Napas Pandora tercekat segera menunduk tak ingin berpas – pasan dengan manik mata spektrum yang berkilat marah. Dia mengetatkan jemari pada Helios, tidak peduli bagaimana pria itu berusaha melepas tautan yang masih melekat dan mungkin akan memancing hura – hara besar ketika Kingston dengan seringai sinis menjulang tinggi, lalu bersimpuh meletakkan salah satu tangannya di antara keputusan salah yang Pandora buat. “Tunanganmu ini aku atau bawahanku?” Ada ketegangan bergumul liar di benak Pandora begitu Kingston meminta Helios untuk meninggalkan kamar. Pandora terpaksa menghadap wajah yang sialnya tampan itu saat dia sendiri tak berdaya terhadap jemari yang menarik tulang rahangnya kasar. Pandora bersyukur belum menyematkan pasangan dari cincin bertata batu hijau yang masih tersarung sempurna di jari manisnya untuk benar – benar mengikat Kingston sebagai seorang tunangan. Kingston sendiri tak pernah menganggap Pandora ada. Tidak semestinya Pandora mematahkan perasaan ragu hanya karena
“Terima kasih, Helios. Hari ini kau tidak perlu menjemputku. Aku akan tidur di asrama.” Pandora tersenyum singkat kemudian melangkah masuk ke dalam kafe. Mencari – cari keberadaan Anna yang belum pula sampai setelah 30 menit lalu gadis itu mengirim pesan sedang dalam perjalanan. Sudah bukan hal baru, maka Pandora tak perlu menunggu Anna sekadar mengambil posisi duduk di pojokan usai memesan jus alpukat. Biasanya Pandora akan memilih anggur untuk dijadikan minuman lembut, tetapi kali ini dia tak berniat membuat perasaannya mencicipi bekas – bekas bayangan tentang kehidupan buruk yang Kingston tawarkan. Meskipun Pandora takkan bisa melupakan setiap detik kekejaman Kingston, bahkan saat pertemuan terakhir mereka—hari di mana pedang menjadi bukti kebencian keduanya saling membara. Dengan tangan berdarah – darah Kingston pergi keluar kamar. Pergi setelah mengatakan sesuatu yang amat menyakitkan. Lalu saat kembali. Kingston membawa segelas ramuan pahit, memaksa Pandora menegak habis dan me
“Apa tidak ada pakaian yang lebih tertutup lagi, Ann?” Pandora melangkah tidak nyaman, sesekali menarik kain yang berkerut memperlihatkan kulit pahanya. Penampilan Pandora sudah sebegitu rapi—sedikit perlu memastikan bahwa dia tak akan menyesal mengambil keputusan ini setelah sering kali menolak ajakan Anna menikmati suasana klub malam. Masuk akal Pandora tak ngin Kingston tiba – tiba menerjang masuk ke kamar asrama saat dia sendirian di sana. Membuat keributan dan mengganggu beberapa mahasiswa yang memilih tinggal daripada mengeluarkan ongkos besar kembali ke kampung halaman. Pandora yakin saat dia berada di tengah keramaian Kingston akan sulit menemukan jejaknya. Sekali saja mungkin tak mengapa. Pandora tidak akan menyentuh minuman alkohol mana pun demi menjaga kesadaran dan akan mengajak Anna pulang secepatnya, meski tidak dengan kembali ke asrama. London .... Pandora sepakat akan ikut Anna pulang ke London setelah mengantongi izin dari Chris. Hanya beberapa hari saja. Lalu dia
“Setelah kematian Arcade, aku sama sekali tidak pernah melihatmu begini. Tapi sekarang ... kau menunjukkan hal yang sama seperti saat kau sedang cemburu padanya.” Ntah kali ke berapa Avanthe memperhatikan Kingston melepas empat anak panah secara bersamaan dengan bidikan tepat sasaran. Sesaat lalu dia berjalan di sekitar istana, tidak sengaja menangkap sekilas bayangan Kingston berdiri seorang diri di tengah kegelapan malam. Hanya beberapa perangkat percahayaan yakni api yang menyala – nyala di beberapa sudut lapangan. Agak terkejut sebenarnya Avanthe mengetahui Kingston sedang dikuasai amarah, tetapi Avanthe akan menyebut itu sebuah kecemburuan sebab mengenal kakak laki – lakinya. Tidak ada kemarahan yang sanggup membuat Kingston bungkam, jika bukan karena sesuatu yang lebih besar. “Hentikan semua ini.” Avanthe menyentuh pundak lebar Kingston saat dia benar – benar harus memberanikan diri untuk menyudahi semua yang sedang Kingston lakukan. “Kau hampir menghabiskan 1000 panah keraja
“Maaf, Kak Derrek. Kita tidak bisa berhubungan lebih. Kau kakak dari teman baikku, dan aku juga sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri.” Pandora bersyukur meski sudah menolak Derrek secara halus. Mendorong dada pria itu demi menghindari setiap keinginan Derrek ... pria itu masih bersedia menemaninya ke mana dia ingin, termasuk mendatangi satu persatu toko perhiasan di London seperti yang pernah dilakukan saat masih di Bristol. Napas Pandora berembus pelan menatap gedung bertingkat, yang lantai dasarnya dijadikan tempat jual beli perhiasan. Ini toko ntah ke berapa yang Pandora pilih setelah beberapa yang dia datangi selalu menolak, cenderung takut saat melihat cincin tunangan yang dia bawa. Semacam ada sebuah ancaman, yang membuat para pemilik toko tidak berani ambil risiko seandainya mereka memutuskan untuk membeli cincin pemberian Kingston. Sebenarnya Pandora sudah mencoba mengembalikan benda tersebut kepada Helios, tetapi tidak pernah sekali pun Helios mau menerima hal yang su
Berulang kali Pandora mengetuk jari – jari tangan dengan posisi lengan menekuk di atas meja bar. Menunggu Raymond yang baru saja masuk ke lorong temaram setelah pria itu meninggalkannya seorang diri menatap sekeliling orang – orang separuh mabuk menikmati gelegar musik yang memekakkan telinga. Ada rasa takut di mana Pandora mulai memikirkan kontrak kerja yang telah dia tandatangani. Raymond mungkin setuju terhadap pernyataan Pandora tentang keputusannya untuk berhenti jika merasa tak cocok bekerja, tetapi Pandora tak yakin hal ini akan berjalan sebagaimana semestinya. Membayangkan dia sedang sendiri di antara keramaian yang mengerikan. Harusnya Pandora dengarkan apa kata Anna. Gadis itu sudah sering kali mengingatkan, bahkan melarangnya melakukan kesepakatan merugi. Namun Pandora membutuhkan uang itu. Tak memungkiri kejadian memilukan yang Kingston ciptakan menjadi mimpi buruk untuknya. Pandora selalu merasa terancam atas apa yang akan dia ucapkan pada pria masa depannya. Dia memili
Persis mengulang kejadian buruk yang sama ketika ranjang besar itu berderak. Pandora beringsut mundur menghindari tatapan memangsa dan penuh kebengsian pria yang menyeretnya sepanjang pintu masuk mansion hingga berakhir dengan ketakutan tak berarti. Kingston menjulang tinggi kemudian merangkak cepat menarik kaki Pandora untuk telentang. Tubuh itu terkurung di antara lengan dan otot – otot liat yang kapan saja siap menerkam Pandora. Merobek habis pakaian utuh menjadi bahan percah tak berguna, hingga mempertontonkan kulit licin Pandora sejak berkeringat di dalam mobil. Kingston sengaja tidak menyalakan Ac. Sengaja membuat mereka pengap bersama, lalu saat dia memiliki kesibukan menjelanjangi Pandora dengan merampas habis tiap – tiap kain yang menutup sisa lekuk tubuh Pandora. Mata spektrumnya bergerak liar, menggantikan fungsi lidah untuk menjejal pemandangan seksi dari Pandora-nya yang manis. Kingston tertarik pada bagian menantang yang lama tak terjamah. Jari – jari tangan yang kasar
Napas Pandora tercekat mengira dia tak akan pernah selamat dari hasrat besar Kingston. Namun apa yang sedang Pandora lihat adalah hal mengejutkan. Dia meringis tak tahan ketika tiba – tiba terlonjak bangun, memegang perut bagian bawahnya yang terasa sakit. Dan itu merupakan reaksi tubuh setelah kali pertama membuka mata dan menyadari bahwa raganya masih di ruang yang sama. Ruang di mana tak satu pun hal dapat Pandora pertahankan. Tidak dengan harga dirinya. Tidak pula terhadap sisa – sisa kesadaran yang dimiliki, meski dia sudah sangat berusaha tidak tenggelam dalam gelap yang memerangkap. Ironi sekali ... pria itu mendapat kepuasan sementara Pandora harus terbangun dengan kecemasan yang membara. Dia tak tahu apa yang akan dilakukan. Tak punya cukup keberanian sekadar membiarkan kedua kakinya berpijak di atas marmer dingin. Pandora takut kalau – kalau dia akan salah melangkah. Takut seandainya harus menerima rasa menusuk yang lebih menyakitkan. Pandora mengusap wajah kasar tak kuasa