“Kau tidak ingin makan?” Pandora mengeluarkan suara setelah keterdiaman antara dia dan Kingston menyelam lama. Ketidakinginan membangunkan Aceli menjadi hal penting. Pandora menggenggam jari – jari tangan Kingston. Membayangkan pria itu pernah menjadi kepala pengurus kuda, dia tersenyum, aroma tubuh Kingston di saat itu sudah terduga akan memiliki sesuatu yang khusus. Setiap hari dengan pekerjaan menyikat bulu kuda, memotong kuku begitu ahli, memberi makan dengan rerumputan, hanya bersama kuda—pantas, Pandora mewajarkan bagaimana telapak tangan itu terasa kasar dan mantap saat menggenggamnya. “Aku penasaran apakah tuan tanah yang arogan itu memiliki anak gadis?” Setelah menarik wajah untuk menengadah. Pandora mendapati Kingston sedikit bergeser. Kernyitan di kening itu terlihat mengerut sangat dalam, tetapi suaminya langsung mengerti ke mana tujuan pembicaraan akan berlabuh. “Ada banyak.” Nada geli tersisip di sana. Segera memancing rasa ingin tahu Pandora, dia kembali mereguk ke
Nilai mata kuliah keluar secara mengejutkan. Pandora menatap lamat – lamat dashbord website kemahasiswaan. Pada kolom lain di profilnya. Mendalami serentetan angka – angka dan bobot mutu yang tertera. Keseluruhan, dia nyaris mendapat nilai sempurna. Tetapi ‘C plus’ dari Ms. Madeline cukup menyergap keanehan di benak Pandora. Rasanya dia sudah berusaha mendapatkan hasil terbaik. Kesalahan yang terlihat begitu nyata terletak pada nilai ujian akhir semester. Dan jika dikaitkan kembali. Ini semua karena ....Karena sikap mesum Kingston.Kingston muncul di saat – saat tidak diinginkan. Melancarkan aksi tepat setelah dia menyelesaikan tugas ujian. Benar. Pandora yakin itulah pengaruhnya. Dia mendengkus. Sedikit menyeringai sinis mendapati nilai tertinggi jatuh pada mata kuliah dramaturgi.Ntah harus berterima kasih kepada suami sendiri sebagai dosen pengampuh atau Mr. Zade yang baik hati. Hanya dua minggu mengajar—di musim dingin pertama, meliputi badai salju selanjutnya mengandalkan pertem
Pria ini memejam di sampingnya. Mengembuskan napas begitu tenang. Sebuah pemandangan menyenangkan. Saling berhadapan, dan Pandora memiliki akses bebas menyentuh segala hal yang ada di wajah Kingston.Rambut hitam itu, menjuntai agak menyentuh kening. Menarik Pandora untuk mengulurkan lengan. Merapikan helaian nakal kembali beradu; menyatu bersama helai – helai rambut yang teratur.Sentuhan ujung jari Pandora merambat pelan menyentuh deretan alis rapi. Mengusapkan ibu jari sebentar di sana saat kening itu akhirnya mengernyit. Dia sama sekali tidak berniat membangunkan Kingston. Tetapi kesempatan meneliti seperti ini jarang terpikirkan. Kesempatan setelah melepas ketegangan. Kingston terbiasa sering membelakanginya ketika merasa akan ... akan sangat buruk. Dan kali ini, Pandora tidak menyia – nyiakan sesuatu yang membuatnya tersenyum. Sedikit bergeser lebih dekat, sambil – sambil berpegangan pada selimut yang menutup tubuh telanjangnya.Ada begitu banyak pertanyaan mengalir deras. Seper
“Kau mau ke mana?”Setelah percakapan serius berakhir, Pandora berasumsi berat bagi Kingston mempertimbangkan semua keputusan secara gamblang. Tiba – tiba dia harus menerima kenyataan bahwa ranjang berderak, mengikuti gerak kaki Kingston terseret untuk berpijak di atas marmer dingin. Gerakan yang secara spontan menyibak selimut tebal hingga pinggul ramping dan kokoh—haus, bergairah, membelakangi dan menawarkan pemandangan liar bagi dirinya. Dia tidak pernah berhenti mengamati cara terburu – buru dari Kingston saat kembali mengenakan boxer maupun celana kain panjang. Seperti sedang diburu sesuatu, kemudian Kingston menjulang sangat tinggi. Tidak langsung melangkah, karena sepertinya pria itu berusaha mengembalikan pengelihatan bercabang dan rasa berputar yang terjal.“King, aku bertanya padamu?” Pandora menghela napas kasar. Menyusul jejak Kingston membaluri tubuhnya ke dalam kain – kain tebal. Dia menyeka rambut hitam panjang terurai yang terjepit di antara kerah pakaian, membiarkan c
Dengan pandangan setengah kosong. Pandora hati – hati menyentuh gelang rantai di tangannya. Berusaha tidak terlihat seperti dia-lah yang terjebak di tengah kondisi paling buruk. Beberapa kali Pandora menyeka air di sudut mata. Menghirup udara sedalam – dalamnya, lalu mengembuskan napas sedatar mungkin.Seseorang yang perlu dia khawatirkan adalah Kingston. Pria yang berlutut menghadap tubuh kecil Aceli. Membujuk gadis kecil itu untuk tidak menjadi nakal. Mengusap – usap buntalan pipi yang menonjol. Dan tanpa diduga Kingston akan menarik tubuh sang keponakan, sekali lagi, mendekap sangat erat dengan tempo waktu yang lama.Terlalu menyakitkan.Sesuatu terasa seperti menghunus perasaan Pandora. Jantungnya mencelus. Tiga hari sebelum kejadian dia sudah menyaksikan kegelisahan yang membludak dalam diri suaminya. Bahkan saat menghadapi momen pelepasan. Kingston tidak terlihat sanggup mengeluarkan apa yang bersarang di benak pria itu. Membiarkan bentuk kehilangan menggerogoti seluruh ... selu
Melakukan perjalanan ke Peru seperti manusia biasa merupakan peristiwa pertama yang sedang Avanthe hadapi. Jari – jarinya tangannya tidak pernah melepaskan Aceli, menuntun gadis kecil itu duduk di tengah – tengah bangku pesawat, Hores berada di posisi dekat jendela, sementara dia memilih bagian luar untuk memastikan segala hal jika nanti Aceli membutuhkan bantuan.Selama perjalanan hanya kebungkaman. Avanthe mengerti Aceli butuh waktu menyesuaikan diri. Saat menatap Hores, dia sadar pria itu sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang tidak bisa Avanthe duga dengan baik ketika beragam macam pertanyaan skeptis muncul di kepalanya sendiri. Dia tidak bisa mengenyahkan pikiran – pikiran aneh tentang Kingston.Sekeras mungkin mencoba menahan diri. Rasanya terus – menerus dihantui perasaan bersalah. Avanthe tidak tahu sejauh mana dia akan bertahan di balik situasi pelik dan menyakitkan seperti ini.Sedikit satu keputusan yang disembunyikan adalah dia punya keberanian yang mantap menghadapi Raja
Dalam tidur mengingatkan Pandora pada situasi tertentu. Bayangan liar seolah menjamah sesuatu yang tidak pernah dia harapkan. Bayangan tentang ketidakberdayaan Kingston begitu terdampar di atas pijakan kaki empuk dengan warna – warna menyala. Jari – jari tangan pria itu mengepal erat, persis ingin meremukkan sesuatu di dalam genggamannya. Tetapi yang paling menyakitkan ketika Pandora tidak menaruh tatapan ke arah lain adalah darah terus berjatuhan. Telapak tangan itu sedang terluka, dibelah kasar oleh benda tipis menajam milik sesemakhluk bertanduk. Dan untuk tidak membiarkan jari maupun telapak tangan itu terpisah. Kingston tidak bisa melepas kepalan yang membuat pria itu berusaha bangun, sekaligus tersentak dalam upaya tak berguna.Makhluk bertanduk telah memenangkan perang. Tawa kentara menggema hebat, bahkan tidak peduli liur sedang bergelantungan di sudut bibirnya. Di sudut paling mengerikan ketika langkah itu mendekat.Makhluk yang kasar, tanpa pengampunan menyeret Pandora perg
“Kau membeli bra dalam rangka apa?”Wajah Anna muncul, celinguk menyentuh lengan Pandora yang masih sibuk memilih bra dengan ‘cup’ yang dia mau. Mereka tiba setelah Pandora membereskan Kingston terdahulu, memastikan pria itu akan tidur, mendapat istirahat yang cukup, dan kondisi semakin lebih baik dari terakhir Pandora menyentuh kening suaminya.Dia tidak begitu memedulikan pertanyaan Anna. Meraih dua bra berenda, tiga dengan polosan, dan satu yang bertali silang. Pandora berpikiran untuk membeli lebih banyak sekadar berjaga – jaga. Melangkahkan kaki pelan seraya memusatkan perhatian pada etalase pakaian dalam.“Panda, aku bicara denganmu.”Anna menyusul, itulah mengapa Pandora berusaha mencari cara mengenyahkan rasa ingin tahu Anna.“Kau tidak mau beli bra, dalaman, atau baju santai, Ann?”“Aku traktir pakai kredit card King kong,” ucap Pandora, sesaat mempan menghentikan Anna hingga gadis itu seolah sedang menimbang. Sorot mata Anna menyipit, lalu seringai muncul di waktu bersamaan.