Verlyn terkejut setelah mendengar perkataan Kayn tadi dan hampir tersedak setelah meminum teh yang sekarang dia pegang. "Saya tidak salah dengar, kan?" Verlyn memastikan.
Kayn menggeleng. "Tidak, Anda mendengar dengan baik. Anda bisa melihat kertas yang berada di meja depan Anda. Itu berisi tentang perjanjian yang akan saya berikan apabila Anda mau membatalkan pertunangan ini." Verlyn menaruh cangkir di meja. "Beri saya waktu untuk membaca isinya dulu." Kayn mengangguk dan membiarkan Verlyn untuk melihat isi kertas tersebut dengan teliti. Baru saja Verlyn membaca paragraf pertama, dia tiba-tiba tertawa "Kau hanya memberiku segini? Yang benar saja, rugi dong! Hahaha," ujar Verlyn sembari tertawa. Kayn keheranan dengan reaksi wanita di depannya sekarang, seolah isi dari kertas tersebut hanya sebagai candaan saja baginya. "Anda bisa mendapatkan keuntungan hingga satu juta dolar pertahun, jika saya memberikan perusahaan-perusahaan tersebut secara cuma-cuma kepada Anda," jelas Kayn. "Hahaha, ada-ada saja! Kau pikir aku tidak memiliki uang sendiri, hah?" tanya Verlyn sombong. 'Keuntungan yang dia tawarkan bahkan tidak menyentuh angka 3% dari penghasilanku setiap bulan.' Kayn tersenyum kecil. "Yang saya tahu, Tuan Presdir Kaze belum menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris perusahaan utamanya, yaitu Kizen kepada publik dan media, bukan?" Verlyn mendengarkan Kayn dengan seksama sembari melipat tangannya. "Lalu, apa yang ingin kau katakan?" "Ahli waris tersebut pasti akan jatuh kepada Ace Drian Alreo, anak laki-laki pertama Tuan Presdir Kaze. Publik dan media juga sudah banyak menduga seperti itu. Apa Anda tidak berpikir sampai kesana, Nona?" lanjut Kayn. "Hm..." Verlyn berpikir sebentar. 'Wajar saja publik dan media menyimpulkannya seperti itu, Ayah belum mau membuka mulut soal itu pada kepada mereka semua.' Kayn kembali meminum tehnya dan menaruh kembali di meja. "Jika Anda hanya mendapatkan perusahaan kecil dari Tuan Presdir Kaze, Anda bisa menggunakan tawaran saya ini sebagai pengganda harta Anda." 'Dengan rencana ini pasti berhasil, bukan? Tidak ada yang lebih menarik daripada harta yang melimpah di zaman sekarang!' Kayn tersenyum puas melihat Verlyn yang masih terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu dengan keras. "Saya tahu Nona Verlyn akan berpikir matang-matang, tanda tangan di kertas itu apabila Anda–" Kayn menoleh ke depan dan terkejut melihat Verlyn yang sudah berada tepat di depannya sembari menahan tangannya ke sofa yang sedang Kayn tempati. "Jika aku menolak, apa yang akan engkau tawarkan lagi, Tuan?" Sorot mata Kayn seketika berubah menjadi dingin ke arah Verlyn, tetapi Verlyn tidak mempedulikan hal tersebut dan terus menatap Kayn sembari tersenyum nakal. "Anda sangat tidak sopan, Nona Verlyn!" ujar Kayn sedikit marah. "Bicara santai saja, ini bukan pertemuan formal," balas Verlyn dengan nada lembut. "Aku akan memberi penawaran terakhir, batalkan perjodohan ini dan aku akan memberimu keuntungan tiga kali lipat dari yang sudah tertulis di berkas tersebut," ujar Kayn dengan nada sedikit emosi. Verlyn berpura-pura seolah sedang mempertimbangkan tawarannyacdan kembali menatap Kayn lebih dekat. "Kalau aku tetap tidak mau?" Kayn menghelas nafas. "Apa yang kau mau agar mau membatalkan perjodohan ini?" Verlyn menjauh dari Kayn dan membalikkan badannya sembari melipat tangannya lagi. "Bagaimana kalau." Verlyn menoleh ke arah Kayn. "Kau memberikan perusahaan ini saja, kepadaku?" Kayn yang mendengar perkataan Verlyn tidak bisa lagi menahan emosinya lalu bangkit dan mendekati Verlyn dengan raut wajah marah. "Kau semakin tidak tahu diri, ya? Jadi ini sifat aslimu!?" Kayn menatap Verlyn penuh emosi. "Aku kira kau adalah wanita yang bisa di ajak kerja sama dengan baik, rupanya aku salah besar!" Verlyn hanya tersenyum menanggapi perkataan Kayn lalu berbalik menghadap ke arah Kayn. "Seharusnya kau tau jika semua CEO memiliki sifat serakah untuk menambah hasil keuntungannya, Tuan." Verlyn melangkah lebih dekat. "Mana ada CEO yang menerima penawaran yang bahkan keuntungan tersebut tidak menyentuh angka 3% dari penghasilan CEO itu sendiri?" Kayn sedikit terkejut mendengar perkataan Verlyn bahwa keuntungan yang dia tawarkan bahkan tidak mencapai di angka 10% dari yang Kayn perhitungkan. 'Bagaimana bisa wanita sepertinya memiliki uang sebanyak itu!?' Verlyn yang seperti tahu isi pikiran Kayn saat ini, mengambil berkas yang berada di atas meja. "Jadi kau sadar kan, kertas ini sekarang tidak berguna?" Verlyn merobek kertas yang dia pegang sampai menjadi potongan yang kecil di depan Kayn. "Baiklah, ada lagi yang ingin kau tawarkan? Aku masih bisa menunggu tawaranmu yang lainnya." Verlyn duduk di ujung sofa sembari bersenandung dan melipat tangannta, sedangkan Kayn menatap Verlyn dengan banyak pertanyaan di benaknya sekarang. 'Tidak ada yang pernah menolak tawaranku, bahkan para investor yang kedudukannya tinggi juga menerima penawaranku dengan mudah. Tapi kenapa dia dengan santai menolak tawaranku ini?' "Aku tahu banyak pertanyaan dalam benakmu yang bahkan kau tidak mau bagaimana mau menanyakannya kepadaku." Verlyn bangkit dan mendekati Kayn. "Bahkan jika kau memberiku sepuluh perusahaan sekali pun, itu tidak akan memberiku keuntungan sama sekali, asal kau tahu itu," lanjut Verlyn sembari tersenyum lembut kepada Kayn. Kayn mengerutkan dahinya kesal karena perkataan Verlyn yang dirasa merendahkan dirinya sekarang. Kayn kembali duduk di tempatnya dan berpikir apa yang harus dia lakukan lagi untuk membuat Verlyn membatalkan perjodohan ini. Verlyn sedikit senang melihat Kayn yang sedang berpikir keras. "Tuan, aku tidak membutuhkan uang, karena aku sudah punya sangat banyak." Kayn menatap Verlyn dingin dan tiba-tiba terlewat di benaknya soal Sellina, Kayn tersenyum. "Apa kau mau bersama dengan orang yang sudah memiliki kekasih, Nona?" tanya Kayn dengan santai. Senyum di wajah Verlyn perlahan memudar. "Kau sudah memiliki kekasih?" tanya Verlyn dengan raut wajah serius. "Aku sudah menjalin hubungan dengannya selama dua tahun lamanya. Apa kau rela menjadi yang kedua, Nona?" jawab Kayn sembari tersenyum licik. Verlyn menatap Kayn sambil menyipitkan matanya. "Apa kau pikir aku akan percaya dengan hal seperti itu?" ujar Verlyn. "Kau ingin bukti?" Kayn mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan layar kuncinya yang menggunakan foto seorang wanita yang berambut coklat muda dan bola mata berwarna biru safir sedang mencium pipi Kayn sambil memeluk lengan Kayn di sebuah pantai. Verlyn terdiam melihat layar kunci di ponsel milik Kayn dan hal itu membuat semakin yakin bahwa cara ini berhasil. "Bagaimana sekarang? Kau masih mau melanjutkan perjodohan–" "Aku tidak peduli," potong Verlyn cepat. Kayn kembali di buat heran karena jawaban Verlyn. "Maksudmu, kau menerima aku menduakanmu nanti?" Verlyn terkikik mendengar pertanyaan Kayn lalu bangkit dan menghampiri Kaynz Dia duduk di ujung sofa yang Kayn tempati. "Tidak, aku merasa ini bisa menjadi semakin menarik." Kayn menoleh kepada Verlyn. "Apa maksud–" Verlyn langsung mendekat dan memegang dagu Kayn dengan lembut. Dia tersenyum lembut. "Jika dia memiliki hatimu, maka aku memiliki ragamu. Itu berarti aku dan dia imbang kan, Tuan Kayn?"Kayn langsung bangkit dan sedikit menjauh dari Verlyn setelah mendengar perkataan Verlyn. Entah apa yang ada di pikirannya sampai berani mengatakan hal seperti itu. "Cukup mengejutkan kau wanita seperti ini, Nona Verlyn," puji Kayn. Verlyn menggeleng. "Kau benar, aku seperti ini hanya kepada seseorang yang aku sukai saja." Verlyn bangkit dan melangkah kembali mendekati Kayn. "Apa yang ingin kau lakukan lagi padaku, Nona Verlyn?" tanya Kayn dengan nada dingin. "Aku suka padamu, saat pandangan pertama! Bukankah ini seperti pernyataan cinta?" ujar Verlyn sembari tersenyum. Kayn menatap Verlyn kesal. "Sebelum menyatakan cinta kepada seseorang, seharusnya kau memikirkan terlebih dulu apakah itu benar rasa cinta atau hanya rasa kagum sementara." Kayn melangkah melewati Verlyn yang ada di depannya dan pergi ke arah pintu. Verlyn membalikkan badannya. "Lihatlah sifat arogannya itu, aku sangat menyukainya!" Verlyn pergi ke sofa untuk mengambil tas selempangnya dan ikut melangkah keluar da
Kayn mengernyitkan dahinya setelah melihat Verlyn yang sedang duduk di sebelah Villian dan tersenyum polos, seolah tidak ada masalah di antara mereka. "Kita bertemu lagi! Dunia ini memang sempit ya, Tuan Kayn!" ujar Verlyn senang. Verlyn bangun dan memeluk lengan Kayn. "Atur ekspresimu, Tuan! Ini demi dirimu juga," ucap Verlyn pelan dan kembali tersenyum ke arah Khalix dan Villian. Kayn memasang senyuman terpaksa di wajahnya dan mengangguk. "Iya, Nona Verlyn. Aku harap kita bisa sering bertemu seperti ini, ya!" balas Kayn dengan nada senang yang di paksakan. Walau Verlyn tahu Kayn terpaksa mengatakan itu untuk dirinya sendiri, tapi Verlyn merasa bahagia dan memeluk lengan Kayn dengan lebih erat, membuatnya merasa semakin tidak nyaman. "Bisa kau lepaskan pelukkanmu, itu? Aku merasa tidak nyaman!" ucap Kayn pelan. "Kau tidak jago akting ya, Tuan?" balas Verlyn pelan. "Ibu jadi teringat masa muda saat melihat kalian," ujar Villian, membuat Verlyn dan Kayn langsung menoleh ke arah V
"A–apa, maksudmu?!" ujar Verlyn sedikit menjauh dari Kayn. Kedua pipi Verlyn menjadi merah seketika setelah Kayn berbisik di dekat telinganya. Kayn melipat kedua tangannya dan terdiam memperhatikan Verlyn dengan tatapan dingin, menunggu penjelasan Verlyn yang tampak sedang gugup di depannya sekarang. "Mengaku saja, kau orang mesum, kan?!" tanya Kayn dengan nada sedikit tinggi. Verlyn menggelengkan kepala dengan cepat. "Tidak, kau salah! Sudah aku bilang, aku hanya mengantarkan makan siang untukmu dan ingin meminta maaf soal–" "Perkataanmu di taman, tadi?" potong Kayn. Verlyn mengangguk pelan dan menoleh ke arah Kayn. "Kau ingin aku, apa? Akan aku kabulkan itu, kecuali jika kau meminta untuk membatalkan perjodohan ini. Aku tidak mau," ujar Verlyn sambil menggelengkan kepalanya di akhir kalimat. Kayn menghembuskan napasnya dan menatap tajam ke arah Verlyn. "Sudahlah, lupakan saja. Kau keluar sekarang, aku merasa tidak nyaman jika kau berada di dekatku," ujar Kayn. Verlyn terdiam s
"Apa, sudah datang? Aku ingin memesan sesuatu, lagi," ujar Verlyn dengan nada sedikit kesal setelah duduk di kursinya. Farga, Divan, Saron dan Regi saling bertatapan heran mendengar ucapan Verlyn dan melihat seorang 'waiter' datang menghampiri mereka di belakang Verlyn. "Baru saja sampai, Nona," balas Farga. Seorang pelayan pria dengan rambut berwarna kuning datang membawa pesanan mereka dengan menggunakan gueridon, kereta dorong yang berfungsi untuk mengantarkan makanan kepada pelanggan yang memesan banyak makanan. Pria tersebut berhenti di dekat meja yang di tempati Verlyn dan membungkukkan badannya sedikit. "Pesanan atas nama, Pak Rian dengan nomor meja 14, benar?" tanya pelayan pria tersebut. Pak Rian mengangguk dan pelayan pria tersebut pelan-pelan menaruh pesanan-pesanan mereka di atas meja. Saat hendak pergi, Verlyn memanggilnya. "Tunggu, aku ingin menambah pesananku, lagi." Pria tersebut mengangguk dan siap mencatat menu yang ingin Verlyn pesan. "Aku ingin memesan Steak bu
Pria berpakaian hitam dengan rambut berwarna hitam dan melangkah keluar dari balik dinding. Dia melepas kacamata hitamnya dan melangkah mendekati Verlyn lalu membungkukkan badannya. "Saya meminta maaf atas perilaku adik saya kepada Anda, Nona Verlyn!" ujar pria tersebut. Verlyn menghembuskan napasnya dan menatap tajam ke arah pria di depannya. "Angkat badanmu, Farga," perintah Verlyn. Farga mengangkat badannya dan tetap menunduk, dia tidak berani menatap mata Verlyn yang berada di depannya sekarang. 'Warna yang sama dengan mata milik wanita bernama Gwen, itu. Kenapa aku bisa tidak menyadari, itu?' batin Verlyn. "Jika Nona hendak memecat saya dari pekerjaan ini, saya akan menerimanya. Ini kesalahan saya, karena tidak bisa mendidik adik saya dengan, baik," ujar Farga. "Ini bukan kesalahanmu, tapi.." Verlyn menepuk pelan pundak Farga dan mendekat. "Sebagai bayarannya, kau harus memberikan segala informasi soal apa yang di rencanakan adikmu dengan temannya itu, kepadaku. Sepakat?" bi
"Selamat pagi, Nona Verlyn!" sapa para karyawan setelah Verlyn melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan Kizen, gedung tinggi berwarna hijau army yang mengkilap. "Pagi juga semua, semangat untuk kerja hari, ini!" balas Verlyn lalu melangkah masuk ke dalam lift, di ikuti oleh seorang wanita berkacamata yang adalah sekretarisnya, Fayyara. Setelah pintu tertutup, lift mulai bergerak menuju lantai lima belas. Sembari menunggu, Verlyn memainkan ponselnya. "Nona, hari ini Anda tidak lupa dengan rapat dengan para ketua divisi jam sebelas siang nanti, kan?" tanya Fayyara, seorang wanita dengan rambut berwarna coklat tua di gulung rapi dan bola mata berwarna coklat muda. "Eh? Oh–ya! Aku ingat," jawab Verlyn sedikit kaget. Fayyara menatap heran kepada atasannya itu. "Jawaban Nona telihat–tidak, meyakinkan," ujar Fayyara. Verlyn menghela napasnya. "Kau sudah mengenalku selama dua tahun, Fayyara. Kenapa kau menanyakan hal yang sudah pasti kau tahu, menyebalkan." 'Sial, aku lupa kalau hari
"Saya rasa itu rapat tercepat yang pernah Anda selesaikan, Nona," ujar Fayyara setelah melangkah keluar dari ruang rapat. Verlyn tersenyum bangga lalu memencet tombol pintu lift khusus untuk dirinya. "Aku berterima kasih jika itu sebuah pujian," balas Verlyn lalu melangkah masuk ke dalam lift dan memainkan ponselnya. Pintu lift tertutup dan bergerak kembali menuju ke lantai lima belas. "Nona, ada yang ingin saya, tanyakan," ujar Fayyara. Verlyn mengangguk sembari memainkan ponselnya. "Tanyakan, saja." "Bagaimana Nona bisa tahu soal rapat tadi akan membahas tentang pengeluaran uang perusahaan yang tidak tercatat di laporan pengeluaran iang?" tanya Fayyara. "Oh, soal itu ..." Verlyn mematikan ponselnya. "Saat aku mengecek laporan yang kau berikan, ada salah satu laporan yang membahas soal pengeluaran uang perusahaan. Jarang sekali ada laporan yang membahas tentang hal itu, jadi aku berpikir mungkin masalah itu yang akan di bahas di rapat, tadi," jelas Verlyn panjang lebar. "Jika s
"Yeay! Aku menang, lagi!" Seorang wanita berambut coklat muda dengan bola mata berwarna safir yang sedang duduk di sebelah Kayn sambil kegirangan. Kayn tersenyum dan mengacak-acak rambut wanita di sebelahnya itu. "Sellinaku ini memang, pintar!" Sellina tersenyum bangga dan memeluk erat Kayn. "Lanjut ke game sembilan ga, nih?" tawar Sellina. "Tentu saja, Cantik," jawab Kayn senang sebelum ponselnya berdering dan melihat panggilan dari Villian. Kayn melihat layar ponselnya dan menoleh ke arah Sellina "Aku angkat telepon dulu ya, Sellina." Sellina mengangguk. "Jangan lama-lama, ya." Kayn mengangguk dan beranjak dari kursinya. Dia melangkah keluar dari ruangan 'Private Gaming and Karaoke Room' lalu menerima panggilan dari Villian. "Kayn?" "Iya, bu. Ada apa?" "Hari ini kan, hari liburmu bekerja. Apa kau bisa menjemput Ibu di Mall Testimoonial, sekarang? Supir yang mengantar ibu tiba-tiba merasa tidak enak badan." Kayn terdiam sejenak. 'Kalau begini, waktu yang aku habiskan dengan