Kurang dari 10 menit mobil mewah itu melaju menuju hotel bintang lima di pusat kota Washington. Sepanjang perjalanan, Marco harus menahan geraman dan hasratnya karena Hiriety yang dengan sengaja menggodanya.
Entah itu mengusap pangkal pahanya, mengecup lehernya atau bahkan melebarkan selangkangannya menghadap pada Marco
Ini pertama kali Marco berurusan dengan wanita secara langsung dan dia langsung dihadapkan pada ratunya
Hiriety adalah sosok yang penuh daya tarik, dan setiap gerakan yang dilakukannya hanya semakin membuat Marco tertegun. Dia berusaha untuk tetap fokus pada jalan, tetapi perhatian dan pikirannya terus teralihkan oleh godaan Hiriety.
“Kau tak mau menyentuhnya, Valley?” bisikan penuh godaan itu membuat Marco mencengkram kemudi dengan kuat
"Aku sedang mengemudi, Hirie" jawabnya, suaranya sedikit serak. Ia berusaha untuk terdengar tenang, tetapi gemetaran di tangannya mengkhianatinya.
Hiriety terkekeh pelan, suaranya
“Aku ingin menawarkan kesepakatan”Hiriety meletakan sendoknya, mereka masih berada di kamar hotel yang saat ini dalam kondisi sangat berantakan akibat ulah keduanya semalam"Kesepakatan?" tanyanya, alisnya terangkat sedikit, seolah menantang Marco untuk menjelaskan lebih lanjut.Marco mengangguk, matanya tetap tertuju pada Hiriety. "Aku ingin menawarkanmu sebuah kesepakatan, Hirie. Sesuatu yang lebih dari sekadar satu malam. Aku tahu kau bukan wanita yang mudah dijinakkan, tetapi aku ingin mencoba. Aku ingin memiliki dirimu, bukan hanya tubuhmu."Hiriety menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya terkekeh pelan. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan kakinya dengan anggun. "Milikkmu?" ulangnya dengan nada geli. "Kedengarannya seperti tawaran yang sangat klise."Marco tidak tersenyum. "Aku serius."Hiriety terkekeh pelan, suaranya masih bergema dengan kelembutan sisa kenikmatan. Ia menarik tangannya dari genggama
“Jadi.. kau menerimanya?” Tanya SelenaHiriety mengangguk sambil memakan es krim vanila miliknya. Mereka berada diapartemen mereka, tepatnya di Milan, Italia.Setelah menikah, Selena kembali melanjutkan kuliah fashionnya dan kali ini suami Selena itu sedang membasmi hama hingga Hiriety harus kembali menjadi bodygurad berkedok roommate untuk Selena“Bukannya kau dekat dengan Sir Eras?” Selena kembali bertanyaHiriety menyesap es krimnya dengan malas, matanya menatap Selena dengan ekspresi datar. "Sir Eras? Erasmus maskudmu?" ulangnya seolah tidak paham.Selena mengangguk cepat. "Bukannya dia juga tertarik padamu?"Hiriety terkekeh, meletakkan sendoknya di atas mangkuk dengan santai. "Tertarik? Bisa jadi. Tapi aku bukan tipe wanita yang hanya menerima satu pilihan saja, Selena."Selena memutar matanya. "Jadi kau akan memainkan dua pria berbahaya sekaligus?"Hiriety menyandarkan tubuhnya ke sofa, melipat ka
"Aku mendengar semuanya." Suara dingin Matthias terdengar dari seberang.Hiriety menutup mata, mencoba menahan dorongan untuk mengumpat. Tentu saja kakaknya mendengar."Jadi?" jawabnya santai. "Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah, kan?""Aku tidak peduli dengan urusanmu dan Valley" balas Matthias tajam. "Tapi jangan meracuni pikiran istriku dengan omong kosong semacam itu.""Aku tidak teracuni Matthias! Aku hanya—""Kau tak perlu membelanya, Princess" potong Matthias cepat. "Aku sedang menasehati adik bebalku ini."Selena langsung mengatupkan mulutnya, wajahnya semakin merah. Hiriety tertawa pelan. "Oh, Matthias. Aku tidak meracuni istrimu. Kami hanya berbincang santai, kau tahu? Percakapan antara dua wanita dewasa.""Kau tahu maksudku, Hiriety" Matthias memperingatkan. "Selena tidak perlu tahu seberapa ‘bagus’ pria lain selain suaminya."Hiriety terkekeh. "Santai saja. Selena setia padamu. Aku hanya berba
"Hiriety Bedine Walton! Sedang apa kau?!!"Suara Marco terdengar dalam dan berbahaya di seberang telepon.Hiriety menyandarkan punggungnya ke meja di belakangnya, masih di dalam ruangan Erasmus. Dengan senyum nakal, dia melirik Erasmus yang masih berdiri di depannya, dasinya masih tergenggam di tangan Hiriety.“Aku sibuk” jawabnya santai, suaranya penuh godaan.Marco terdiam beberapa detik. “Sibuk dengan siapa?”Hiriety bisa merasakan nada posesif dalam suara Marco, yang justru membuatnya semakin ingin bermain-main dengannya.“Hmm, kau tahu sendiri” balasnya dengan nada sok misterius. “Ada banyak pria tampan di Milan.”Erasmus menahan tawa, tetapi ekspresi matanya tajam, seolah ingin tahu bagaimana kelanjutan percakapan itu.Marco menggeram di telepon. “Hiriety.”Nada suaranya berbahaya.Hiriety tertawa kecil. “Kau tahu, Valley? Aku suka mendengar s
Brakk!“Setidaknya kau bisa memintaku untuk masuk mobil sendiri daripada memaksaku masuk dengan kasar”Pintu mobil tertutup dengan keras, membuat Hiriety menyeringai.Matanya mengikuti Marco yang memutari depan mobil dan masuk ke sisi pengemudi, menyalakan mesin tanpa menjalankannyaHiriety miringkan kepala, menatap pria itu dengan senyum miring. "Kau benar-benar dalam mode 'alpha male yang terluka' sekarang, Valley" katanya santai.Marco mengepalkan tangan di atas kemudi, matanya gelap, rahangnya mengeras. "Kau pikir ini lucu?""Aku pikir ini sangat lucu" balas Hiriety tanpa rasa takut. "Kau datang jauh-jauh ke Milan hanya untuk menculikku dan bersikap seperti suami yang dikhianati."Marco mengerang pelan, membanting tangan ke setir. "Berhenti menyebalkan, Walton."Hiriety tertawa pelan, tetapi tawanya terputus ketika Marco tiba-tiba membungkuk ke arahnya, tangannya mencengkeram dagunya dengan kuat."Aku ser
Hiriety Berdine Walton.Banyak wanita yang ingin menjadi dirinya, dan banyak pria yang memujanya.Dengan rambut cokelat gelap panjang yang lembut, mata abu-abu yang tajam seperti elang, serta bibir merah yang sering melengkung dalam senyum penuh kepercayaan diri, Hiriety bukan hanya sekadar cantik—dia adalah pusat perhatian di mana pun ia berada.Tapi dia bukan sekadar sosialita yang hidup di bawah bayang-bayang nama besar Walton. Hiriety adalah wanita yang tahu apa yang ia mau, dan ia tidak ragu untuk mendapatkannya. Termasuk ketika seseorang mencoba menyentuh dunianya tanpa izin.Seperti pria itu.Marco Valley.Pria yang dikenal dingin, tidak kenal takut, dan penuh kebencian pada keluarganya.Namun bagi Hiriety, Marco bukan ancaman—dia adalah tantangan yang menarik.“Dia benar-benar berani, ya?” Hiriety berbisik dengan nada geli sambil menyesap sampanye dari gelas kristal yang ia pegang. Ia berdiri di sudut ruangan, mengamati pria berjas hitam yang baru saja tiba di pesta malam itu.
Hiriety menapakan kakinya di halaman luas, rerumputan yang tertata rapi terinjak oleh hak tingginya yang elegan. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuat bibirnya melengkung dalam seringai kecil—melainkan fakta bahwa Marco Valley benar-benar membawanya ke sini.Sebuah mansion berdiri megah di depannya, arsitekturnya khas gaya klasik dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar yang diterangi cahaya lampu dari dalam. Ini bukan tempat yang asing bagi Hiriety.“Jadi, kau benar-benar membawaku ke sarang singamu sendiri?” katanya santai, melirik Marco yang berdiri di sisinya.Pria itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menatap Hiriety sejenak sebelum mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya agar pergi. Beberapa pria yang sejak tadi mengawal mereka segera mundur, meninggalkan keduanya di depan mansion besar itu.Marco kemudian berjalan lebih dulu, membukakan pintu besar di hadapan mereka. “Masuk.”Hiriety menyisir rambutnya dengan jari sebelum melangkah a
Hiriety beranjak masuk ketika selesai dengan ucapannya yang provokatif, yang tak ia duga adalah ketika Marco secara tiba-tiba menghantamkan tubuhnya ke dinding ruang tengah dengan keras, udara seakan terhenti sesaat saat jari-jari Marco melingkar erat di lehernya. Tatapan pria itu gelap, penuh amarah yang sudah sejak tadi ia tahan.“How rude...” Hiriety bergumam dengan seringai tipis. Meskipun udara yang bisa ia hirup mulai menipis"shut up your fuckin mouth! Aku sudah muak dengan permainanmu, Walton" geram Marco, jemarinya menekan kulit leher Hiriety, cukup kuat untuk memperingatkan tapi tidak sampai menghancurkannya.Hiriety hanya terkekeh kecil, meski napasnya mulai terasa berat. Mata abu-abunya menatap Marco tanpa sedikit pun ketakutan, seolah pria itu hanyalah hiburan yang menyenangkan baginya."Apa ini yang bisa kau lakukan, Valley?" suaranya terdengar parau, namun masih dipenuhi nada mengejek. "Aku pikir kau lebih dari sekadar pria yang frustrasi atau mungkin ini pelampiasanmu
Brakk!“Setidaknya kau bisa memintaku untuk masuk mobil sendiri daripada memaksaku masuk dengan kasar”Pintu mobil tertutup dengan keras, membuat Hiriety menyeringai.Matanya mengikuti Marco yang memutari depan mobil dan masuk ke sisi pengemudi, menyalakan mesin tanpa menjalankannyaHiriety miringkan kepala, menatap pria itu dengan senyum miring. "Kau benar-benar dalam mode 'alpha male yang terluka' sekarang, Valley" katanya santai.Marco mengepalkan tangan di atas kemudi, matanya gelap, rahangnya mengeras. "Kau pikir ini lucu?""Aku pikir ini sangat lucu" balas Hiriety tanpa rasa takut. "Kau datang jauh-jauh ke Milan hanya untuk menculikku dan bersikap seperti suami yang dikhianati."Marco mengerang pelan, membanting tangan ke setir. "Berhenti menyebalkan, Walton."Hiriety tertawa pelan, tetapi tawanya terputus ketika Marco tiba-tiba membungkuk ke arahnya, tangannya mencengkeram dagunya dengan kuat."Aku ser
"Hiriety Bedine Walton! Sedang apa kau?!!"Suara Marco terdengar dalam dan berbahaya di seberang telepon.Hiriety menyandarkan punggungnya ke meja di belakangnya, masih di dalam ruangan Erasmus. Dengan senyum nakal, dia melirik Erasmus yang masih berdiri di depannya, dasinya masih tergenggam di tangan Hiriety.“Aku sibuk” jawabnya santai, suaranya penuh godaan.Marco terdiam beberapa detik. “Sibuk dengan siapa?”Hiriety bisa merasakan nada posesif dalam suara Marco, yang justru membuatnya semakin ingin bermain-main dengannya.“Hmm, kau tahu sendiri” balasnya dengan nada sok misterius. “Ada banyak pria tampan di Milan.”Erasmus menahan tawa, tetapi ekspresi matanya tajam, seolah ingin tahu bagaimana kelanjutan percakapan itu.Marco menggeram di telepon. “Hiriety.”Nada suaranya berbahaya.Hiriety tertawa kecil. “Kau tahu, Valley? Aku suka mendengar s
"Aku mendengar semuanya." Suara dingin Matthias terdengar dari seberang.Hiriety menutup mata, mencoba menahan dorongan untuk mengumpat. Tentu saja kakaknya mendengar."Jadi?" jawabnya santai. "Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah, kan?""Aku tidak peduli dengan urusanmu dan Valley" balas Matthias tajam. "Tapi jangan meracuni pikiran istriku dengan omong kosong semacam itu.""Aku tidak teracuni Matthias! Aku hanya—""Kau tak perlu membelanya, Princess" potong Matthias cepat. "Aku sedang menasehati adik bebalku ini."Selena langsung mengatupkan mulutnya, wajahnya semakin merah. Hiriety tertawa pelan. "Oh, Matthias. Aku tidak meracuni istrimu. Kami hanya berbincang santai, kau tahu? Percakapan antara dua wanita dewasa.""Kau tahu maksudku, Hiriety" Matthias memperingatkan. "Selena tidak perlu tahu seberapa ‘bagus’ pria lain selain suaminya."Hiriety terkekeh. "Santai saja. Selena setia padamu. Aku hanya berba
“Jadi.. kau menerimanya?” Tanya SelenaHiriety mengangguk sambil memakan es krim vanila miliknya. Mereka berada diapartemen mereka, tepatnya di Milan, Italia.Setelah menikah, Selena kembali melanjutkan kuliah fashionnya dan kali ini suami Selena itu sedang membasmi hama hingga Hiriety harus kembali menjadi bodygurad berkedok roommate untuk Selena“Bukannya kau dekat dengan Sir Eras?” Selena kembali bertanyaHiriety menyesap es krimnya dengan malas, matanya menatap Selena dengan ekspresi datar. "Sir Eras? Erasmus maskudmu?" ulangnya seolah tidak paham.Selena mengangguk cepat. "Bukannya dia juga tertarik padamu?"Hiriety terkekeh, meletakkan sendoknya di atas mangkuk dengan santai. "Tertarik? Bisa jadi. Tapi aku bukan tipe wanita yang hanya menerima satu pilihan saja, Selena."Selena memutar matanya. "Jadi kau akan memainkan dua pria berbahaya sekaligus?"Hiriety menyandarkan tubuhnya ke sofa, melipat ka
“Aku ingin menawarkan kesepakatan”Hiriety meletakan sendoknya, mereka masih berada di kamar hotel yang saat ini dalam kondisi sangat berantakan akibat ulah keduanya semalam"Kesepakatan?" tanyanya, alisnya terangkat sedikit, seolah menantang Marco untuk menjelaskan lebih lanjut.Marco mengangguk, matanya tetap tertuju pada Hiriety. "Aku ingin menawarkanmu sebuah kesepakatan, Hirie. Sesuatu yang lebih dari sekadar satu malam. Aku tahu kau bukan wanita yang mudah dijinakkan, tetapi aku ingin mencoba. Aku ingin memiliki dirimu, bukan hanya tubuhmu."Hiriety menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya terkekeh pelan. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan kakinya dengan anggun. "Milikkmu?" ulangnya dengan nada geli. "Kedengarannya seperti tawaran yang sangat klise."Marco tidak tersenyum. "Aku serius."Hiriety terkekeh pelan, suaranya masih bergema dengan kelembutan sisa kenikmatan. Ia menarik tangannya dari genggama
Kurang dari 10 menit mobil mewah itu melaju menuju hotel bintang lima di pusat kota Washington. Sepanjang perjalanan, Marco harus menahan geraman dan hasratnya karena Hiriety yang dengan sengaja menggodanya.Entah itu mengusap pangkal pahanya, mengecup lehernya atau bahkan melebarkan selangkangannya menghadap pada MarcoIni pertama kali Marco berurusan dengan wanita secara langsung dan dia langsung dihadapkan pada ratunyaHiriety adalah sosok yang penuh daya tarik, dan setiap gerakan yang dilakukannya hanya semakin membuat Marco tertegun. Dia berusaha untuk tetap fokus pada jalan, tetapi perhatian dan pikirannya terus teralihkan oleh godaan Hiriety.“Kau tak mau menyentuhnya, Valley?” bisikan penuh godaan itu membuat Marco mencengkram kemudi dengan kuat"Aku sedang mengemudi, Hirie" jawabnya, suaranya sedikit serak. Ia berusaha untuk terdengar tenang, tetapi gemetaran di tangannya mengkhianatinya.Hiriety terkekeh pelan, suaranya
Hiriety berjalan keluar dari lobi utama gedung pencakar langit dengan langkah tegas.Suara high heels-nya terdengar jelas di atas lantai marmer, menciptakan ritme yang kontras dengan malam yang hening. Udara dingin menyambutnya saat ia melangkah keluar, tapi perhatiannya langsung tertuju pada sosok yang sudah menunggunya di depan.Marco Valley.Pria itu bersandar santai di mobil rolls royce hitamnya, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, ekspresi wajahnya tenang seperti biasa. Namun, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Hiriety tahu dia tidak sekadar lewat.Hiriety menghentikan langkahnya beberapa meter darinya, lalu menyilangkan tangan di depan dada, menaikkan sebelah alis. "Tak lelah mengintaiku, Valley?" suaranya terdengar ringan, tapi matanya meneliti Marco dengan penuh kewaspadaan.Marco tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Hiriety lama, seolah sedang menilai reaksinya. Lalu, dengan langkah santai, dia mendorong tubuhnya dari mobil
Hiriety berdecak kesal, dia memang sering mendapatkan perintah dari papanya untuk melakukan transaksi namun untuk transaksi kali ini Hiriety tak menyukainya.Masalahnya pria yang melakukan transaksi dengannya adalah salah satu pria yang pernah Hiriety campakkan dan mereka putus tanpa kejelasan“Kau masih sama cantiknya seperti sepuluh bulan lalu” Cary, pria tampan dengan rambut blonde itu menyapa dengan wajah tengilnyaHiriety menghela napas panjang, menatap Cary dengan ekspresi malas. "Dan kau masih sama menyebalkannya seperti sepuluh bulan lalu" balasnya cepat.Cary tertawa kecil, jelas tidak tersinggung. "Ah, Hirie, kau tidak berubah. Selalu blak-blakan."Hiriety menatap pria itu dengan bosan. Dia tidak punya waktu untuk basa-basi dengan seseorang yang masa berlakunya sudah kadaluarsa dalam hidupnya. "Kau ingin menyelesaikan transaksi ini atau hanya ingin mengulang drama lama?"Cary menyeringai, lalu bersandar santai di kursin
“Apa saat ini mama akan jadi seperti papa?” Tanya Hiriety setelah terdiam beberapa saat, ditatapnya netra coklat Lova dari bawahLova tersenyum tipis, tetapi tatapannya tetap tajam. “Seperti papa bagaimana maksudmu?”Hiriety mengangkat bahu, masih menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya. “Seperti Matthias dan Papa, yang terus memperingatkanku tentang Marco Valley seolah aku ini anak remaja yang baru mengenal lelaki” gerutunyaDisaat seperti ini, saat bersama Lova, Hiriety bisa bertingkah manja, menikmati posisinya sebagai anak bungsu dan putri tunggal keluarga Walton"Dan kau ingin mama berbeda?" Tanya LovaHiriety mengangkat sedikit kepalanya, menatap Lova dengan mata berbinar jahil. "Tentu saja. Mama selalu berbeda, kan?"Lova tersenyum tipis. "Benar. Tapi itu bukan berarti mama akan selalu membiarkanmu melakukan apapun sesuka hati."Hiriety mendesah dramatis, menjatuhkan kepalanya kembali ke pa