"Kamu kenapa, sih? Dari tadi kuperhatikan sibuk melamun sendiri dan mengabaikanku. Apa permainanku semalam kurang memuaskan?""Arvin ...." Zoya memanggil pelan, memberi isyarat pada suaminya untuk diam. Mereka baru saja mengantarkan Elvio ke sekolah dan sedang dalam perjalanan menuju tempat Zoya bekerja.Selama sarapan tadi, baik Zoya mau pun Aileen, tidak ada yang berbicara. Zoya membiarkan meja makan hanya riuh oleh obrolan Arvin dan Elvio, meski sesekali melirik pada Aileen yang sering melihat ke arah Arvin dan Elvio dengan tatapan sendu. Zoya tidak tahu bagaimana harus mengatakan pada Arvin tentang cerita yang Aileen lontarkan, selama dia tidak punya bukti pasti jika wanita itu benar-benar mengatakannya. "Lalu, kamu kenapa? Masih sakit soal semalam? Padahal kita sudah melakukannya kemarin, kupikir akan lebih mudah melakukannya lagi. Aku minta maaf jika sudah memaksamu, Love, tapi jangan memasang wajah merengut begitu. Lain kali akan kusiapkan dengan lebih baik!""Arvin," panggil
Jawaban suaminya tak ayal membuat Zoya diliputi rasa haru, dadanya berdebar menyakitkan saat Arvin memperlakukannya seolah ia adalah wanita yang paling dicintai pria itu, tapi tentu saja Zoya tahu jika Arvin hanya asal bicara.Zoya tidak tahu alasan Arvin mengatakan omong kosong seperti itu. Mana mungkin pria yang menandatangani surat perceraian dengan ekspresi dingin merasa marah karena tidak tahu tentang keberadaan Zoya. Bahkan Arvin sendiri yang mengatakan harapannya agar mereka tidak perlu bertemu lagi dan meminta Zoya untuk berurusan dengan pengacaranya saja.Lucu sekali bagaimana pria itu sekarang berkata seolah dia merindukan Zoya dan menyesali ketidaktahuannya tentang keberadaan wanita itu."Kalau kamu bertanya bagaimana keadaanku selama tujuh tahun terakhir, aku baik-baik saja. Kehidupanku dan Elvio sangat menyenangkan sampai kita bertemu lagi waktu itu," ucap Zoya menanggapi, menghela napas ketika melihat raut terkejut di wajah suaminya. "Kamu tidak berpikir jika pernikahan
Setelah mengantarkan Zoya ke mini market dan mendengarkan omelannya karena tidak memberitahukan perihal Eirin, Arvin akhirnya sampai di ruang kerjanya dan mengangguk singkat pada Aileen yang menyambut seperti biasa."Ada sedikit masalah dengan pembangunan apartement di Jepang," ucap Aileen begitu memasuki ruangan Arvin seraya menyerahkan berkas berisi laporan pembangunan apartement Kalan's Company di Jepang. Arvin yang langsung disambut dengan pekerjaan begitu duduk di kursinya, meraih berkas yang disodorkan Aileen dengan kening berkerut. Satu alisnya terangkat ketika melihat laporan yang tertera. "Segera hubungkan aku dengan manajer di sana," ucap Arvin setelah memahami secara umum permasalahan yang terjadi. "Apa ada berita dari kantor pusat?" tanyanya sembari membuka laptop dan mulai menghidupkannya."Sekretaris dari Wakil Presdir menghubungiku, katanya semua laporan sudah dikirimkan langsung ke alamat surel Anda. Sepetinya tidak ada masalah besar yang terjadi." Jawaban Aileen ya
Zoya melewati harinya seperti biasa, tidak ada gangguan apa pun selama ia bekerja. Meski begitu, kata-kata Aileen dan cara wanita itu bercerita dengan sungguh-sungguh membuat fokus Zoya terganggu. Wanita itu berencana untuk melihat apa yang akan Aileen lakukan selama beberapa hari ke depan. Kalau Zoya masih mendengar cerita-cerita yang sebenarnya tidak terjadi, ia baru akan mengatakannya pada Arvin, tentu saja setelah mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan."Mbak Zoya akhir-akhir ini suka melamun, ya?" Seorang pemuda mendekati Zoya sembari meraih salah satu merk pembalut terkenal di tangan wanita itu. Ia juga menurunkan beberapa produk pembalut yang sudah disusun rapi oleh Zoya dan mengembalikannya ke keranjang.Zoya yang pikirannya sempat kosong karena memikirkan rencananya untuk menjebak Aileen, langsung mengerjap bingung ketika barang-barang yang ia susun diturunkan."Lho, Reno? Kenapa ditaruh ke keranjang lagi?" tanya Zoya sembari menatap pemuda berusia dua puluh tahun yang ba
“Apa maksudmu tidak tinggal lagi di sana?! Aku baru bertemu dengannya beberapa minggu lalu dan dia berjanji untuk menunggu sampai aku menjemputnya! Apa Oma mengusirnya dari sana?” Suara Zoya gemetar, memikirkan satu-satunya teman yang ia punya menghilang entah ke mana.Mia merupakan salah satu anak di panti asuhan yang rutin mendapatkan dana dari Aldara. Setahu Zoya, Mia tidak lagi memiliki keluarga sejak ditinggalkan di depan panti asuhan ketika usianya lima tahun. Mia juga tidak pernah meninggalkan sisi Zoya sejak ayahnya membawanya pulang atas permintaan Zoya.“Dia mengundurkan diri,” ucap Arvin setelah berpikir beberapa saat, menimbang apakah harus mengatakan permasalahan yang ia dengar pada Zoya. “Orangku menemui Nyonya Zelinne, katanya Mia menyerahkan pengunduran diri sekitar dua minggu lalu dan mereka tidak tahu lagi ke mana dia pergi. Semua pakaiannya sudah dibawa, juga uang pesangon dan gaji tahunannya.”Zoya menelan ludah, memikirkan tempat atau orang-orang yang mungkin dike
Zoya mengerut, mengingat lagi kalung yang memang sering digunakan Mia. Ada bandul berbentuk bulat dengan gambar kepala serigala berwarna perak, Zoya ingat karena Mia sering menunjukkannya. Katanya itu adalah satu-satunya barang yang melekat di tubuh Mia kala itu. Seorang anak yang dibuang dalam kondisi mengenaskan tanpa sehelai benang. Zoya mengetahui cerita tentang hari ditemukannya Mia di depan panti asuhan karena pada saat itu, Zoya dan Kaindra sendiri mengikuti orang tuanya untuk memberikan donasi rutin di sana. Cerita tentang anak baru yang datang dengan kondisi terluka parah dengan bekas pukulan dan cambukan di seluruh tubuhnya tentu saja menjadi perbincangan hangat anak-anak di panti kala itu, membuat Zoya juga turut mendengarnya."Aku tahu kalung itu, Kai, tapi apa maksudnya dengan kamu pernah melihat lambang yang sama? Maksud kamu kepala serigala berwarna perak, kan?" Zoya bertanya setelah terdiam beberapa saat, sama sekali tidak mengerti bagaimana adik kembarnya melihat la
Wanita itu berhenti di depan pintu kamar utama, keningnya mengernyit mendengar desahan demi desahan serta erangan yang berasal dari dalam. Zoya menelan ludah, menatap pada pintu yang sedikit terbuka. Dari sini, Zoya hanya bisa melihat jika kamar itu tampak remang. Ting!Zoya mengalihkan atensinya pada ponsel di genggaman. Pesan yang dikirimkan Arvin kembali terlihat di layar ponselnya. Kalau Arvin bisa mengirim pesan dan meminta Zoya untuk segera menemuinya ke kamar, sudah pasti yang dimaksud adalah ruang kerjanya, bukan kamar utama, kan? Mana mungkin Arvin ingin menunjukkan kemesraannya dan Aileen terang-terangan!'Tapi, bagaimana jika Arvin memiliki kelainan?' Zoya membatin seraya menghidupkan kamera ponselnya sebelum mengarahkan ke arah pintu, jantungnya berdebar kencang saat suara-suara erangan Aileen menyentuh telinganya. Setelah mematikan rekaman ponselnya, Zoya bergegas pergi dengan langkah pelan, menuruni tangga menuju lantai satu di mana ruang kerja Arvin berada. Kalau pri
Ibu? Zoya termenung mendengar kata-kata Arvin. Setahunya Nyonya Kalandra sudah meninggal sejak lama, saat Arvin bahkan masih cukup kecil. Tapi, ia memang tidak pernah melihat foto wanita yang telah melahirkan suaminya. Dinding kediaman Kalandra hanya tergantung lukisan dan foto para pemimpin setiap generasi saja, tidak ada foto lainnya.Zoya bahkan tidak pernah melihat foto Arvin saat anak-anak. Zoya hanya melihat beberapa foto saat pria itu belajar di luar negeri, ketika usia Arvin sudah delapan belas tahun."Bagaimana bisa dia mirip dengan Nyonya Kalandra? Aku tidak bisa memberi komentar karena aku sendiri tidak pernah melihat wajah ibumu," ucap Zoya sembari menatap lekat netra hitam suaminya. Melihat tatapan dalam yang entah kenapa terasa sendu membuat Zoya mengerutkan kening. Apa Arvin sangat merindukan ibunya? Yah, tentu saja itu tidak perlu ditanyakan!"Akan kutunjukkan fotonya padamu besok, sekarang sebaiknya kita tidur dulu, sudah terlalu larut, kamu pasti lelah." Arvin menger