal yang lumrah Ksatria berikan kepada mereka semua.Tetapi, Ksatria tidak pernah mendatangi rumah atau apartemen para perempuan yang perna