Mencari pelampiasan adalah cara untuk membuatnya merasa lebih baik. Desakan untuk terus melakukannya, membentuk obsesi yang tanpa sadar menjadikannya berbeda. Edward menatap dua benda di hadapannya, satunya vitamin sementara satu lagi gelas berisi cairan berwarna. Tidak peduli dengaan teriakan minta tolong, pria itu tetap memandangi kedua benda tersebut. Tangannya mengambil sebuah vitamin lalu menjatuhkannya ke dalam gelas berisi cairan berwarna tersebut. Dia tersenyum miring, rasanya menenangkan saat mendengar gemerincik air yang persis sama saat dia memainkan benda kesayangannya. “Kumohon, beri aku waktu untuk memenuhi target. Aku janji akan segera membereskannya. Ampuni aku,” mohon orang itu lagi. Edward masih menghiraukannya. “Beri aku kesempatan satu kali lagi,” Edward berdecak, orang itu benar-benar berisik, mengganggu kesenangannya saja.Edward berdesis pelan. Beberapa menit yang lalu dia masih mempertimbangkan untuk memberi keringanan pada orang itu. Namun, dia berubah pikir
Mereka tercipta tanpa rasa empati sama sekali, seolah hati mereka diibekukkan hingga tidak bisa merasakan emosi apa pun. Lalu apa yaang wanita itu khawatirkan. Edward tidak akan jatuh hati pada seseorang, apalagi sampai memiliki keturunan. Pria itu memasukan tangan ke dalam saku, memperhatikan foto pernikahan yang masih saja terpajang di ruang tamu. Dua orang itu terlihat begitu bahagia, di balik fakta Asnaf yang menyimpan kegelapan. “Seharusnya Mama tidak jatuh hati pada seorang psikopat. Seandainya waktu bisa diputar, Mama akan memilih mati daripada harus menikah dengannya, apalagi sampai memiliki keturunan,” tutur wanita paruh baya itu, menghela napas berat. Dia menghadapi hari-hari yang penuh kegelapan sejak mengetahui fakta mengerikan tentang Asnaf. Hidup mereka berubah drastis. Asnaf mulai menunjukkan sisi gelapnya, memperlakukan wanita itu sesuka hatinya, dan sering melukainya. Asnaf bahkan memaksanya untuk melahirkan keturunan pria itu. “Rantainya tidak boleh terputus. Aku
Meta mengatur napas yang masih ngos-ngosan, berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya. Hari itu cuaca terlalu panas dan membakar, dan Edward begitu tega menyuruhnya membersihkan pekarangan rumah yang luasnya melebihi kolam berenang yang pernah dia bersihkan.“Capek banget, akhh,” teriak Meta mulai frustasi. Meta berkacak pinggang, memperhatikan pekarangan yang bahkan belum seperempat selesai dia bersihkan. Keringat membanjiri wajah dan kaus yang dia kenakan mulai basah oleh keringat benar-benar seperti kerja rodi.“Aku bisa terbakar sampai habis kalau begini caranya,” dumelnya.Edward benaar-benar membuktikan bahwa pria itu tidak memiliki hati nurani. Meta yang baru juga pulih udah disuruh melakukan pekerjaan berat, mana sendirian lagi.“Berhenti mendumel, pekerjaan gak akan selesai,” ucap seseorag. Regano datang, tersenyum kecil. Pria itu sudah lengkap dengan topi dan gunting unuk membersihkan rumput liar.“Pakai ini, biar wajah mulus kamu gak rusak.”Dia mulai merapikan rambut Meta d
Meski tidak terlalu akrab, Meta beberapa kali bertemu wanita yang bahkan masih saja awet muda itu. Tentu saja, perawatan yang mahal menjamin kecantikan wanita tersebut. Keluarga Leonardo terkenal sebagai salah satu keluarga sukses. Meski harus mengesampingkan sisi gelap keluarga itu.“Jadi kamu sudah tidak pernah komunikasi lagi dengan Xadira, sejak pindah sekolah?” tanya wanita itu, memperbaiki posisi duduknya. Dia benar-benar wanita yang sangat anggun, ditambah balutan kain mewah yang tampak elegan di tubuhnya.“Begitulah,”Meta merasa ada yang janggal. Penampilan Xadira begitu berbeda dari wanita di hadapannya. Seolah gadis lemah itu bukan bagian dari keluarga Leonardo. Selama mengenal Xadira, tidak sekali pun gadis itu mau menyebutkan nama belakangnya, dan Meta yang tidak terlalu peduli, mengabaikan kejanggalan tersebut.“Edward masih ada rapat, mungkin akan pulang larut, jadi Tante bisa berkunjung di lain hari,” jelas Regano setelah menghubungi psikopat tersebut. Wanita itu sama
Meski tidak ingin, tetap saja pemintaan nyonya besar Leonardo terputar dalam pikirannya. Sebuah kesalahan yang menjadi titik awal segalanya. Jika saja saat itu wanita sempurna itu tidak menikah, dan memiliki keturunan, tentu Meta tidak perlu ada di sana, terjebak bersama seorang psikopat, yang kapan saja bisa menghabisi nyawanya.Meta menahan napas saat Edward mengikis jarak. Mata hitam pekat itu menatapnya begitu tajam, dan penuh peringatan.“Kamu sudah melewati batas, dan aku tidak akan diam saja,” lontarnya, Meta mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh dinding. Dia kehilangan ruang untuk bergerak. Edward memenjarakannya di antara tangan dan tubuh pria itu.“Mau membuat pembelaan?”“Apa itu akan mengubah sesuatu? Kamu tetap akan menghukumku meski aku menjelaskaan kebenarannya, lalu apa bedanya?” sahut Meta, Edward tersenyum miring. Posisi Meta yang berada dalam kukungannya, membuat dia bisa melihat betapa mulusnya wajah itu. Dia mengelus wajah Meta, merasakan lembutn
Bagi orang-orang, melupakan hari istimewa, seperti ulang tahun bukanlah masalah besar. Namun, berbeda bagi mereka yang sudah memberikan segalanya. Mereka tulus tentu saja, hanya terkadang tidak mendapatkan kembali sebagai timbal balik, akan sangat menyakitkan.Meta menatap panntulan wajahnya di cermin. Hari itu adalah puncak dari kesabarannya selama ini. Banyak hal yang tidak adil. Dia berusaha memahami keadaan sahabatnya, tetapi tidak sekali pun mereka melakukan hal yang sama. Meta hanya mengharapkan hal sederhana, yaitu kehadiran mereka di saat-saat tertentu. Namun, dia hanya diminta untuk memahami keadaan mereka.“Seharusnya aku tidak perlu menyesali ini, bukan? Mereka mungkin tidak pernah menyesali dan mengganggap diri mereka jahat,” gumamnya, menghela napas.Edward pergi dan belum kembali setelah beberapa hari. Meta menebak kalau psikopat itu sedang bekerja dan kembali dengan hasil yang dia harapkan.“Aku sangat berharap kalian menyesal, tetapi rasanya tidak adil jika kalian tid
Dia meringkuk, menenggelamkan kepala di lipatan lutut. Ke sekian kali, dia memilih keputusan yang salah. Dia selalu berpikir sudah melakukan yang terbaik. Namun, yang dia dapat justru sebaliknya. Meta tidak pernah menduga kalau orang yang dia percaya, ternyata iri dan ingin menghambat perkembangannya.“Gak perlu make over, Ta. Kamu udah cantik kok!”“Udahlah, gak perlu ikut akademi, lebih baik kita main aja,”“Benar banget tuh, capek belajar terus,”Dia pikir mereka benar-benar peduli. Melakukan hal-hal itu untuk kebaikannya. Sebaliknya, mereka tidak ingin Meta selangkah di depan mereka.“Kalian gak bangga? Teman kalian jadi model di usia yang masih terbilang sangat muda loh,”“Memangnya kalian bangga? Non akademik, apa yang perlu dibanggain?”Semakin diingat, semakin dada Meta terasa sesak. Dia dipertemukan dengan orang-orang yang salah.Kejujuran Anne membuat dia mulai merasa salah dalam mengambil keputusan. Sama seperti saat dia memutuskan untuk meninggalkan Xadira. Semua berakhir
Edward murka, Meta melakukan kesalahan dengan menantang perintahnya. Dia melangkah tergesa-gesa, untuk memberi gadis itu pelajaran. Beberapa waktu terakhir Edward terlalu lembut dan memperlakukan Meta lebih baik, hingga gadis itu merajalela.“Meta!”Teriakan Edward menggema di seluruh mansion. Regano datang dengan tergesa-gesa.“Jangan ikut campur,” ucap Ren menahan tangan Regano. Pria itu menatapnya, langsung mengetahui kalau ini semua ulah wanita di hadapannya.“Kenapa kamu melakukan ini?”“Supaya kamu berhenti untuk ikut campur. Kamu tau kalau Edward gak akan mungkin menyakiti Meta, tanpa alasan,” Ren berusaha membuat pembelaan. Regano tersenyum kecut. Edward menyakiti orang lain tanpa alasan?“Kepala kamu terbentur, heum? Kamu mengenal Edward bukan satu atau dua tahun, Ren. Meta tidak seharusnya diperlakukan seperti ini. Aku yakin, kamu juga menyadari ada yang salah di sini. Namun, kamu memilih diam dan berpuraa-pura tidak tau apa-apa, iya ‘kan?” cecar Regano. Ren terkejut dengan