Lagi, seolah segalanya hanyalah kebetulan, pagi ini Zoya kembali bertemu Aileen di dapur. Sama seperti kemarin, wanita itu pun memasuki dapur sambil menguap dan raut wajahnya menunjukkan keterkejutan yang kentara. "Sepertinya sejak kemarin kamu bangun subuh, Aileen, padahal sebelumnya tidak pernah. Ada apa?" Zoya langsung bertanya saat Aileen berdiri tidak jauh darinya.Aileen berdeham pelan, suaranya terdengar serak saat menjawab. "Aku haus, tidak ada minum di kamarku," ucapnya seraya berjalan pelan menuju lemari pendingin.Zoya menarik napas panjang, berusaha melanjutkan pekerjaannya tanpa harus melirik pada gaun tidur Aileen yang sangat terbuka. Kali ini Zoya tidak tahu bagaimana cara Aileen mendapatkan bercak-bercak baru di sekitar lehernya.Kemarin malam mungkin Zoya bisa berpikir jika Arvin memang melakukan 'itu' dengan Aileen sebelum menemuinya di dapur, tapi bagaimana dengan sekarang? Jelas Arvin selalu bersamanya sepanjang malam, jadi Zoya tidak tahu siapa yang memberikan ta
Pembicaraan Zoya dan Aileen terhenti saat para pelayan mulai memasuki dapur dan terkejut melihat Aileen yang tengah menangis.Pikiran Zoya masih penuh oleh kebohongan yang baru saja Aileen katakan meski beberapa waktu telah berlalu. Untungnya para pelayan yang melihat Aileen menangis dengan Zoya yang tengah menyedekapkan tangan, tidak menanyakan apa pun. Zoya tidak peduli meski akan timbul gosip tentangnya yang mungkin terlihat sedang menganiaya Aileen.Kepala Zoya hanya diisi oleh kata-kata terakhir yang Aileen ucapkan, tentang ia dan Arvin yang semalam 'bersama'. Padahal jelas Arvin sedang bersama Zoya sepanjang malam, bahkan pria itu masih tertidur pulas saat Zoya bangun. Bagaimana bisa Aileen berbohong seenteng itu?"Mama, kenapa lagi?" Pertanyaan yang dilayangkan Elvio membuat Zoya tersadar dari lamunannya. Ia sedang membantu menyisir rambut Elvio sekarang, setelah gagal memasak gara-gara kehadiran Aileen dan suasana hatinya yang memburuk sejak mendengar kebohongan wanita itu."
"Kamu kenapa, sih? Dari tadi kuperhatikan sibuk melamun sendiri dan mengabaikanku. Apa permainanku semalam kurang memuaskan?""Arvin ...." Zoya memanggil pelan, memberi isyarat pada suaminya untuk diam. Mereka baru saja mengantarkan Elvio ke sekolah dan sedang dalam perjalanan menuju tempat Zoya bekerja.Selama sarapan tadi, baik Zoya mau pun Aileen, tidak ada yang berbicara. Zoya membiarkan meja makan hanya riuh oleh obrolan Arvin dan Elvio, meski sesekali melirik pada Aileen yang sering melihat ke arah Arvin dan Elvio dengan tatapan sendu. Zoya tidak tahu bagaimana harus mengatakan pada Arvin tentang cerita yang Aileen lontarkan, selama dia tidak punya bukti pasti jika wanita itu benar-benar mengatakannya. "Lalu, kamu kenapa? Masih sakit soal semalam? Padahal kita sudah melakukannya kemarin, kupikir akan lebih mudah melakukannya lagi. Aku minta maaf jika sudah memaksamu, Love, tapi jangan memasang wajah merengut begitu. Lain kali akan kusiapkan dengan lebih baik!""Arvin," panggil
Jawaban suaminya tak ayal membuat Zoya diliputi rasa haru, dadanya berdebar menyakitkan saat Arvin memperlakukannya seolah ia adalah wanita yang paling dicintai pria itu, tapi tentu saja Zoya tahu jika Arvin hanya asal bicara.Zoya tidak tahu alasan Arvin mengatakan omong kosong seperti itu. Mana mungkin pria yang menandatangani surat perceraian dengan ekspresi dingin merasa marah karena tidak tahu tentang keberadaan Zoya. Bahkan Arvin sendiri yang mengatakan harapannya agar mereka tidak perlu bertemu lagi dan meminta Zoya untuk berurusan dengan pengacaranya saja.Lucu sekali bagaimana pria itu sekarang berkata seolah dia merindukan Zoya dan menyesali ketidaktahuannya tentang keberadaan wanita itu."Kalau kamu bertanya bagaimana keadaanku selama tujuh tahun terakhir, aku baik-baik saja. Kehidupanku dan Elvio sangat menyenangkan sampai kita bertemu lagi waktu itu," ucap Zoya menanggapi, menghela napas ketika melihat raut terkejut di wajah suaminya. "Kamu tidak berpikir jika pernikahan
Setelah mengantarkan Zoya ke mini market dan mendengarkan omelannya karena tidak memberitahukan perihal Eirin, Arvin akhirnya sampai di ruang kerjanya dan mengangguk singkat pada Aileen yang menyambut seperti biasa."Ada sedikit masalah dengan pembangunan apartement di Jepang," ucap Aileen begitu memasuki ruangan Arvin seraya menyerahkan berkas berisi laporan pembangunan apartement Kalan's Company di Jepang. Arvin yang langsung disambut dengan pekerjaan begitu duduk di kursinya, meraih berkas yang disodorkan Aileen dengan kening berkerut. Satu alisnya terangkat ketika melihat laporan yang tertera. "Segera hubungkan aku dengan manajer di sana," ucap Arvin setelah memahami secara umum permasalahan yang terjadi. "Apa ada berita dari kantor pusat?" tanyanya sembari membuka laptop dan mulai menghidupkannya."Sekretaris dari Wakil Presdir menghubungiku, katanya semua laporan sudah dikirimkan langsung ke alamat surel Anda. Sepetinya tidak ada masalah besar yang terjadi." Jawaban Aileen ya
Zoya melewati harinya seperti biasa, tidak ada gangguan apa pun selama ia bekerja. Meski begitu, kata-kata Aileen dan cara wanita itu bercerita dengan sungguh-sungguh membuat fokus Zoya terganggu. Wanita itu berencana untuk melihat apa yang akan Aileen lakukan selama beberapa hari ke depan. Kalau Zoya masih mendengar cerita-cerita yang sebenarnya tidak terjadi, ia baru akan mengatakannya pada Arvin, tentu saja setelah mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan."Mbak Zoya akhir-akhir ini suka melamun, ya?" Seorang pemuda mendekati Zoya sembari meraih salah satu merk pembalut terkenal di tangan wanita itu. Ia juga menurunkan beberapa produk pembalut yang sudah disusun rapi oleh Zoya dan mengembalikannya ke keranjang.Zoya yang pikirannya sempat kosong karena memikirkan rencananya untuk menjebak Aileen, langsung mengerjap bingung ketika barang-barang yang ia susun diturunkan."Lho, Reno? Kenapa ditaruh ke keranjang lagi?" tanya Zoya sembari menatap pemuda berusia dua puluh tahun yang ba
“Apa maksudmu tidak tinggal lagi di sana?! Aku baru bertemu dengannya beberapa minggu lalu dan dia berjanji untuk menunggu sampai aku menjemputnya! Apa Oma mengusirnya dari sana?” Suara Zoya gemetar, memikirkan satu-satunya teman yang ia punya menghilang entah ke mana.Mia merupakan salah satu anak di panti asuhan yang rutin mendapatkan dana dari Aldara. Setahu Zoya, Mia tidak lagi memiliki keluarga sejak ditinggalkan di depan panti asuhan ketika usianya lima tahun. Mia juga tidak pernah meninggalkan sisi Zoya sejak ayahnya membawanya pulang atas permintaan Zoya.“Dia mengundurkan diri,” ucap Arvin setelah berpikir beberapa saat, menimbang apakah harus mengatakan permasalahan yang ia dengar pada Zoya. “Orangku menemui Nyonya Zelinne, katanya Mia menyerahkan pengunduran diri sekitar dua minggu lalu dan mereka tidak tahu lagi ke mana dia pergi. Semua pakaiannya sudah dibawa, juga uang pesangon dan gaji tahunannya.”Zoya menelan ludah, memikirkan tempat atau orang-orang yang mungkin dike
Zoya mengerut, mengingat lagi kalung yang memang sering digunakan Mia. Ada bandul berbentuk bulat dengan gambar kepala serigala berwarna perak, Zoya ingat karena Mia sering menunjukkannya. Katanya itu adalah satu-satunya barang yang melekat di tubuh Mia kala itu. Seorang anak yang dibuang dalam kondisi mengenaskan tanpa sehelai benang. Zoya mengetahui cerita tentang hari ditemukannya Mia di depan panti asuhan karena pada saat itu, Zoya dan Kaindra sendiri mengikuti orang tuanya untuk memberikan donasi rutin di sana. Cerita tentang anak baru yang datang dengan kondisi terluka parah dengan bekas pukulan dan cambukan di seluruh tubuhnya tentu saja menjadi perbincangan hangat anak-anak di panti kala itu, membuat Zoya juga turut mendengarnya."Aku tahu kalung itu, Kai, tapi apa maksudnya dengan kamu pernah melihat lambang yang sama? Maksud kamu kepala serigala berwarna perak, kan?" Zoya bertanya setelah terdiam beberapa saat, sama sekali tidak mengerti bagaimana adik kembarnya melihat la