“Jadi kamu ciuman sama Ksatria?”
“Iya.”
“Pakai lidah nggak?”
“What the heck?!”
Shua segera menghindar dari Rinai yang siap untuk menerjang lalu menjambak rambutnya. Perempuan itu tertawa sambil membawa piring nasi gorengnya.
“Ampun, ampun. Aku kan cuma nanya,” kata Shua seraya duduk di atas karpet bulunya, sedangkan Rinai kembali duduk di single sofa yang sejak tadi ia duduki.
“Penting ya pertanyaannya?!”
“Pentinglah! Makin hot ciumannya, makin panjang artinya.”
“Ngawur.” Rinai memeluk cushion sofa yang sempat ia pikirkan untuk dilempar kepada Shua.
Shua kembali menyendok nasi g
Pagi itu Ksatria bangun dengan senyum di wajahnya. Kali ini ia tersenyum saat bangun tidur bukan karena baru saja melewati malam yang panas dan panjang seperti yang dulu-dulu, melainkan karena ia kembali teringat ciumannya dengan Rinai semalam.Lelaki itu mengacak rambutnya dengan asal, lalu melompat dari ranjang dan bergegas mandi.Meskipun Rinai mengatakan ia akan pulang diantar Shua, tapi tetap saja Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak segera menemui Rinai. Biarlah kali ini saja ia tidak menuruti permintaan Rinai.Setelah ini, ia akan selalu menurut asalkan bukan permintaan untuk mereka menjauh dari satu sama lain.Begitu selesai mandi, dengan cepat Ksatria segera berpakaian. Tapi seperti kebiasaannya selama ini, baru setengah jalan berpakaian, i
Suara televisi dari luar kamar tamu yang ada di apartemen itu membuat Rinai terbangun. Saat merasakan selimut yang terasa berat tapi juga membantunya tidur dengan lebih nyenyak di atas tubuhnya, Rinai sadar kalau ia tidak berada di kamarnya sendiri.Rinai mengucek matanya, kemudian menatap ke arah jendela yang sempat ia punggungi saat tidur. Cahaya matahari mulai mengintip, menandakan Rinai bangun lebih siang daripada biasanya.Dengan kaki telanjang, Rinai turun dari ranjang dan membuka tirai tersebut. Pemandangan dari lantai 38 itu cukup mengagumkan, gedung-gedung di kawasan tersebut terlihat angkuh sekaligus indah.Puas menatap gedung-gedung itu, Rinai mengambil pakaian yang diberikan Shua padanya semalam dan bergegas mandi.Begitu keluar dari kamarnya, sosok pert
“Jadi mau makan apa buat makan siang, Pak?”“Makan kamu aja, gimana?”Rinai menarik napas, lalu mengembuskannya lagi dengan perlahan. Kalau bukan di kantor, ia akan menoyor kepala Ksatria dengan kesal.“Jadi mau makan apa buat makan siang, Pak?” ulang Rinai kembali dengan formal dan sopan kepada Ksatria.Mereka memang tengah berjalan keluar dari lab di lantai 17 karena agenda Ksatria sebelumnya adalah mendiskusikan racikan parfum dengan nose (perfumer atau yang biasa meracik aroma parfum di lab) yang tahun depan akan diluncurkan, berkolaborasi dengan salah satu public figure yang cukup berpengaruh.“Steak yang kita makan di Bogor,” jawab Ksatria dengan cepat. “Kata kamu ada di deket sini.”
Pagi tadi di ramalan zodiak yang Rinai baca, hari ini bisa jadi hari yang buruk untuk orang yang berzodiak Leo.Awalnya Rinai tidak mau terlalu memikirkannya. Selain karena ia hanya membacanya secara sekilas karena terburu-buru, Rinai juga tak mau hal itu jadi semacam sugesti dan membuat harinya jadi benar-benar buruk.Tetapi, lihatlah sekarang. Rinai yang biasa selesai makan paling lambat dua puluh menit, siang ini baru bisa menyelesaikan makan siangnya setelah hampir empat puluh menit berlalu.“Mau lagi Teh Botol-nya?” tawar Ksatria begitu Rinai menyedot habis sisa tehnya.“Nggak ah, nanti kembung,” jawab Rinai.“Aku juga mau dong minuman dingin,” pinta Aleah seraya merapikan kotak makannya.
“Aku nggak mau sama Aleah.”“Tapi Aleah kayaknya mau sama kamu.”“Itu sih urusan dia, yang jelas aku nggak mau sama dia,” kata Ksatria dengan tegas, yang kemudian dilanjut dengan gerutuannya. “Aku lagi perjuangin buat dapetin kamu, kok dia ganggu aja.”Rinai melengos ke arah lain, berharap wajahnya tidak berekspresi yang berlebihan ketika mendengar gerutuan Ksatria.Sepertinya Ksatria telah menduga kalau Aleah pastilah bicara sesuatu kepada Rinai, jadi sore ini ia mengajak Rinai coffee break seperti biasa karena pekerjaan mereka sedang tidak banyak.Ada untungnya juga minggu lalu Ksatria merajuk pada Rinai dan mengerjakan semua pekerjaan seperti orang gila. Jadi minggu ini mereka bisa agak bersantai sejenak.“Dia ngo
“Hari ini kita ke pesta lajangku, minggu depan kita nikah ya, Nai.”“Orang gila,” sahut Rinai datar, tidak tertarik dengan candaan Ksatria yang membuat lelaki itu terkekeh sendiri usai mengucapkannya.Perempuan itu masih setengah mengantuk bahkan saat mereka sudah berada di mobil seperti saat ini.Pagi tadi Ksatria datang ke rumahnya dan mengatakan kalau siang ini mereka akan berpesta. Hari ini sebenarnya bukan akhir pekan, tapi tanggal merah membuat mereka bisa libur di tengah-tengah minggu seperti hari ini.Rinai tadinya ingin tidur sampai siang, lalu nonton drama Korea yang sudah ia timbun episodenya sejak minggu lalu. Tetapi, Ksatria malah menyeretnya untuk ikut ke pesta lajang yang ia dan teman-temannya adakan untuk Ipang.Yang barusan diakui Ksatri
“Kata papaku, aku harus mastiin kamu pulang untuk makan malam hari ini.”“Wah, udah siap buat lamaran kita, Nai?”“Bukan itu!” Rinai semakin ingin membenturkan kepala Ksatria.Sejak acara jalan-jalan mereka ke Taman Safari minggu lalu, omongan Ksatria jadi semakin gamblang. Lelaki itu bahkan tak segan untuk menggodanya seperti ini.Untunglah sejauh ini, Ksatria hanya melakukannya saat mereka sedang berdua. Paling parah ya saat sedang bersama sahabat Ksatria yang lain dan di perjalanan pulang-pergi ke kantor dengan Pak Anwar.“Terus?” tanya Ksatria. “Aku nggak ada janji sama siapa-siapa buat makan di rumah. Malah aku pengen ngajak kamu sate Padang kayak biasa.”“Di Radio Dalam?”“Iya.” Ksa
Ksatria belum pernah ke neraka, tapi kalau boleh ia bersikap berlebihan, maka makan malam hari ini adalah neraka kecil baginya.Di mana ia harus duduk dengan perempuan yang ia sayangi dan perempuan yang dijodohkan sang ibu kepadanya.“Hari ini papanya Ksatria ada acara, jadi nggak bisa makan malam sama kita,” ucap Leona kepada Aleah.“Oh, gitu. Nggak apa-apa, Tante,” sahut Aleah. “Om Haydar pasti sibuk kan.”“Kapan-kapan kita makan malam bareng keluarga kamu juga yuk,” ajak Leona dengan bersemangat. “Nanti Tante ngomong sama mama kamu deh.”“Boleh, Tante.” Aleah tentu saja antusias dengan rencana tersebut. “Mama emang udah kepikiran mau ngajak makan malam bareng sih.”“Nah, pas tuh.” Leona tersenyum senang, lalu beralih pada
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans