“Udah bosen kamu?”
“Udah bosen banget, Pa,” jawab Ksatria tanpa tedeng aling. Ksatria menyugar rambutnya dengan asal.
“Sabar, sebentar lagi juga selesai.” Haydar menepuk bahu Ksatria beberapa kali. “Ini kan demi bangun koneksi untuk kamu ke depannya nanti juga.”
“Iya,” jawab Ksatria singkat.
“Habis ini kita makan dulu di restoran anaknya Pak Bagja. Nggak jauh dari sini,” beri tahu Haydar kepada Ksatria. Pak Bagja yang ia maksud adalah salah satu petinggi di departemen keuangan Heavenly & Co.
“Sampai malam?” Ksatria melirik jam tangannya. Ia kan sudah berjan
“Akhir-akhir ini hobimu bikin orang lain jantungan ya, Nai.”Rinai tak langsung menyahut. Orang yang bicara kepadanya pun tidak berharap kalau Rinai akan segera menjawabnya.Rinai menatap ke sekitarnya dan mendesah pelan. Lagi-lagi di rumah sakit. Padahal dulu Rinai bukan orang yang mudah sakit dan ia hanya pernah satu kali dirawat di rumah sakit karena demam berdarah.Tapi belum genap sebulan setelah kecelakaan yang ia alami, kini Rinai harus kembali lagi ke rumah sakit."Aku mau pulang.”“Heh? Enak aja!” Shua menentang keras ide tersebut. “Kamu tuh keracunan makanan, Nai. Bukan cuma pingsan karena habis upacara.”“Jadi aku keracunan makanan?”Shua mengangguk. Perempuan yang sejak tadi sibuk mondar-mandir tak jelas karena khawatir, kini mendekat ke ranjang Rinai dan membantu perempuan itu supaya bisa duduk bersandar dengan bantuan bantal di punggungnya.“Iya, tapi aku sama Janar baik-baik aja,” beri tahu Shua. “Kamu makan apa sebelum makan sama aku? Di rumah makan sesuatu?”“Aku cuma
“Aku nggak lagi sakit lho padahal, Sat.”“Kamu emang nggak lagi sakit, cuma habis keracunan makanan.”Rinai cemberut dan Ksatria hampir luluh hanya karena perempuan di hadapannya itu tengah melancarkan aksi merajuknya.Sebenarnya bukan hanya Ksatria saja yang pintar merajuk atau ngambek seperti balita—Rinai pun tidak beda jauh. Hanya saja perempuan itu jarang melakukannya dan sepertinya tidak menyadari, kalau Ksatria mudah luluh dalam hitungan detik hanya dengan melihatnya cemberut.“Kalau ngasih bubur tuh sekalian yang enak kek, Sat. Yang ada kaldunya, nggak pakai kacang, terus suwiran ayam bonus tulang rawan gitu lho,” protes Rinai lagi.“Masih untung ini aku bonusin bawang goreng, Nai. Orang-orang kalau sakit palingan mentok ditambahin kecap.”“Ah, nggak seru.”“Udah nurut aja dulu. Besok juga aku kasih makanan yang bener lagi kok.” Ksatria menyendok bubur dari mangkok yang ia pegang, lalu menyodorkannya ke depan mulut Rinai. “Aaa.”“Males.”“Aku tambahin ciumanku biar rasanya maki
Selama ini Rinai jadi saksi bagaimana Ksatria memperlakukan perempuan yang tengah bersamanya—baik yang hanya sehari atau yang paling lama ya hanya dalam hitungan bulan.Ksatria tentu tidak anti perempuan. Lelaki itu memperlakukan semua pasangannya dengan baik, hanya saja semua tindakannya bukan berasal dari keinginan hatinya, melainkan dari apa yang diberi tahu pasangannya atau yang terlihat kodenya oleh Ksatria.Dinner berdua di restoran mewah, buket bunga yang dikirim tanpa pemberitahuan, kado berupa tas atau sepatu mewah, hingga bermalam bersama adalah hal yang lumrah Ksatria berikan kepada mereka semua.Tetapi, Ksatria tidak pernah mendatangi rumah atau apartemen para perempuan yang perna
Ksatria menatap jajaran dasinya dan mendecakkan lidahnya. Karena tak kunjung menemukan solusi, akhirnya ia mengambil ponselnya yang ia taruh sembarangan di atas ranjang.Tangannya bergerak dengan cepat dan ketika sudah tersambung dengan Rinai, Ksatria mengaktifkan mode loudspeaker supaya bisa tetap bicara tanpa memegang ponselnya.“Nai, udah pakai baju?”“Penting banget ya pertanyaannya?!”Galaknya Rinai yang bertanya balik memancing kekehan Ksatria. “Penting dong, Yang.”“Udahlah!” jawab Rinai masih dengan sama galaknya. “Kenapa telepon pagi-pagi begini? Aku mau siap-siap sarapan.
“I need coffee. Entah kenapa hidungku gatal dari tadi.”Rinai mengamati Ksatria yang tak berhenti mengusap hidungnya usai mereka keluar dari lab. Hari ini ada satu sesi sniffing di lab untuk produk baru yang rencananya akan di-launching tahun depan.Produk itu merupakan extrait de parfum yang konsentrasinya tentu saja lebih tinggi dari eau de parfum alias EDP, jadi tak heran kalau Ksatria tidak bertahan lama-lama di sana. Apalagi ada aroma ylang-ylang yang tidak terlalu disukainya.“Mau ke bawah?” tawar Rinai merujuk pada coffee shop langganan mereka.Aroma kopi mampu menetralkan indra penciuman mereka.
“What’s your plan today?”“Aku mau ke mall, cari kado.”“Buat siapa?”“Al.”Ksatria yang awalnya hanya bertanya sambil lalu karena baru kembali dari gudang di mana stok produk Heavenly & Co berada, langsung menghentikan langkahnya dan menatap Rinai dengan ekspresi merajuk.“Kok kamu kasih kado buat dia?” tanyanya dengan tak terima.“Karena aku baru inget sebentar lagi dia ulang tahun.” Merasa tak ada yang salah, Rinai yang langkahnya ikut berhenti pun menjawab dengan ringan.
“Kamu malam ini mau kencan sama Ksatria?”“Nggak kok, Pa.”Bantahan yang datangnya secepat kilat itu malah memancing kekehan Sandy. “Tapi kamu hari ini pakai baju yang nggak biasa kamu pakai ke kantor. Papa lihat juga kamu pakai heels yang ada pitanya, padahal kamu biasanya pakai yang polos terus.”“Papaaa, berhenti godain aku dong,” rengek Rinai pada sang ayah.Sandy kembali tertawa, menggoda anaknya setelah tahu kalau Rinai dan Ksatria sudah bersama sebagai pasangan, akhir-akhir ini menjadi hobi barunya.Sore ini ayah dan anak itu bertemu di coffee shop lantai tiga. Rinai membeli kopi untuk dirinya dan Ksatria yang masih sibuk menerima telepon dari salah satu pro
“Nai, jalan yuk. Aku bosen.”“Mau ke mana emangnya?”“Sabtu begini KUA buka nggak? Ke sana aja yuk.”Rinai tidak repot-repot melirik ke sebelahnya. Tangan Rinai bergerak cepat mengambil seraup popcorn dan menyuapkannya ke mulut Ksatria, berharap popcorn tersebut bisa mencegah omongan aneh lainnya keluar dari mulut Ksatria lagi.“Wamu weha hanet, Hang.”“Telen dulu yang bener baru ngomong,” sahut Rinai kepada Ksatria yang bergumam tak jelas.Ksatria buru-buru menghabiskan popcorn keasinan buatannya tadi dengan cepat. Sebelum mereka memutuskan menonton ulang Avengers (pilihan Rinai, tentu saja) di siang hari i
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans